Masjid At-Thohiryah atau lebih dikenal dengan nama Masjid Bungkuk menjadi saksi sejarah perkembangan Islam di Malang. Masjid ini diyakini dibangun oleh pengikut Pangeran Diponegoro pada abad 18 M.
Dimuat dari NU Online, masjid yang berlokasi di area Pondok Pesantren Miftahul Falah, Jalan Bungkuk, Pagentan, Singosari, Kabupaten Malang ini didirikan oleh KH Hamimuddin atau lebih akrab dikenal Mbah Bungkuk. Dirinya adalah salah satu Laskar Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa.
Pesantren Ramadan On Air Kemenag, Program Ramadan Produktif Melalui Ngaji Pasaran dalam Jaringan
“Saat itu, Pangeran Diponegoro berpesan bagi laskar – laskarnya agar menyebarkan agama Islam di mana pun berada,” kata Putra Pendiri NU, KH Moensif Nachrowi Thohir.
Hamimmuddin kemudian memulai aktivitas dakwahnya dengan mendirikan gubuk kecil sebagai tempat syiar agama Islam. Saat itu wilayah setempat masih berupa hutan.
Ketika itu daerah Singosari atau Malang saat ini masih hutan belantara. Sementara masyarakatnya masih menganut agama Hindu-Buddha.
"Daerah ini masih hutan belantara, dia (Hamimmuddin) bikin gubuk karena terbuat dari bambu, dari gedek dari daun-daunan kecil, untuk mengajar mengaji dan salat. Dan digunakan mengajar ngaji di lingkungan orang-orang yang mayoritas Hindu saat itu," tuturnya.
Asal mula bungkuk
Ternyata kehadiran Kiai Hamimuddin beserta langgarnya sempat menjadi perbincangan masyarakat sekitar yang mayoritas beragama Hindu. Apalagi tata cara ibadah dari santri Kiai Hamimuddin terbilang asing.
“Jadi perbincangan karena cara beribadahnya berbeda, dengan gerakan rukuk dan sujud. Sampai masyarakat sekitar menyebut wilayah ini dengan sebutan Bungkuk,” tambahnya.
Jumlah Hari Bulan Puasa, 29 atau 30 hari? Mana yang Benar?
Karena penasaran dengan kegiatan dan ajaran Mbah Bungkuk, akhirnya banyak warga yang tertarik untuk mempelajarinya di gubuk tersebut. Seiring perkembangan zaman, santri yang ingin mendalami ajaran agama Islam berdatangan ke Mbah Bungkuk.
"Di luar dugaan Kiai Hamimmuddin, karena rupanya setelah itu orang berbondong-bondong, sebab musababnya agama Hindu mengenal empat kasta dari brahmana yang tertinggi sampai sudra yang terendah," ungkap pria 88 tahun itu.
Masjid Bungkuk
Pada tahun 1835, ia membangun sebuah musala sederhana dari bambu dan kayu untuk mengajar salat dan mengaji kepada murid-muridnya. Karena bertambah santri, musala ini lalu diperbesar menjadi masjid.
Masjid Bungkuk mengalami beberapa kali renovasi dan perbaikan, tetapi elemen sejarah tetap dipertahankan. Di dalam masjid terdapat empat tiang kayu jati yang tinggi dengan ukiran indah, yang menjadi ciri khas arsitektur masjid ini.
Ibadah Didalam Kapal, Kenapa Tidak?
Tiang-tiang ini tidak hanya berfungsi sebagai penyangga bangunan tetapi juga sebagai simbol kekuatan dan ketahanan ajaran Islam yang disebarkan oleh KH Hamimuddin.
Setelah wafat pada tahun 1850, KH Hamimuddin dimakamkan di belakang masjid. Makamnya kini menjadi salah satu tempat ziarah bagi para santri dan jamaah yang ingin mengenal sosok penyebar Islam di Malang.
Sumber:
- Masjid Bungkuk Saksi Bisu Asal Usul Penyebaran Islam di Malang Raya
- Kisah Masjid Bungkuk Malang yang Didirikan Eks Laskar Diponegoro
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News