Siapa sangka, seorang gadis kecil dari Tasikmalaya akan mengharumkan nama Indonesia di panggung dunia? Dengan bermodalkan raket di tangan dan tekad yang kuat, Susi Susanti berhasil mengukir sejarah sebagai peraih medali emas pertama bagi Indonesia di olimpiade.
Prestasinya yang gemilang menjadikannya legenda bulu tangkis dunia dan inspirasi bagi generasi penerus.
Masa Kecil dan Perjalanan Awal
Lucia Francisca Susi Susanti Haditono atau Susi Susanti, lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 11 Februari 1971. Ia merupakan anak perempuan dari pasangan Risad Haditono dan Purwo Banowati.
Ayahnya merupakan mantan atlet bulu tangkis, oleh karena itu tak heran jika Susi pada akhirnya berprofesi sebagai atlet bulu tangkis.
Dulu, Ayahnya bermimpi untuk menjadi juara, tetapi harapan tersebut pupus akibat cedera lutut, sehingga akhirnya mimpi itu diteruskan pada Susi.
Susi Susanti menempuh pendidikan dasarnya di SDN 1 Tasikmalaya sebelum melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Tasikmalaya. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Ragunan, Jakarta Selatan, yang merupakan sekolah khusus bagi para atlet.
Di sekolah ini, Susi tidak hanya mengembangkan kemampuan akademiknya, tetapi juga semakin serius dalam meniti karirnya sebagai atlet bulu tangkis profesional.
Lalu, ia menempuh pendidikan di STIE Perbanas membantunya dalam memahami manajemen dan bisnis, yang kemudian berguna dalam perjalanan kariernya setelah pensiun dari dunia bulu tangkis.
Pendidikan dan Karier Bulu Tangkis
Sejak kecil, Susi Susanti telah mendapatkan pelatihan disiplin dari ayahnya, yang mengajarkannya teknik dasar, stamina, dan pukulan dalam bulu tangkis.
Inilah Sosok Sebelum Susi Susanti yang Berada di Laman Google Hari Ini
Ia mulai bermain bulu tangkis pada usia 7 tahun di klub PB Tunas Tasikmalaya milik pamannya. Setelah menunjukkan bakat luar biasa, ia berlatih lebih serius di klub PB Djarum Kudus, yang membawanya ke tingkat nasional.
Pada usia 14 tahun, Susi masuk ke Pelatnas (Pemusatan Latihan Nasional) Cipayung dan tinggal di asrama atlet. Di usia remaja, ia mulai debut di turnamen internasional dan segera dikenal sebagai calon bintang dunia.
Puncak Karier dan Prestasi Internasional
Susi mulai dikenal di dunia internasional pada tahun akhir 1980-an. Susy Susanti meraih berbagai prestasi gemilang di dunia bulu tangkis. Ia juga menjuarai kompetisi All England pada tahun 1990, 1991, 1993, dan 1994.
Prestasi paling bersejarah Susi yang menjadikannya sebagai puncak kariernya adalah ketika meraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992, menjadikannya atlet pertama yang mempersembahkan emas bagi Indonesia.
Kemenangannya juga diikuti oleh Alan Budikusuma yang memenangkan emas kategori tunggal putra yang menjadikan mereka sebagai pasangan emas yang sangat membanggakan Indonesia.
Ia meraih medali perunggu Olimpiade Atlanta 1996. Selain itu, ia juga membawa Indonesia meraih kemenangan di banyak perlombaan besar lainnya seperti Piala Uber pada 1994 dan 1996, serta menjadi juara dunia IBF World Cup di tahun 1990, 1993, dan 1994.
Di tingkat Asia, ia memenangkan SEA Games (1987, 1989, 1991, 1993) dan Asian Games (1990, 1994). Ia juga mendominasi Indonesia Open di berbagai tahun (1989, 1991, 1994, 1995, dan 1996) serta Grand Prix Finals (1989, 1990, 1993, 1994, dan 1996). Prestasi luar biasa ini menjadikannya salah satu legenda bulu tangkis dunia.
Semangat Emas Susi Susanti!
Membangun Merek Astec dan Berkontribusi di PBSI
Setelah memutuskan untuk pensiun dari dunia bulu tangkis secara profesional pada tahun 1998. Susi tetap berkontribusi di dunia olahraga. Pada awal tahun 2000-an, bersama suaminya, ia mendirikan merek peralatan olahraga "Astec" (Alan-Susi Technology).
Pada tahun 2004, ia aktif menjadi pengurus PBSI (Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia) dan aktif dalam pembinaan atlet muda. Kemudian, ia dipercaya untuk menjadi Chef de Mission (CdM) Kontingen Indonesia untuk Olimpiade Rio de Janeiro.
Hingga sekarang, ia masih aktif dalam dunia olahraga sebagai duta olahraga, inspirator, dan motivator bagi atlet muda Indonesia. Namun, perjalanan setelah pensiun tidak selalu mudah.
Susi dan Alan menghadapi tantangan karena minimnya dukungan pemerintah bagi mantan atlet, sehingga mereka harus membangun kembali kehidupan mereka dari nol.
Selain itu, ia mengungkapkan bahwa dirinya tidak ingin anak-anaknya berkarier sebagai atlet karena kerasnya dunia olahraga dan kurangnya jaminan kesejahteraan setelah pensiun.
Sebagai legenda bulu tangkis Indonesia, Susi Susanti dikenal bukan hanya karena pencapaiannya, tetapi juga karena sikap teladannya. Semangat pantang menyerah, ketenangan dalam menghadapi tantangan, serta kedisiplinan tinggi menjadikannya inspirasi bagi banyak atlet muda.
Keberhasilannya meraih medali emas Olimpiade pertama bagi Indonesia pada tahun 1992 menjadi momen bersejarah dalam dunia olahraga nasional. Bersama Alan Budikusuma, ia mendapat julukan "Pengantin Olimpiade" karena keduanya berhasil meraih emas di ajang yang sama, mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional.
Dedikasi dan kontribusinya terhadap olahraga diakui secara luas. Ia menerima berbagai penghargaan bergengsi, termasuk Bintang Jasa Utama dari Pemerintah Indonesia, serta masuk dalam Badminton Hall of Fame sebagai salah satu legenda bulu tangkis dunia.
Kisah hidupnya bahkan diadaptasi dalam film Susi Susanti: Love All yang menggambarkan perjuangannya sejak kecil hingga menjadi juara dunia.
Dengan sportivitas, kerja keras, dan ketekunannya, Susi Susanti membuktikan bahwa kesuksesan dapat diraih dengan kegigihan dan dedikasi yang tak pernah padam, menjadikannya panutan bagi generasi penerus.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News