perayaan maulid ngurisan tradisi potong rambut bayi suku sasak di nusa tenggara barat - News | Good News From Indonesia 2025

Perayaan Maulid Ngurisan, Tradisi Potong Rambut Bayi Suku Sasak di Nusa Tenggara Barat

Perayaan Maulid Ngurisan, Tradisi Potong Rambut Bayi Suku Sasak di Nusa Tenggara Barat
images info

Suku Sasak di Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki tradisi ngurisan saat perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Upacara adat ini sangat dinantikan oleh masyarakat karena berkaitan dengan kelahiran seorang anak yang penuh pemaknaan. 

Budaya ini telah lama dilakukan yang juga dikenal dengan tradisi cukur rambut bayi. Banyak hikmah yang bisa kita ambil dari tradisi ini. Oleh karena itu, mari Kawan kita mengenal tradisi ngurisan dari Nusa Tenggara Barat!

Asal Usul Upacara Bau Nyale di Nusa Tenggara Barat yang Berasal dari Pengorbanan Seorang Putri

Sekilas Tentang Tradisi Ngurisan

Istilah "Ngurisan" berasal dari bahasa Sasak, yaitu kata "kuris" yang berarti cukur atau potong rambut. Ngurisan adalah upacara tradisional potong rambut pertama bagi anak-anak, yang biasanya dilakukan pada hari besar Islam seperti Lebaran atau Maulid Nabi, atau acara khusus yang diselenggarakan untuk tujuan tersebut. 

Ngurisan sudah lama dijalankan oleh masyarakat suku Sasak. Meskipun inti acaranya sama, setiap daerah memiliki cara dan proses yang sedikit berbeda. Tradisi ini juga mengedepankan gotong royong, di mana masyarakat saling membantu dalam persiapan dan pelaksanaan acara.

Legenda Asal Usul Pohon Enau dari Nusa Tenggara Barat, Perwujudan Gadis yang Terlantar
Ilustrasi ikatan antara bayi dan orang tua @ Jonathan Borba/pexels
info gambar

Makna Tradisi Ngurisan

Tradisi ngurisan adalah warisan turun-temurun dari nenek moyang yang dilakukan pada bayi yang baru lahir atau berusia di bawah enam bulan hingga satu tahun. Upacara ini merupakan bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas anugerah keturunan yang sehat dan sebagai tanda bahwa bayi memasuki usia balita. 

Dalam tradisi ngurisan, seluruh tokoh agama dan masyarakat yang hadir akan ikut mencukur atau memegang kepala bayi. Sementara orang tua bayi akan menggendongnya untuk berkeliling ke para tamu.

Masyarakat suku Sasak sudah lama melaksanakan tradisi ini sebagai ungkapan syukur serta doa untuk keselamatan, kebahagiaan, dan kemandirian anak. Selain itu, ngurisan juga memiliki makna mendalam yang melambangkan nilai-nilai tradisional seperti tanggung jawab, solidaritas, kasih sayang, dan kejujuran. 

Selain sebagai rasa syukur, tradisi ngurisan juga mengandung nilai-nilai kehidupan, seperti nilai religius yang mencerminkan rasa syukur terhadap Tuhan atas rezeki dan keturunan. Terdapat juga nilai sosial yang tercermin dari kebersamaan masyarakat dalam membantu dan menghargai satu sama lain dalam menyukseskan acara.

Pantai Sire, Surga Tersembunyi di Sudut Nusa Tenggara Barat

Tata Cara Tradisi Ngurisan

Pada acara ngurisan, terdapat beberapa rangkaian kegiatan yang dilakukan. Pertama, persiapan alat dan bahan seperti napan, mangkuk, gunting, beras kuning, air, kembang (atau "rampe" dalam bahasa Sasak), dan uang logam. 

Kemudian, disiapkan juga makanan yang akan dibawa ke masjid untuk disantap bersama masyarakat dan tokoh agama. Setelah semua perlengkapan siap, bayi akan dibawa ke masjid. Bayi biasanya digendong oleh orang tua atau kerabat, dengan bunga dan beras kuning dalam nampan berisi uang logam.

Setelah itu, acara dimulai dengan pembacaan kitab Barzanji, sholawatan, dan serakalan. Setelah pembacaan selesai, proses ngurisan dilaksanakan bersamaan dengan selaqaran, di mana seluruh tokoh agama dan masyarakat yang hadir harus mencukur atau memegang kepala bayi. 

Nampan yang berisi kembang dan uang logam kemudian dilemparkan ke halaman masjid untuk dibagikan kepada masyarakat. Acara ditutup dengan pembacaan doa dan zikir oleh tokoh masyarakat. Setelah itu para ibu-ibu membawa makanan untuk disantap bersama masyarakat dan tokoh agama yang hadir di masjid.

Para tamu undangan biasanya disuguhkan kue khas Lombok, seperti tarek, iwel, dan tempeyek, yang disediakan oleh warga setempat. Pada siang hari, mereka menikmati makan siang lengkap dengan lauk-pauk. Ketika sore hari, setelah prosesi ngurisan selesai, tamu diberi buah-buahan atau yang disebut "dulang penamat," sebagai makanan penutup.

Proses pelaksanaan tradisi ngurisan tentu memberikan pemaknaan lebih tentang kelahiran manusia. Nilai-nilai ini perlu dilestarikan dan diturunkan agar bisa dikenal oleh penerus bangsa, terutama anak-anak daerah asli Nusa Tenggara Barat. 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ashnov Brillianto Ahmada lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ashnov Brillianto Ahmada.

AB
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.