Baru-baru ini, dunia fauna Indonesia dikejutkan dengan penemuan spesies cicak baru yang diberi nama Cyrtodactylus pecelmadiun. Tentunya spesies ini mengingatkan kita pada salah satu kuliner khas Indonesia yang amat terkenal, pecel madiun.
Meski demikian, spesies ini tidak sendirian. Daripada Kawan GNFI lapar membayangkan mereka, ayo kita berkenalan dengan nama cicak yang terinspirasi dari kuliner Indonesia.
Cyrtodactylus papeda
Diawali dengan yang paling awal ditemukan, C. papeda merupakan cicak jarilengkung dari pulau Obi, Maluku Utara. Pada awalnya, spesies ini ditemukan oleh Fata H. Faz, peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB), pada tahun 2016 dan 2018. Kemudian cicak tersebut diidentifikasikan kembali oleh Awal Riyanto dari museum Zoologicum Bogoriense pada tahun 2022.
Umumnya C. papeda dapat ditemukan pada lingkungan rawa-rawa, hutan pinus, serta hutan sekunder yang memiliki beragam jenis semak belukar. Hewan ini sering terlihat ada di batang pohon, antara 30 cm hingga 3 m dari permukaan tanah. Karena merupakan hewan nokturnal, cicak ini lebih mudah ditemukan di malam hari.
Cicak ini memiliki rata-rata panjang tubuh mencapai 60,7 mm dengan karakteristik badan berwarna coklat muda pada bagian punggung. Terdapat pola bintik-bintik tidak beraturan berwarna coklat gelap atau kekuningan pada bagian ketiak, selangkangan, serta hidung. Kemudian, pola coklat tua tersebut membentuk garis yang melebar hingga ke ujung ekor. Sementara itu, bagian atas dan sudut matanya berwarna kuning keemasan.
Karena ditemukan di Maluku, spesies ini dinamai sesuai dengan kuliner khas daerah tersebut, yaitu papeda. Papeda sendiri merupakan makanan asal Papua, Maluku, dan Sulawesi. Kepanjangan dari nama papeda adalah "Papua Penuh Damai" dengan julukan 'Dao' dari bahasa Inanwatan. Bahan pokok hidangan dengan rasa tawar ini adalah sagu yang diolah hingga menjadi kenyal dan lengket.
Cyrtodactylus Tehetehe
Spesies yang berikutnya merupakan penduduk lokal Kalimantan Timur. Cyrtodactylus tehetehe ditemukan di Pulau Maratua pada tahun 2024 oleh Huda Wiradarma dari IPB dan timnya. Namanya diambil dari kuliner khas Pulau Maratua dan Pulau Derawan, tehe-tehe.
Cicak C. tehetehe hidup pada ketinggian 10 hingga 25 m di atas tanah. Umumnya mereka ditemukan melekat pada kulit pohon mati di hutan dataran rendah serta semak belukar di pinggir jalan. Selain itu, cicak ini juga sempat terlihat pada tembok pemukiman warga.
Cicak ini memiliki ukuran sekitar 71,4 mm dengan karakteristik fisik berupa warna punggung yang didominasi oleh warna abu muda dan bercak kecoklatan. Bagian leher, dada, kaki depan serta kaki belakang didominasi oleh warna putih pucat. Sementara itu, terdapat pola berbentuk tujuh pita gelap pada bagian ekornya.
Spesies ini dinamai tehe-tehe karena salah satu lokasi persebarannya meliputi tempat berasalnya hidangan tersebut, yaitu Pulau Derawan. Tehe-tehe sendiri merupakan hidangan berbahan campuran ketan dan santan dengan sedikit kelapa yang dimasukkan ke dalam cangkan bulu babi. Hidangan ini bukan merupakan hidangan yang umum disajikan sehari-hari, melainkan hidangan spesial untuk tamu-tamu atau turis pada hari-hari tertentu.
Cyrtodactylus pecelmadiun
Spesies terakhir merupakan spesies yang paling baru diidentifikasi dan sempat menjadi terkenal di media sosial karena namanya. Hal tersebut tidak mengherankan mengingat keunikan namanya yang terinspirasi dari kuliner Jawa Timur, pecel mediun. Awal Riyanto kembali membuktikan dirinya sebagai peneliti handal melalui penemuan spesies Cyrtodactylus pecelmadiun di Mojokerto, Jawa Timur.
Spesies ini ditemukan di dataran rendah Jawa Timur pada berbagai lingkungan. Terlihat dari 40 cm di atas permukaan tanah, C. pecelmadiun ditemukan di sawah, tumpukan ubin dekat semak-semak, serta kebun warga. Lokasi penemuannya yang beragam menjadikannya sebagai spesies generalis, yaitu spesies yang mampu hidup di berbagai kondisi lingkungan.
Cicak ini dapat tumbuh hingga panjang tubuh 67,2 mm dan karakteristik fisik berupa warna punggung yang didominasi warna coklat gelap dengan garis tepi kehitaman. Terdapat bintik kuning cerah pada area sekitar punggung dan bibir. Sementara itu, terdapat tujuh pola berbentuk pita gelap dengan tepian kuning memanjang dari ketiak hingga selangkangan dan lima pola serupa pada ekornya.
Lokasi penemuannya yang berada di Jawa Timur membuat spesies ini dinamai C. pecelmadiun. Pecel sendiri merupakan kuliner khas Jawa Timur berbahan dasar cabai, kacang, bawang putih, jeruk purut, serta gula aren. Tak lupa dengan berbagai sayuran seperti daun pepaya, daun singkong, bayam, dan lain-lain sebagai bahan pelengkapnya. Pecel sendiri disajikan dengan wadah daun pisang untuk menambah aroma yang khas.
Cecak Jarilengkung Ditemukan di Jawa Timur, Diberi Nama "Pecel Madiun"
Meskipun para spesies ini diberikan nama yang unik berdasarkan kuliner khas Indonesia, penamaan ini tidak sembarangan lho, Kawan GNFI. Penamaan para spesies cicak yang ditemukan ini bertujan untuk memperkenalkan kuliner Indonesia melalui fauna endemiknya. Hal tersebut diharapkan membuat Indonesia lebih dikenal akan kekayaan hayati serta kulinernya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News