Pemerintah gunakan kombinasi dua metode dalam menentukan awal bulan Ramadan 1446 Hijriah pada tahun 2025 Masehi ini. Dua metode tersebut adalah ilmu astronomi yang dikenal dengan hisab atau perhitungan, serta rukyat atau pengamatan.
Ilmu astronomi merupakan ilmu yang mempelajari benda-benda langit, termasuk pergerakan matahari dan bulan. Pada ilmu ini, kajiannya erat berkaitan dengan perhitungan yang berpatokan pada gerak matahari untuk menentukan waktu.
Dalam Islam, perhitungan tersebut dipelajari lewat ilmu falak. Bedanya, ilmu falak ini menjadi bagian dari astronomi yang memang khusus dikaitkan dengan dalil-dalil syariah untuk keperluan ibadah umat Islam.
Indonesia Ternyata Punya Alat Penyerapan Karbon yang Dibuat Peneliti UGM
“Dalam menentukan hilal, ilmu astronomi digunakan untuk menghitung posisi bulan, tinggi hilal, serta jarak bulan dari matahari untuk memprediksi apakah hilal dapat teramati atau tidak,” jelas Profesor Riset Astronomi-Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaludin, melalui keterangan resmi.
Jika merujuk pada ilmu astronomi, bulan Ramadan diprediksi akan mulai pada hari Sabtu, 1 Maret 2025. Akan tetapi, Thomas menyebutkan bahwa pemerintah terlebih dahulu melakukan pengamatan atau rukyatul hilal untuk menentukan kapan dimulainya puasa Ramadan.
Sebagai informasi, hilal merupakan bulan sabit muda pertama yang tampak untuk menandai mulainya bulan baru dalam kalender Hijriah. Pengamatan hilal secara langsung biasanya digunakan pemerintah dalam menetapkan awal bulan Ramadan dan Idul Fitri.
Segudang Prestasi Brian Yuliarto, Guru Besar ITB yang Kini Jadi Mendiktisaintek
Kombinasi Perhitungan Astronomi dan Pengamatan
Saat ini, penentuan awal Ramadan tidak lagi mengotak-kotakkan antara astronomi dan pengamatan hilal. Thomas mengatakan, pemerintah justru mengombinasikan dua metode tersebut untuk menentukan kapan dimulainya puasa Ramadan 2025.
Metode hisab atau perhitungan astronomi digunakan untuk memperkirakan posisi hilal sebelum dilakukan pengamatan. Sebab, metode hisab kini telah berkembang sangat pesat dan memiliki tingkat akurasi tinggi.
“Saat ini perhitungan astronomi sudah sangat akurat, bahkan untuk gerhana matahari atau bulan dapat dihitung hingga hitungan detik,” imbuhnya.
Ke Mana Arah Larinya Riset-Riset di Indonesia?
Selanjutnya, hasil dari perhitungan ini nantinya menjadi landasan untuk kapan pemerintah melakukan pengamatan hilal. Sebab, meskipun metode hisab dinilai akurat, sebagian besar umat Islam, khususnya di Indonesia masih berpegang teguh pada ajaran Islam yang menginginkan adanya pembuktian lewat pengamatan hilal.
Oleh karena itu, di beberapa kasus, perbedaan penetapan awal bulan hijriah sering kali bukan disebabkan oleh pemilihan penggunaan metode hisab dan rukyat, melainkan, karena adanya perbedaan kriteria yang digunakan oleh berbagai organisasi Islam dan pemerintah.
Hal ini kemudian dipengaruhi pula oleh faktor geografis dan kondisi cuaca dalam metode rukyat. Sebab, hilal dapat terhalang oleh cahaya senja atau cuaca mendung, sehingga sulit diamati dengan mata telanjang.
Nenek dari Lima Cucu, Prof. Nuril Huda Jadi Guru Besar Wanita Pertama di FDK UIN Antasari
“Salah satu tantangan terbesar dalam rukyat adalah kontras cahaya. Hilal sangat tipis dan sering kali kalah terang dibandingkan cahaya senja,” kata Thomas.
Oleh karena itu, sebagai lembaga riset nasional, tambahnya, BRIN memiliki peran penting dalam pengembangan ilmu astronomi untuk mendukung penentuan hilal yang lebih akurat dan ilmiah. Melalui Pusat Riset Antariksa, BRIN memberikan dukungan untuk pemantauan hilal yang lebih berkualitas sebagai masukan bagi sidang isbat Kementerian Agama.
“Kami terus memberikan masukan berdasarkan riset dan inovasi astronomi untuk memastikan bahwa metode yang digunakan dalam penentuan hilal semakin akurat dan dapat diterima oleh semua pihak,” tegas Thomas.
Mengenal Poltek Nuklir yang Buka Pendaftaran Mahasiswa Jalur Prestasi dan Prospeknya
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News