Kesetaraan gender merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan sumber daya manusia yang inklusif dan berkeadilan gender. Di Indonesia, upaya mewujudkan kesetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan, terutama pendidikan, telah menjadi perhatian serius pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan.
Pendidikan menjadi kunci strategis dalam membuka peluang bagi perempuan untuk berkembang secara optimal dan berkontribusi setara dalam pembangunan nasional.
Namun, di tengah kemajuan kebijakan pendidikan, budaya patriarki yang kuat masih menjadi hambatan signifikan dalam mewujudkan kesetaraan gender yang sesungguhnya.
Potret Ketimpangan Gender di Indonesia
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, Indeks Ketimpangan Gender (IKG) nasional menunjukkan penurunan signifikan menjadi 0,421, turun sekitar 5,82% dibandingkan tahun sebelumnya.
Penurunan ini merupakan capaian terbaik dalam beberapa tahun terakhir dan menandakan kemajuan di tiga dimensi utama IKG, yaitu kesehatan reproduksi, pemberdayaan perempuan, dan partisipasi tenaga kerja.
Merayakan Hari Kartini, Realita Kesetaraan Gender di Indonesia Saat Ini
Misalnya, peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan menunjukkan bahwa perempuan semakin banyak terlibat dalam aktivitas ekonomi dan pasar tenaga kerja.
Namun demikian, kesenjangan gender masih terlihat nyata, terutama dalam hal geografis. Sebanyak 22 provinsi mencatatkan Indeks Ketimpangan Gender (IKG) di atas rata-rata nasional, dengan konsentrasi yang tinggi di wilayah Maluku, Papua, dan Kalimantan Timur.
Ketimpangan ini menunjukkan bahwa perempuan di daerah tertinggal masih menghadapi hambatan besar dalam mengakses pendidikan dan peluang ekonomi. Di sisi lain, partisipasi perempuan di pendidikan tinggi, khususnya dalam bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM), masih rendah.
Berdasarkan data nasional, hanya sekitar 35% mahasiswa teknik dan 42% mahasiswa sains yang berjenis kelamin perempuan. Angka ini mencerminkan adanya hambatan struktural dan kultural yang membatasi perempuan untuk terlibat dalam bidang-bidang strategis tersebut.
Budaya Patriarki sebagai Hambatan Utama
Budaya patriarki merupakan faktor dominan yang masih memengaruhi struktur sosial masyarakat Indonesia. Budaya ini menjadikan laki-laki sebagai pihak yang lebih dominan, sementara perempuan sering dianggap memiliki posisi yang lebih rendah.
Dalam konteks pendidikan, hal ini menimbulkan stereotip dan ekspektasi sosial yang membatasi ruang gerak perempuan serta memprioritaskan pendidikan anak laki-laki.
Salah satu manifestasi nyata dari budaya patriarki adalah tingginya angka pernikahan dini. Tercatat, 8,16% perempuan menikah pada usia 10–15 tahun, dan 25,08% menikah pada usia 16–18 tahun.
Fenomena ini menghambat kesempatan perempuan untuk melanjutkan pendidikan dan mengembangkan potensi dirinya. Norma sosial yang menekankan peran perempuan dalam ranah domestik turut memperburuk keterbatasan akses mereka terhadap pendidikan tinggi dan peluang kerja yang layak.
Peran Kebijakan Pendidikan dalam Mendorong Kesetaraan Gender
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah strategis melalui kebijakan pendidikan yang berperspektif gender untuk mengatasi ketimpangan ini.
Kebijakan tersebut tidak hanya fokus pada peningkatan akses pendidikan bagi perempuan, tetapi juga pada perubahan budaya dan pola pikir yang mendasari diskriminasi gender.
Khusus Mahasiswa Filsafat dan Kajian Gender, Pendaftaran Beasiswa Toeti Heraty Dibuka hingga 18 April
Salah satu upaya penting adalah pengembangan kurikulum yang berperspektif gender. Kurikulum ini dirancang untuk menghilangkan stereotip gender dalam materi pembelajaran dan mendorong sikap inklusif serta penghargaan terhadap peran perempuan dan laki-laki secara setara.
