daftar raja raja kerajaan palu di sulawesi tengah - News | Good News From Indonesia 2025

Daftar Raja-Raja Kerajaan Palu di Sulawesi Tengah

Daftar Raja-Raja Kerajaan Palu di Sulawesi Tengah
images info

Kota Palu yang menjadi ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah adalah kota baru yang dibentuk dari penyatuan empat kampung, yakni Besusu, Tanggabanggo (Kamonji), Panggovia (Lere), dan Boyantongo (Kelurahan Baru).

Setelah itu, terbentuk Dewan Adat (Patanggota) yang menjalankan tugas utama untuk memilih raja. Termasuk perangkat kerajaan, para pembantu raja, untuk menunaikan tugas-tugas kerajaan.

Dalam catatan sejarah, kerajaan di Palu tidaklah sebesar kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa dan Sumatra. Sebelum membentuk kerajaan sendiri, Palu masuk dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Gowa, Sulawesi Selatan.

Pusat pemerintahan Kerajaan Palu yang pertama adalah Pandapa (1796-1888), kemudian Panggovia (1888-1960). Setelah itu Kerajaan Palu bergabung dengan Indonesia yang telah merdeka.

Sisi lain berkenaan dengan berdirinya Kerajaan Palu adalah masuknya Belanda pada masa kepemimpinan Radja Maili (1868). Tujuan kedatangan Belanda adalah untuk meminta 
perlindungan dari Manado.

Namun, pada tahun 1888 Belanda menyerang Kayumalue yang terletak di kawasan Palu utara. Pasukan tentara Belanda saat itu dipimpin oleh gubernur Belanda untuk Sulawesi. Dalam peristiwa tersebut, Radja Maili terbunuh oleh pihak Belanda.

Baca Juga; Sejarah Kota Palu, Kota Lima Dimensi di Sulawesi Tengah

Daftar Raja-Raja Kerajaan Palu di Sulawesi Tengah

Berikut adalah daftar raja-raja yang pernah memerintah di Kerajaan Palu, Sulawesi Tengah. Periode monarki ini berlangsung sejak 1796 hingga 1960. Setelahnya, Kerajaan Palu menjadi bagian dari negara Indonesia yang telah merdeka.

Pue Nggari (Siralangi) (1796-1805)

Pue Nggari adalah raja pertama di Kerajaan Palu. Pue Nggari atau dikenal juga sebagai Siralangi, memimpin pembentukan Dewan Adat Patanggota. Dewan ini yang meletakkan dasar-dasar bagi berdirinya Kerajaan Palu.

I Dato Labungulili (1805-1815)

Madika Malolo Labugulili dari keluarga Silalangi Dolo menggantikan Pue Nggari yang mangkat sebagai raja. Ia kemudian dikenal sebagai I Dato Labugulili. Anak Pue Nggari dari istri kedua ini menjadi raja perempuan pertama yang memerintah Kerajaan Palu.

Malasigi Bulupalo (1815-1826)

Malasigi yang dikenal juga dengan nama Pue Bongo Muda, menggantikan I Dato Labugulili yang wafat. Sosok bergelar Malasigi Bulupalo ini adalah anak dari Panjororo (Pue Bongo) dan Dei Bulava, cicit dari Pue Nggari.

Daelangi (1826-1835)

Daelangi yang dikenal dengan nama Dae Ntalili atau Kodi Palo, menggantikan Malasigi Bulupalo. Keturunan Pue Nggari dari istri pertama Vua Pinano ini menjadi perempuan kedua yang memerintah Kerajaan Palu.

Baca Juga: Ragam Upacara Adat Sulawesi Tengah yang Masih Dilestarikan

Yololembah (1835-1850)

Masa kekuasaan Daelangi sebagai raja berakhir dan digantikan oleh anaknya yang bernama Yololembah. Sumber tertentu juga menuliskan namanya sebagai Djalalembah.

Lamakaraka (1850-1868)

Lamakaraka dikenal juga dengan nama gelar Tondate Dayo adalah anak dari Malasigi dan Indjola. Keluarga Silalangi Dolo ini merupakan keturunan Pue Nggari dari istri kedua Pue Puti. Lamakaraka menikah dengan Dei Donggala dan dikaruniai empat orang anak.

Radja Maili (Mangge Risa) (1868-1888)

Pengganti Lamakaraka adalah Radja Maili (Mangge Risa), anak dari Suralembah, cucu dari Lamakaraka. Pada masa Radja Maili, Belanda menyerang Kayumalue. Dalam peristiwa tersebut, Radja Maili terbunuh dan Kayumalue jatuh ke tangan Belanda.

Radja Maili beristrikan Timamparigi dan dikaruniai seorang putri bernama Mpero, yang kelak menikah dengan Idjazah dan melahirkan Tjatjo Idjazah sebagai raja terakhir Kerajaan Palu.

Jodjokodi (1888-1906)

Sesudah Radja Maili terbunuh Belanda dalam Perang Kayumalue, pamannya yang bernama Jodjokodi kemudian memerintah Kerajaan Palu. Jodjokodi tak lain adalah anak ketiga dari Lamakaraka. Pada masa inilah ibu kota kerajaan dipindahkan ke Panggovia. Pemindahan ini ditandai dengan pembangunan Souraja. Istana kerajaan ini digunakan oleh Jodjokodi sebagai tempat tinggal dan pusat pemerintahan.

Parampasi (1906-1921)

Ketika Jodjokodi wafat, ia digantikan oleh Parampasi sebagai penerus pemerintahan Kerajaan Palu. Pada masa Parampasi, Souraja masih menjadi tempat tinggal raja dan pusat pemerintahan. Parampasi menikah dengan Hi. Indocenni Pettalolodan dikaruniai enam orang anak.

Idjazah (1921-1947)

Usai Parampasi wafat, pemerintahan Kerajaan Palu dipimpin oleh adiknya yang bernama Idjazah. Pada masa pendudukan Jepang (1921-1942), Souraja digunakan juga sebagai tangsi militer tentara Jepang.

Baca Juga: Lalove, Alat Musik Tiup Tradisional Suku Kaili di Sulawesi Tengah

Djanggola (1947-1949)

Idjazah kemudian digantikan oleh keponakannya bernama Djanggola. Djanggola adalah anak kedua Pariusi, saudara Parampasi dan Idjazah. Masa pemerintahan Djanggola, berlangsung singkat. Dalam struktur pemerintahannya, Tjatjo Idjazah dijadikan sebagai Madika Malolo (Radja Muda).

Tjatjo Idjazah (1949-1960)

Seolah telah dipersiapkan, Tjatjo Idjazah kemudian menggantikan Djanggola sebagai raja di Kerajaan Palu. Tjatjo Idjazah adalah anak dari Idjazah dan Mpero, anak Radja Maili. Tjatjo Idjazah tidak memiliki keturunan dan ia menjadi raja terakhir Kerajaan Palu. Pada tahun 1960, Kerajaan Palu berakhir.

Pada tahun 1958 saat pemberontakan Permesta di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara, Souraja berfungsi sebagai asrama Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan markas Operasi Penumpasan Pemberontakan Permesta.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ang Tek Khun lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ang Tek Khun.

AT
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.