Kawan GNFI, dunia baru saja diguncang oleh kabar duka dari Vatikan. Paus Fransiskus, pemimpin spiritual umat Katolik sedunia, telah wafat.
Wafatnya beliau bukan hanya menjadi momen refleksi, tetapi juga menjadi awal dari sebuah babak baru: pemilihan Paus pengganti yang akan memegang takhta St. Petrus.
Paus Fransiskus, yang memiliki nama asli Jorge Mario Bergoglio, adalah Paus pertama dari Amerika Latin dan berasal dari Ordo Jesuit. Sejak terpilih pada 2013, beliau dikenal karena pendekatan yang hangat, rendah hati, serta fokus pada keadilan sosial dan reformasi Gereja.
Kini, dunia menanti siapa yang akan melanjutkan langkah-langkah besar tersebut.
Misa Pemakaman Paus Fransiskus, Perpisahan Agung Sang Gembala
Sebelum membahas masa depan kepemimpinan Gereja, penting bagi kita memberi penghormatan terakhir kepada Paus Fransiskus melalui misa pemakaman yang akan digelar oleh Takhta Suci.
Seperti tradisi Gereja Katolik, jenazah Paus akan disemayamkan di Basilika Santo Petrus selama beberapa hari. Di masa tersebut, umat Katolik dari seluruh dunia diberi kesempatan memberikan penghormatan secara langsung.
Paus Fransiskus Meninggal Dunia, Apa Selanjutnya untuk Gereja Katolik?
Ribuan umat diperkirakan akan memadati Vatikan, mulai dari umat biasa hingga kepala negara dan pemimpin lintas agama.
Misa pemakaman akan dipimpin oleh Kardinal Dekan, disiarkan secara global, dan akan menjadi simbol duka serta persatuan Gereja. Liturgi yang sakral, lagu-lagu gregorian, dan doa-doa penuh harapan akan mengiringi kepergian Sang Paus.
Jenazahnya akan dimakamkan di ruang bawah tanah Basilika Santo Petrus, tempat para Paus sebelumnya juga beristirahat dalam damai.
Misa ini bukan sekadar seremoni keagamaan, tetapi juga refleksi atas warisan besar yang ditinggalkan oleh Paus Fransiskus selama 12 tahun pelayanannya.
Paus Fransiskus dan Jejaknya di Indonesia
Salah satu momen yang tak terlupakan dari Paus Fransiskus adalah saat kunjungannya ke Indonesia pada September 2024. Kunjungan ini menjadi tonggak bersejarah karena merupakan pertama kalinya dalam sejarah modern seorang Paus menginjakkan kaki di Tanah Air setelah kunjungan Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1989.
Paus Fransiskus disambut dengan hangat oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara. Beliau juga melakukan pertemuan antar-agama yang bersejarah di Masjid Istiqlal dan Katedral Jakarta, yang menjadi simbol nyata toleransi dan persaudaraan lintas iman.
Dalam misa akbar di Stadion Gelora Bung Karno yang dihadiri 87.000—90.000 umat Katolik, Paus Fransiskus menyerukan pentingnya merawat bumi, menghormati budaya lokal, dan memperjuangkan kaum marjinal.
Kunjungan tersebut menandai komitmen beliau terhadap dialog antaragama dan perdamaian dunia. Banyak umat Katolik Indonesia yang menyebut momen itu sebagai "berkat sejarah" yang akan selalu hidup dalam ingatan mereka.
Proses Pemilihan Paus, Bagaimana Konklaf Dilakukan?
Kawan GNFI, wafatnya Paus Fransiskus membuka babak baru dalam sejarah Gereja Katolik. Dalam tradisi Gereja Katolik, ketika seorang Paus wafat, tahta kepausan dinyatakan kosong (sede vacante).
Maka, Dewan Kardinal akan menggelar konklaf, yaitu sebuah proses pemilihan tertutup untuk memilih Paus baru. Dalam bahasa Latin, “con clave” berarti “dengan kunci” menandakan bahwa para kardinal akan dikunci di dalam Kapel Sistina hingga keputusan penting diambil.
Paus Fransiskus Meninggal, Vatikan dan Dunia Berduka
Konklaf akan dimulai dalam waktu 15 hingga 20 hari setelah wafatnya Paus. Sekitar 120 kardinal berusia di bawah 80 tahun akan berkumpul di Vatikan untuk memilih penerus tahta Santo Petrus. Mereka akan menjalani proses pemungutan suara secara rahasia, dengan persyaratan dua pertiga suara agar satu kandidat dapat terpilih.
