Masalah sampah masih menjadi pekerjaan rumah yang serius di Indonesia. Timbunan sampah semakin banyak seiring dengan banyaknya jumlah penduduk dan konsumsi masyarakatnya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan 30 kota besar di Indonesia akan mampu mengolah sampah menjadi listrik dan bahan bakar minyak (BBM) pada tahun 2029. Target potensi listrik yang mampu diproduksi adalah 20 MW per kotanya.
Pengolahan sampah terintegrasi yang dicanangkan pemerintah ini terintegrasi dengan teknologi pirolisis. Teknologi ini mampu mengolah sampah menjadi produk yang lebih berguna, salah satunya adalah bahan bakar alternatif.
Teknologi pirolisis digadang-gadang dapat membantu mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Lewat penggunaannya yang terarah, sampah-sampah dapat dikelola dengan baik demi menciptakan lingkungan yang lebih berkelanjutan.
Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, menegaskan bahwa mengubah sampah menjadi listrik dan BBM dapat tercapai melalui pengolahan sampah dengan menggunakan teknologi. Pengolahan bahan organik misalnya. Sampah jenis ini jika didaur ulang dengan menggunakan teknologi yang mumpuni akan menghasilkan bioenergi.
“Yang bahan organik itu juga bisa menghasilkan bioenergi, apakah biogas atau biomassa. Ini yang sedang kami rumuskan,” ungkap Yuliot dilansir melalui ANTARA.
Kawan GNFI, TPA Benowo di Surabaya dijadikan salah satu lokasi percontohan pengolahan sampah menjadi energi listrik. TPA yang mampu mengolah sekitar 1.000 ton per harinya itu mampu menghasilkan listrik sebesar 9 MW.
Tidak hanya itu, dengan penggunaan teknologi moncer yang diklaim sama canggihnya dengan Singapura, TPA Benowo juga mampu menghasilkan 2 MV listrik melalui landfill gas.
Godok Aturan Terkait Pengelolaan Sampah
Masalah sampah yang masih menghantui Indonesia menjadi salah perhatian Presiden Prabowo. Dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Rabu (12/3/2025), Prabowo meminta Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Menko Infra), Agus Harimurti Yudhoyono, untuk membentuk satuan tugas (satgas) percepatan pengelolaan sampah nasional.
Pemerintah menjelaskan jika salah satu pekerjaan rumah besarnya adalah membangun kesadaran masyarakat. Selain itu, penerapan teknologi dan penguatan infrastruktur juga menjadi fokus utama.
Di sisi lain, pemerintah tengah melakukan penyatuan tiga Peraturan Presiden (Perpres) terkait pengelolaan sampah untuk mendukung upaya pemanfaatan sampah menjadi energi listrik lewat Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
Melalui ANTARA, dijelaskan jika aturan yang akan disatukan termasuk Perpres Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan, serta Perpres Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah di Laut.
Sementara itu, skema yang dicanangkan dalam aturan tersebut termasuk biaya listrik dari PLTSa sebesar 19,20 sen per kWh. Jumlah ini berada di atas penetapan tarif listrik dari PLTSa yang ditetapkan PLN, yakni 13,5 sen per kWh. Rencananya, selisih yang ada akan dipenuhi dengan subsidi dari Kementerian Keuangan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News