sang naualuh damanik raja siantar dibuang belanda ke pulau bengkalis - News | Good News From Indonesia 2025

Sang Naualuh Damanik, Raja Siantar XIV yang Dibuang Belanda ke Pulau Bengkalis

Sang Naualuh Damanik, Raja Siantar XIV yang Dibuang Belanda ke Pulau Bengkalis
images info

Pematang Siantar atau sering juga ditulis Pematangsiantar adalah kota yang terletak di Sumatra Utara (Sumut). Kota Siantar ini pernah menjadi ibu kota Kabupaten Simalungun, sebelum statusnya menjadi otonom dan ibu kota kabupaten kemudian pindah ke Raya.

Kota Pematang Siantar semula adalah daerah oleh dirintis oleh para raja, sehingga pemerintahannya berbentuk kerajaan. Kedatangan Belanda yang menduduki Simalungun membuat kekuasaan raja-raja yang memerintah daerah ini berakhir.

Sang Naualuh Damanik yang naik takhta sebagai Raja Siantar ke-14 (XIV) adalah raja terakhir yang memerintah di Kerajaan Siantar, sebelum kemudian diasingkan Belanda ke Pulau Bengkalis (Riau) hingga akhir hayatnya.

Baca Juga: Ternyata Siantar Pernah Menjadi Ibukota Sumatra Utara, Ini Sejarahnya!

Mengenal Sang Naualuh Damanik

Siapakah Sang Naualuh Damanik? Sosok yang berjasa dalam merintis pembangunan daerah Siantar dan perlawanan terhadap kolonialisme Belanda ini adalah raja yang memerintah Kerajaan Siantar pada tahun 1882 dan berakhir tahun 1904.

Sang Naualuh Damanik (1857-1914) adalah raja yang mewarisi kerajaannya sebagai bagian dari Dinasti Siantar, yang telah ada dan memerintah Kerajaan Siantar sejak tahun 1350.

Raja raja ke-XIV sekaligus raja terakhir Kerajaan Siantar ini lahir pada tahun 1857. Pada tahun 1882 sosok ini naik takhta dan memimpin sebagai raja Siantar.

Pada masa itu Kerajaan Siantar merupakan salah satu dari antara tujuh kerajaan yang ada di wilayah Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara (Sumut).

Sang Naualuh Damanik tercatat sebagai raja pertama Kerajaan Siantar yang memeluk agama Islam. Dia dihormati sebagai sosok yang merintis, menganut, dan mengembangkan agama Islam di daerah Siantar.

Ketika Belanda memperluas wilayah jajahannya dan menguasai Kabupaten Simalungun, Raja Siantar dengan gigih melakukan perlawanan, baik secara politis maupun secara fisik.

Sang Naualuh Damanik tidak bersedia berdamai dan menandatangani Korte Verklaring (perjanjian pendek) sebagai surat pernyataan takluk kepada pihak Belanda.

Pada tahun 1904 berakhirlah keberadaan Kerajaan Siantar, sebab Belanda menangkap dan menjadikan sang raja sebagai tahanan selama dua tahun lamanya di Pematang Siantar.

Setelah masa penahanan itu, Belanda kemudian mengasingkan Sang Naualuh Damanik ke penjara Huis Van Behuaring yang berada di Pulau Bengkalis, bersama keluarganya.

Baca Juga: Becak Siantar, Transportasi Bersejarah Sejak Perang Dunia

Jasa Sang Naualuh Damanik

Selama bertakhta sebagai raja di Kerajaan Siantar, Sang Naualuh Damanik sangat dicintai dan dihormati rakyatnya. Demikian juga saat sang raja berada di tanah pengasingan, penduduk Bengkalis sangat menghormatinya.

Setelah mangkat Raja Siantar itu dimakamkan di Bengkalis (Riau), tetapi sebagai tanda hormat rakyat di Siantar juga membangun makam di Kota Pematang Siantar untuk mengenang jasanya sebagai pahlawan.

Raja Sang Naualuh Damanik memberi sumbangsih besar dalam merintis pembangunan Kota Pematang Siantar. Dia berperan dalam membuka jalan dari Pematang Siantar menuju Asahan yang berjarak sekitar 50 kilometer.

Jalan yang dirintis Raja Siantar tersebut kini menjadi jalur vital yang menghubungkan kota Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Batubara, dan Asahan.

Semula jalan ini lebih dikenal dengan nama Jalan Asahan, tetapi saat ini nama jalan yang dirintis sang raja telah ditetapkan dengan nama Jalan Sang Naualuh.

Baca Juga: Rekomendasi Kota untuk Pensiun di Sumatra Utara

Guru Mengaji di Tanah Pengasingan

Sang Naualuh Damanik tak berhenti memberikan kontribusi meskipun berada di tanah pengasingan. Sebelum mangkat pada tahun 1914, sang raja sempat menjadi guru mengaji di tanah pembuangannya di Pulau Bengkalis.

Raja Siantar yang hormati ini dimakamkan di tanah wakaf Syekh Budin bin Senggaro yang berlokasi di Jalan Bantan, Desa Senggaro, Kecamatan/Kabupaten Bengkalis, Riau.

Pada prasasti makam Sang Naualuh Damanik tertulis penghargaan yang diberikan kepada sebagai “pelopor, penganut, dan pelindung agama Islam di Siantar”.

Hingga kini makam raja terakhir Kerajaan Siantar ini masih sering dikunjungi para peziarah, baik yang berasal dari Bengkalis (Riau) maupun yang datang dari Pematang Siantar dan Simalungun.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ang Tek Khun lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ang Tek Khun.

AT
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.