Proses ini sepenuhnya tertutup dari dunia luar untuk menjaga kerahasiaan dan kekhusyukan. Ketika suara belum bulat, asap hitam akan mengepul dari cerobong Kapel Sistina.
Saat Paus baru terpilih, asap putih dan dentang lonceng Basilika Santo Petrus akan menandai bahwa dunia memiliki pemimpin spiritual baru.
Siapa yang Berpeluang Jadi Paus Baru?
Meskipun tidak ada sistem kampanye atau nominasi resmi, sudah ada beberapa nama yang ramai dibicarakan oleh para pengamat Vatikan sebagai papabile atau calon kuat Paus berikutnya:
- Kardinal Pietro Parolin (Italia)
Saat ini menjabat sebagai Sekretaris Negara Vatikan. Ia dikenal memiliki kemampuan diplomatik tinggi, dekat dengan Paus Fransiskus, dan memiliki pengaruh besar di dalam Kuria Roma. Banyak yang menganggap Parolin sebagai pilihan stabil dan tradisional, tetapi tetap moderat. - Kardinal Luis Antonio Tagle (Filipina)
Sebagai Prefek Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa, Tagle mewakili suara dari Asia dan generasi muda dalam Gereja. Ia dikenal ramah, komunikatif, serta punya visi global dalam pengembangan Gereja. Jika terpilih, ia bisa menjadi Paus pertama dari Asia modern. - Kardinal Peter Turkson (Ghana) Tokoh senior Afrika dalam Gereja Katolik. Turkson dikenal karena keterlibatannya dalam isu keadilan sosial dan lingkungan. Ia sempat menjadi Presiden Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian, serta sangat dihormati dalam urusan lintas budaya.
- Kardinal Matteo Zuppi (Italia)
Uskup Agung Bologna yang progresif, dikenal karena kedekatannya dengan komunitas marginal dan kerja kemanusiaannya. Zuppi juga aktif dalam dialog antaragama. Dalam banyak hal, ia dianggap sebagai “penerus spiritual” Paus Fransiskus.
Tantangan Paus Baru, Reformasi dan Relevansi
Gereja Katolik hari ini menghadapi tantangan kompleks: krisis kepercayaan akibat skandal, tantangan eksistensial dari sekularisme, dan kebutuhan akan inklusivitas dalam hal gender, orientasi seksual, serta kemajuan teknologi.
Paus Fransiskus telah membuka jalan bagi banyak reformasi, tetapi belum semua perubahan dapat dirasakan secara global. Maka, Paus selanjutnya memiliki beban untuk melanjutkan atau bahkan mempercepat reformasi tersebut.
Selain itu, Gereja di era digital ini perlu pemimpin yang tidak hanya memiliki kekuatan spiritual, tetapi juga mampu menjangkau umat melalui media sosial dan diplomasi global.
Apakah Akan Ada Kejutan?
Dalam sejarah, beberapa konklaf menghasilkan kejutan, termasuk saat Paus Fransiskus terpilih. Maka, tidak menutup kemungkinan bahwa pemimpin Gereja selanjutnya bukan berasal dari nama-nama yang santer disebut. Bisa jadi, konklaf justru memilih sosok yang lebih muda, lebih progresif, atau lebih spiritual daripada politis.
Gereja juga makin multikultural. Kemungkinan terpilihnya Paus dari Afrika, Asia, atau Amerika Latin tetap besar. Hal ini akan menunjukkan pergeseran dari dominasi Eropa ke arah Gereja yang lebih global dan inklusif.
Harapan Umat, Menuju Gereja yang Lebih Terbuka
Kawan GNFI, wafatnya Paus Fransiskus bukanlah akhir, melainkan awal dari pertanyaan besar: ke mana Gereja Katolik akan melangkah? Harapan banyak umat adalah agar Paus baru tetap setia pada semangat kerendahan hati, keberpihakan pada kaum miskin, dan dialog antaragama.
Dalam beberapa minggu kedepan, mata dunia akan tertuju ke cerobong asap di Kapel Sistina. Sebuah keputusan besar akan diambil oleh mereka yang diyakini mampu mendengarkan bisikan Roh Kudus. Kita semua menanti, siapa yang akan muncul di balkon Basilika Santo Petrus dan menyapa dunia dengan kata-kata legendaris, "Habemus Papam" Kita memiliki Paus baru!
Siapapun yang terpilih nanti, semoga Gereja Katolik bisa menjadi rumah yang terbuka, bukan hanya untuk umatnya, tetapi juga untuk dunia yang membutuhkan harapan dan arah moral.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News