Di Indonesia, pabrik gula sering kali dikaitkan dengan kesan angker dan mistis. Bahkan, pabrik gula pun diangkat menjadi sebuah film horor yang ramai dibicarakan masyarakat. Namun, tahukah Kawan bahwa tempat yang ditakuti itu adalah saksi bisu kejayaan industri gula Indonesia pada masa kolonial Belanda?
Sekilas Tentang Tebu, Bahan Dasar untuk Pabrik Gula
Gula yang beredar di pasar biasanya terbuat dari tebu. Tanaman ini adalah hasil persilangan dari beberapa spesies rerumputan dalam genus Saccharum yang dilakukan di Papua ribuan tahun lalu.
Dari Papua, tebu kemudian menyebar ke Kepulauan Pasifik dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Kemudian, tebu menyebar lagi dari Asia Tenggara ke berbagai daerah di Asia, seperti India yang pertama kali menemukan cara mengolah tebu menjadi gula.
Awal Sejarah Pabrik Gula di Indonesia
Industri gula di Indonesia mulai muncul dan berkembang pada abad 17. Pada masa itu, banyak pendatang dari China mengelola perkebunan tebu dan pabrik gula di pinggiran Batavia. Bahkan, mereka juga telah membuka pabrik serupa di Banten sebelum kedatangan Belanda.
Namun, perkembangan besar terjadi pada abad 19. Akibat perang di Jawa dan Belgia yang menguras keuangan negara, pemerintah Belanda menerapkan sistem Cultuurstelsel pada tahun 1830.
Baca Juga: Kisah PG Rendeng, Pabrik Gula Kegemilangan Kudus yang Menolak Mati
Sejarah Pabrik Gula di Indonesia di Era Kolonial Belanda
Dalam sistem Cultuurstelsel, pemilik tanah wajib menanami seperlima dari tanah mereka dengan tanaman komoditas ekspor seperti kopi dan tebu sebagai ganti pajak tanah. Jawa menjadi target utama kebijakan ini karena memiliki tanah yang subur dan tenaga kerja yang melimpah.
Sistem Cultuurstelsel berakhir pada tahun 1870 setelah dikritik berbagai pihak terutama kaum liberalis Belanda. Sebagai gantinya, Belanda mengesahkan Undang-Undang Gula (Suikerwet) dan Agraria (Agrarische Wet) yang menjadi awal masuknya investasi swasta di industri gula Indonesia.
Kebijakan Cultuurstelsel dan UU Gula dan Agraria memberikan hasil yang memuaskan Belanda. Sistem Cultuurstelsel berhasil mengisi sepertiga pendapatan total Belanda, sementara UU Gula dan Agraria meningkatkan jumlah pabrik gula hingga 179 pabrik pada tahun 1930 dengan total produksi hampir mencapai tiga juta ton.
Segala pencapaian ini membawa Indonesia pada masa itu ke posisi kedua eksportir gula terbesar di dunia setelah Kuba. Ironisnya, pencapaian ini harus dibayar dengan penderitaan rakyat pribumi yang dipaksa bekerja di perkebunan tebu.
Baca Juga: Pabrik Gula Madukismo: Jejak Sejarah, Peran Strategis, dan Uniknya Tradisi Cembengan di Yogyakarta
Sejarah Pabrik Gula di Indonesia Setelah Indonesia Merdeka
Setelah merdeka, pemerintah Indonesia mengambil alih perusahaan-perusahaan milik asing, termasuk Belanda, melalui program nasionalisasi. Pabrik-pabrik gula yang telah berdiri sejak zaman kolonial pun tak luput dari upaya tersebut.
Sayangnya, pabrik-pabrik tersebut banyak yang tutup setelah berada di tangan pemerintah. Pada tahun 2023, jumlahnya sudah berkurang hingga sekitar sepertiga dari jumlah pabrik gula di tahun 1910 yang mencapai 182 pabrik.
Seiring berkurangnya jumlah pabrik, produksi gula Indonesia pun menurun. Alhasil, Indonesia yang dahulu dikenal sebagai eksportir gula kini menjadi negara importir gula.
Kemunduran industri gula Indonesia utamanya disebabkan oleh kurangnya perhatian pemerintah terhadap pengelolaan pabrik dan investasi dalam teknologi serta kebijakan perdagangan gula yang kurang optimal. Oleh karena itu, tak heran jika banyak pabrik gula tutup dan terbengkalai karena tak mampu beroperasi lagi.
Meskipun demikian, beberapa pabrik gula tua kini dialihfungsikan menjadi destinasi wisata. Contohnya adalah Pabrik Gula Colomadu di Karanganyar yang kini menjadi tempat wisata edukasi dan Pabrik Gula Banjaratma di Brebes yang diubah menjadi rest area.
Baca Juga: Rest Area Banjaratma, Eks Pabrik Gula Belanda yang Jadi Daya Tarik di Tol Pejagan-Pemalang
Kawan, demikian sedikit kisah tentang sejarah pabrik gula di Indonesia yang tersimpan dalam pabrik-pabrik gula terbengkalai yang sering dianggap angker. Semoga artikel ini dapat menambah wawasan Kawan semua tentang sejarah Indonesia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News