Selain itu, pelatihan guru menjadi fokus utama agar tenaga pendidik mampu mengenali dan menghilangkan bias gender dalam proses pembelajaran.
Guru yang sadar akan pentingnya kesetaraan gender dapat menjadi agen perubahan yang efektif di lingkungan sekolah.
Program afirmasi seperti beasiswa khusus untuk perempuan dari kelompok rentan dan daerah tertinggal turut menjadi strategi penting dalam meningkatkan partisipasi perempuan di pendidikan tinggi, terutama di bidang STEM.
Selain itu, sinergi antarkementerian, seperti antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, memperkuat implementasi kebijakan ini agar lebih terintegrasi dan berkelanjutan.
Pendidikan sebagai Alat Transformasi Sosial
Pendidikan tidak hanya soal akses fisik dan angka partisipasi, tetapi juga merupakan proses transformasi sosial yang mampu mengubah mindset dan budaya masyarakat. Melalui pendidikan, nilai-nilai kesetaraan, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan penghapusan diskriminasi dapat ditanamkan sejak dini.
Pendidikan yang inklusif dan berperspektif gender membuka ruang bagi perempuan untuk mengembangkan potensi secara maksimal dan mengubah peran tradisional yang membatasi mereka.
Penelitian UNESCO menyebutkan bahwa investasi pendidikan untuk anak perempuan berkontribusi besar dalam menekan angka pernikahan dini serta meningkatkan partisipasi perempuan di pendidikan tinggi dan sektor ekonomi.
Perempuan yang terdidik lebih mampu mengambil keputusan atas hidupnya, meningkatkan kesejahteraan keluarga, dan menjadi agen perubahan di masyarakat.
Tantangan dan Langkah Ke Depan
Meskipun berbagai kebijakan telah diterapkan, tantangan utama tetap terletak pada perubahan budaya dan pola pikir yang sudah mengakar dalam masyarakat. Stereotip gender, norma sosial konservatif, serta kurangnya dukungan keluarga masih menjadi penghalang utama bagi perempuan dalam mengejar pendidikan dan karier.
Di daerah terpencil, hambatan geografis, ekonomi, dan sosial semakin memperparah kondisi tersebut.
Oleh karena itu, upaya menciptakan kesetaraan gender melalui pendidikan harus dilaksanakan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Kampanye kesadaran publik, edukasi masyarakat, serta pelibatan tokoh agama, tokoh adat, dan media massa sangat diperlukan untuk mengubah pandangan masyarakat terhadap peran perempuan.
Di sisi lain, penguatan lembaga pendidikan juga penting, dengan penyediaan layanan pendukung seperti konseling, perlindungan terhadap kekerasan, dan program pengembangan diri yang sensitif gender.
Urgensi Kesetaraan Gender dalam Pendidikan
Kesetaraan gender dalam pendidikan merupakan fondasi penting bagi pembangunan nasional yang inklusif dan berkelanjutan. Kebijakan pendidikan yang berperspektif gender telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam meningkatkan akses dan kualitas pendidikan bagi perempuan di Indonesia.
Namun, perubahan mindset patriarki yang membatasi peran perempuan masih menjadi tantangan utama yang harus diatasi. Pendidikan berperan sebagai alat transformasi sosial yang mampu membuka ruang bagi perempuan untuk berkembang secara maksimal dan berkontribusi secara setara dalam berbagai bidang.
Upaya sistematis yang melibatkan kebijakan, perubahan budaya, pelibatan masyarakat, dan penguatan lembaga pendidikan diperlukan untuk mewujudkan masyarakat yang inklusif dan berkeadilan gender.
Melalui pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif, Indonesia memiliki potensi besar untuk mewujudkan masyarakat yang lebih adil, di mana perempuan dan laki-laki dapat berkembang secara setara dan berkontribusi optimal demi kemajuan bangsa.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News