kasus keracunan mbg bisa diatasi pakar ugm beberkan caranya - News | Good News From Indonesia 2025

Kasus Keracunan MBG Bisa Diatasi, Pakar UGM Beberkan Caranya

Kasus Keracunan MBG Bisa Diatasi, Pakar UGM Beberkan Caranya
images info

Beberapa waktu belakangan, kasus keracunan makanan yang menimpa anak-anak sekolah pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) menulai sorotan publik. Bagaimana tidak, rentetan kasus serupa terjadi di berbagai daerah.

Di Bogor, Jawa Barat, puluhan siswa dilarikan ke rumah sakit setelah menyantap menu MBG yang disediakan. Tak berhenti di sana, keracunan ini juga terjadi di beberapa daerah, seperti Karanganyar, Cianjur, Bombana, Tasikmalaya, Bandung, dan lainnya.

Terkait masalah ini, Dietisien Rumah Sakit Akademik (RSA) Universitas Gadjah Mada (UGM), Leiyla Elvizahro, S.Gz., mengatakan sangat penting untuk untuk mengenali tanda-tanda makanan yang sudah basi atau tidak higenis.

Ciri makanan basi dapat dikenali lewat perubahan bau, tekstur, dan warna. Leiyla mengimbau masyarakat untuk mencium aroma makanan sebelum mengonsumsinya. Deteksi dini melalui pancaindra menurutnya cukup untuk mencegah konsumsi makanan yang berisiko.

“Makanan seperti nasi, mi, dan lontong yang kaya karbohidrat akan mudah basi jika disimpan terlalu lama di suhu ruang. Tanda-tandanya antara lain berbau asam, berlendir, atau muncul jamur,” terang Leiyla dalam keterangan resmi.

Apa Sebab Keracunan Massal MBG dan Bagaimana Cara Mengatasinya?

Pakar UGM mengatakan perlunya menjaga sanitasi, kualitas penyimpanan, dan distribusi untuk mengatasi kasus keracunan MBG. | BPMI Setpres
info gambar

Menyoal kasus ini, terdapat dugaan kuat terkait buruknya sistem penanganan makanan, utamanya dalam hal penyimpanan dan distribusi. Leiyla menjelaskan bahwa makanan yang disajikan dalam jumlah besar wajib memenuhi standar higienitas yang ketat.

Penggunaan penutup makanan, penyimpanan di suhu yang tepat, dan kebersihan alat serta tenaga penyaji harus benar-benar dipastikan. Tak hanya itu, waktu antara proses masak dan konsumsi juga tidak boleh terlalu lama.

Anggaran MBG Dipangkas, Pakar UNAIR: Keputusan yang Rasional

Ahli Gizi UGM ini menjelaskan jika semakin lama jeda antara proses masak dan konsumsi, semakin tinggi pula potensi kontaminasi. Oleh karena itu, panitia penyelenggara harus memastikan bahwa distribusi makanan dilakukan dengan cepat dan efisien.

“Kalau makanan disimpan lebih dari empat jam tanpa penghangat atau pendingin, risiko pertumbuhan bakteri akan meningkat drastis,” paparnya.

Leiyla menekankan perlunya kewaspadaan pada makanan yang disajikan terbuka, dikerumuni lalat, atau ditangani oleh petugas yang tidak memakai sarung tangan. Menurutnya, pemerintah harus lebih selektif dalam memilih tempat katering.

Kredibilitas penyedia makanan dapat menjadi indikator awal apakah proses pengolahan memang mengikuti standar atau tidak. Ia juga menyatakan pentingnya melihat dan memastikan kondisi dapur dan alat masak yang baik.

Makanan yang Rentan Terkontaminasi

Makanan berbahan dasar daging, ikan, dan produk susu merupakan jenis yang paling rentan mengalami kontaminasi atau kerusakan. Tanda-tanda kerusakan pada olahan daging dapat dilihat dari bau amis yang menyengat, warnanya yang kehijauan, dan tekstur berlendir.

Sementara itu, susu yang basi akan menggumpal dan mengeluarkan bau asam yang tajam. Jika dikonsumsi, makanan ini dapat menyebabkan infeksi saluran cerna hingga dehidrasi.

Leiyla juga menyarankan jika makanan berbahan protein hewani harus disimpan di suhu yang dingin dan dimasak dengan suhu tinggi. Ini perlu dilakukan untuk membunuh bakteri patogen.

“Kalau sayur dan buah yang busuk dapat dilihat dari bentuknya yang layu, lembek, atau berlendir. Kulit buah juga mengkerut serta timbul jamur berwarna putih atau hijau,” jelasnya.

Di sisi lain, anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menyatakan kejadian berulang ini merupakan persoalan serius. Kasus-kasus tersebut dianggapnya sebagai “alarm” keras bagi seluruh pihak, utamanya Badan Gizi Nasional (BGN).

“Tentu ini menjadi alarm keras bagi semua pihak, terutama Badan Gizi Nasional (BGN) dan seluruh instansi yang terlibat. Apalagi kejadian ini juga bukan yang pertama, dan ini menandakan perlunya evaluasi menyeluruh, baik dari sisi penyediaan bahan baku, distribusi, hingga pengawasan keamanan pangan,” ujarnya melalui emedia.dpr.go.id.

Nurhadi juga menegaskan, kejadian tersebut menunjukkan bahwa keracunan bukanlah kasus insedental, tetapi gejala sistemik dari persoalan mendasar dalam tata kelola global. Ia meminta adanya audit menyeluruh terhadap vendor penyedia MBG di berbagai daerah.

Indonesia Belajar Program MBG dari Negara-negara Maju: Didukung Tiongkok dan AS!

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Firda Aulia Rachmasari lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Firda Aulia Rachmasari.

FA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.