Di tengah tantangan konservasi yang terus berkembang, Indonesia tetap menunjukkan harapan besar dalam menjaga kekayaan avifaunanya.
Laporan tahunan Status Burung di Indonesia 2025 yang dirilis oleh Burung Indonesia memberikan gambaran optimis tentang kondisi keanekaragaman hayati burung di Nusantara, sembari menyoroti pentingnya kolaborasi dalam menjaga ekosistem.
Konservasi dan Kolaborasi jadi Kunci
Hingga akhir 2024, tercatat 1.835 spesies burung tersebar di tujuh wilayah avifauna Indonesia.
Meski jumlah ini sedikit berkurang dari tahun sebelumnya karena kapinis kecil (Apus affinis) dikeluarkan dari daftar, substansi laporan menunjukkan arah yang membangun: 18 spesies burung mengalami penurunan status keterancaman, mengindikasikan kondisi konservasi yang membaik.
Dua spesies, pecuk-ular asia (Anhinga melanogaster) dan ibis cucuk-besi (Threskiornis melanocephalus), yang sebelumnya dikategorikan Mendekati Terancam Punah, kini berstatus Risiko Rendah.
Ini adalah contoh nyata bahwa perlindungan habitat dan upaya konservasi yang konsisten dapat memberikan hasil signifikan di lapangan.
Burung Langka Masih Ditemukan
Lebih lanjut, revisi data dan survei terbaru mengungkapkan fakta menggembirakan lainnya. Misalnya, poksai kuda (Garrulax rufifrons) yang dulu dianggap sangat langka, ternyata masih ditemukan di 14 lokasi di Jawa.
Celepuk banggai dan walik banggai pun menunjukkan populasi stabil di Pulau Peling, berkat adaptabilitas mereka terhadap berbagai jenis habitat.
Baca juga Mengenal Serak Jawa, Burung Hantu yang Jadi Andalan Prabowo Berantas Hama Tikus
Namun, tantangan belum usai. Sebanyak 12 spesies mengalami peningkatan status keterancaman, sebagian besar akibat kerusakan habitat. Kasus mentok rimba (Asacornis scutulata) yang kini berstatus Kritis menjadi pengingat pentingnya menjaga ekosistem rawa yang kini terancam oleh alih fungsi lahan dan perburuan.
Delapan spesies burung pantai migran juga mengalami tekanan besar akibat hilangnya lahan basah sepanjang Jalur Terbang Asia Timur-Australasia.
Meski demikian, semangat konservasi tidak surut. Dalam lima tahun terakhir, tercatat penambahan 30 spesies burung baru di Indonesia—sebagian besar hasil kajian taksonomi.
Harapan yang Tak Pernah Putus
Persebaran burung endemis pun tetap menguatkan identitas Wallacea sebagai kawasan dengan konsentrasi endemis tertinggi, khususnya dari kelompok burung kicau, dara-merpati, dan paruh bengkok.
“Perubahan status keterancaman ini bukan sekadar angka,” ujar Ria Saryanthi, Conservation Partnership Adviser Burung Indonesia.
“Ini mencerminkan dampak nyata dari pemantauan rutin, perlindungan habitat, dan keterlibatan masyarakat. Kita masih punya pekerjaan rumah, namun hasil-hasil ini membuktikan bahwa langkah kecil dapat menghasilkan perubahan besar,” imbuhnya.
Laporan ini menjadi pengingat bahwa meskipun ancaman terhadap burung Indonesia nyata, peluang untuk memperbaiki kondisi mereka pun terbuka lebar.
Dengan pendekatan berbasis sains, partisipasi publik, dan kebijakan yang berpihak pada alam, masa depan burung-burung Indonesia bisa terus berkicau di langit negeri.
Baca juga Ilmuwan Amerika Temukan Ternyata Bulu Ekor Burung Cendrawasih Bisa “Glow in the Dark”
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News