Haji merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh umat Muslim yang mampu, baik secara fisik, mental, maupun finansial. Tiap tahunnya, jutaan umat Islam dari seluruh penjuru bumi berbondong-bondong menuju Tanah Suci untuk beribadah.
Seiring meningkatnya jumlah jemaah, Kerajaan Arab Saudi membuat berbagai ketentuan ketat untuk memastikan seluruh rangkaian ibadah haji menjadi tertib, aman, dan sah. Di sisi lain, pemerintah Indonesia juga ikut mengimbau calon jemaah Indonesia untuk mengikuti ketentuan yang berlaku.
Menukil dari rilis resmi Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, terdapat enam jenis ibadah haji berdasarkan visa, yakni haji reguler atau haji khusus, haji mujamalah, haji furoda, haji dakhili, haji dengan visa pekerja musiman, dan haji dengan visa ziarah dan umrah.
Sangat perlu bagi jemaah untuk memahami jenis-jenis visa untuk haji tersebut agar ibadahnya sah, aman, dan dilindungi secara hukum oleh Kerajaan Arab Saudi.
Jemaah Haji Indonesia Disebut Jadi Panutan di Dunia, Apa Sebabnya?
6 Jenis Ibadah Haji Berdasarkan Visa
Yusron B. Ambary, Konsul Jenderal (Konjen) RI di Jeddah, melalui keterangannya pada YouTube milik KJRI Jeddah, menjelaskan perbedaan enam jenis praktik haji berdasarkan visa, di antaranya:
1. Haji reguler atau haji khusus
Haji jenis ini dikelola oleh pemerintah Indonesia yang bekerja sama dengan Arab Saudi, di mana jumlah kuota jemaahnya sudah ditentukan oleh pemerintah Arab Saudi.
2. Haji Mujamalah
Haji Mujamalah adalah haji melalui undagan khusus dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi kepada individu-individu tertentu. Pada haji jenis ini, seluruh biayanya ditanggung sepenuhnya oleh Kerajaan Arab Saudi.
3. Haji Furoda
Haji Furoda merupakan undangan pemberian visa oleh pemerintah Arab Saudi. Visa ini dapat dikeluarkan atau diterbitkan setelah yang bersangkutan membeli paket haji dari aplikasi Nusuk.
Nusuk sendiri adalah sebuah platform digital resmi milik pemerintah Arab Saudi yang memfasilitasi jemaah haji dan umrah dalam merencanakan dan mengelola perjalanan ibadah mereka.
4. Haji Dakhili
Berbeda dengan yang lain, haji dakhili hanya valid bagi mereka yang memiliki izin tinggal atau residen di Arab Saudi, baik bagi warga setempat maupun warga negara asing (WNA). Praktik haji yang satu ini kerap “diperjualbelikan”, utamanya kepada warga negara Indonesia (WNI) di luar Arab Saudi.
Umumnya, WNI yang bukan merupakan residen akan datang ke Arab Saudi beberapa bulan sebelum musim haji. Kemudian, WNI tersebut akan diberikan visa kerja di Arab Saudi. Lalu, mereka akan kembali ke Indonesia dan membeli paket haji melalui Nusuk.
Sebenarnya, secara aturan haji ini sah. Akan tetapi, dalam praktiknya, terjadi kasus di mana sponsor melakukan ingkar janji. Pada akhirnya, jemaah mengalami kesulitan untuk kembali ke Indonesia.
5. Haji dengan Visa Pekerja Musiman
Dalam penyelenggaraan ibadah haji, pemerintah Arab Saudi mengundang banyak pekerja dari berbagai negara untuk menjadi pekerja musiman demi membantu pelaksanaan ibadah haji.
Sayangnya, beberapa pihak justru menyalahgunakan visa ini dan menawarkan paket haji dengan visa kerja musiman. Berdasarkan hukum dan aturan pemerintah Saudi, paket haji ini tidak sah.
6. Haji dengan Visa Ziarah dan Umrah
Pemerintah Arab Saudi melarang keras penggunaan visa ziarah dan umrah untuk pelaksanaan ibadah haji. Mereka berprinsip “Laa Hajj Bil Tasrih” atau “Tidak boleh berhaji tanpa izin untuk berhaji” yang diberlakukan dengan ketat.
Dalam konteks ini, setiap jemaah wajib memiliki izin atau surat yang dikeluarkan pemerintah Arab Saudi yang disebut Tasreh atau Tasrih. Izin ini dilakukan untuk dapat melaksanakan ibadah haji, khususnya untuk mengunjungi Raudhah di Masjid Nabawi.
Dalam keterangannya, Yusron mengimbau seluruh calon jemaah haji Indonesia utuk sama-sama bijak dan mengikuti penyelenggaraan haji yang resmi dan sah sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Arab Saudi.
“Jangan sampai uang hilang, haji melayang,” tegasnya.
Rekomendasi Oleh-Oleh Haji dan Umroh
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News