Di era digital, penggunaan gadget telah menjadi tantangan serius, terutama bagi anak-anak. Di Indonesia, bahkan balita sudah terpapar gawai, menggeser interaksi sosial dan permainan tradisional yang penting untuk tumbuh kembang mereka.
Menyikapi hal ini, Good News From Indonesia (GNFI) berkolaborasi dengan Kampung Lali Gadget (KLG) meluncurkan program Gerakan 100 Komunitas Bermain Tanpa Gadget.
Inisiatif ini bertujuan menciptakan ruang bermain yang sehat, mengurangi ketergantungan anak pada gadget, dan mengembalikan keceriaan melalui permainan tradisional.
Prihatin Atas Kecanduan Anak pada Gadget
Kampung Lali Gadget didirikan oleh Achmad Irfandi sebagai respons atas keprihatinannya terhadap fenomena kecanduan gadget pada anak.
“Tahun 2018, saya melihat anak-anak berkumpul di warung kopi hanya untuk mencari WiFi. Perilaku mereka berubah, mulai membantah orang tua, dan kehilangan minat pada permainan tradisional," ungkap Irfandi.
Berlokasi di Desa Pagerngumbuk, Sidoarjo, Jawa Timur, KLG menawarkan solusi dengan menghadirkan berbagai permainan tradisional seperti kitiran bambu, gasing bunyi, dan toktok.
Tujuannya sederhana: mengalihkan anak-anak dari layar gadget dan mengembalikan interaksi sosial di dunia nyata.
Menghadapi berbagai tantangan
Meski telah berhasil menarik minat banyak anak, KLG menghadapi sejumlah tantangan, seperti:
- Persaingan dengan Konten Digital – Anak-anak terbiasa dengan stimulasi cepat dari game online, sehingga permainan tradisional perlu dikemas lebih menarik.
- Keterlibatan Orang Tua – Tanpa dukungan orang tua, upaya mengurangi screen time akan sulit berhasil.
- Ekspansi ke Daerah Lain – Agar dampaknya lebih luas, metode KLG perlu direplikasi di berbagai daerah dengan pendekatan lokal.
Permainan Tradisional Itu Tak Kalah Menarik!
Salah satu strategi KLG adalah membuktikan bahwa permainan tradisional tidak kalah seru dibanding game digital. Dengan pendekatan bermain sambil belajar, anak-anak diajak:
- Berkreativitas – Membuat mainan dari bahan alami seperti bambu dan kayu.
- Bersosialisasi – Bermain dalam kelompok melatih kerja sama dan empati.
- Melestarikan Budaya – Mengenalkan warisan permainan nusantara yang hampir punah.
Tak hanya anak-anak, KLG juga menjadi tempat nostalgia bagi orang dewasa yang ingin bernostalgia dengan permainan masa kecil mereka. Hal ini menciptakan ikatan emosional antar-generasi.
Baca juga GNFI dan Kampung Lali Gadget Dorong Gerakan Nasional Kurangi Ketergantungan Anak pada Gadget
Orang Tua tetap berperan penting
Orang tua memegang peran kunci dalam upaya mengurangi ketergantungan anak pada gadget. KLG dan GNFI mendorong orang tua untuk:
- Memberi Contoh – Mengurangi penggunaan gadget di depan anak.
- Menyediakan Alternatif – Mengajak anak bermain di luar atau terlibat dalam kegiatan kreatif.
- Mendukung Komunitas Lokal – Bergabung dengan gerakan seperti 100 Komunitas Bermain Tanpa Gadget untuk menciptakan lingkungan yang mendukung.
Duplikasi Kesuksesan KLG ke Seluruh Indonesia
Melihat dampak positif KLG, GNFI menggagas program Duplikasi 100 Kampung Lali Gadge di berbagai daerah. Wahyu Aji, CEO GNFI, menjelaskan:
“Ini bukan sekadar program, tapi investasi jangka panjang untuk generasi Indonesia yang lebih sehat. GNFI ingin menjadi katalisator kolaborasi agar perubahan ini menjangkau lebih banyak anak.”
Program ini terbuka bagi komunitas di seluruh Indonesia. Lebih dari 300 komunitas mendaftar, dan 30 komunitas terpilih akan diumumkan pada 8 Mei 2025.
Mereka akan mengikuti bootcamp intensif dari 19 Mei hingga 7 Juli 2025, mendapatkan pelatihan, pendampingan, serta dukungan keberlanjutan program.
"Kami percaya masa depan Indonesia dimulai dari anak-anak yang bahagia dan aktif. Gerakan ini adalah kontribusi kecil kami untuk menghadirkan solusi berbasis komunitas," tambah Wahyu Aji.
Komitmen Bersama untuk Masa Depan Anak Indonesia
Kolaborasi GNFI dan KLG bukan hanya tentang mengurangi screen time, tapi juga membangun generasi yang lebih sehat secara fisik, mental, dan sosial. Dengan dukungan Kementerian Komunikasi dan Digital (Kominfo), gerakan ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam membatasi penggunaan gadget pada anak.
“Kami optimistis gerakan ini bisa membawa dampak luas. Permainan tradisional dan interaksi sosial adalah kunci mengembalikan keceriaan anak-anak," tegas Irfandi.
Melalui Gerakan 100 Komunitas Bermain Tanpa Gadget, diharapkan semakin banyak anak Indonesia yang tumbuh dengan kebahagiaan nyata—bukan sekadar di balik layar.
Baca juga Menjadi Anak Desa Tanpa WiFi di Kampung Lali Gadget Sidoarjo
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News