mengeksplor akulturasi budaya dayak melayu dan tionghoa di pontianak - News | Good News From Indonesia 2025

Mengeksplor Akulturasi Budaya Dayak, Melayu, dan Tionghoa di Pontianak

Mengeksplor Akulturasi Budaya Dayak, Melayu, dan Tionghoa di Pontianak
images info

Pontianak merupakan ibu kota Provinsi Kalimantan Barat. Kota Khatulistiwa ini memiliki luas 118,31 km² dan dihuni oleh sekitar 670 ribu jiwa dengan tiga etnis terbesar, yaitu Dayak, Melayu, dan Tionghoa. Ketiganya hidup berdampingan dalam keharmonisan. Interaksi yang terjadi antaretnis tersebut tidak jarang mengakibatkan munculnya akulturasi budaya.

Dayak sebagai Penduduk Asli

Dayak merupakan etnis mayoritas di Pulau Kalimantan. Masyarakat Dayak yang hidup di Pontianak telah beradaptasi dengan kehidupan di perkotaan. Mereka menetap di berbagai wilayah. Meskipun tinggal di kota, masyarakat Dayak tetap menjaga tradisi serta budaya mereka, seperti bahasa daerah, anyaman, pakaian adat, dan seni ukir.

Rumah adat khas Dayak yang masih dapat ditemukan di Pontianak adalah Rumah Radakng. Dikutip dari laman Pontinesia, nama Radakng berasal dari bahasa Dayak Kanayatn yang berarti ‘panjang’. Sesuai dengan namanya, rumah ini memiliki panjang 138 meter dengan tinggi 7 meter. Rumah dengan kapasitas 600 orang yang dijadikan simbol pelestarian adat ini terletak di Jalan Sutan Syahrir, Kota Pontianak.

Corak Melayu dalam Sejarah Pontianak

Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie merupakan pendiri Kota Pontianak. Beliau adalah seorang keturunan Arab yang menjabat sebagai pemimpin pertama Pontianak. Pada masa itu, Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie membangun Istana Kadriyah dan Masjid Raya Sultan Abdurrahman Alkadrie.

Populasi masyarakat Melayu di Pontianak tidak dapat dilepaskan dari kegiatan perdagangan pada masa lalu. Pontianak sebagai kota pelabuhan menjadi tempat bertemunya orang dari berbagai macam etnis. Masyarakat Melayu Pontianak punya perkampungan khusus, yaitu Desa Wisata Melayu Pontianak dan Kampung Arab.

Jejak Tionghoa di Pontianak

Kota Pontianak sebagai kota perdagangan di masa lalu tentu ramai didatangi oleh orang-orang dari seluruh dunia. Orang Tionghoa masuk dan berdagang di seluruh penjuru Nusantara, tak terkecuali Pontianak. Dilansir dari laman Suara Kalbar, para pedagang itu di antaranya berasal dari suku Hakka dan Teochew.

Pengaruh Tionghoa cukup besar di Pontianak. Setiap tahunnya, perayaan tahun baru Cina atau Imlek selalu dirayakan meriah di kota ini. Selain itu, terdapat berbagai kuliner khas Pontianak yang berasal dari budaya Tionghoa, misalnya chai kue, mie tiaw, dan lek tau suan.

Meskipun berbeda etnis, masyarakat Pontianak tetap hidup rukun. Bahkan, terdapat akulturasi budaya di antara tiga etnis tersebut.

1. Tatung

Tatung merupakan iring-iringan yang memuat atraksi dalam perayaan Cap Go Meh, sebuah perayaan yang dilakukan masyarakat Tionghoa pada 15 hari setelah imlek. Penampil tatung akan menusukkan benda tajam ke diri mereka. Menariknya, tubuh mereka tidak akan terluka karena telah dirasuki roh. Hal ini sesuai dengan arti kata tatung, yakni ‘dirasuki leluhur atau roh’. 

Meskipun perayaan ini menjadi acara masyarakat Tionghoa, penampil tatung merupakan orang Dayak yang memakai pakaian adat Dayak. Selain itu, perayaan Cap Go Meh di Pontianak juga terbuka untuk umum.

2. Arsitektur Tempat Ibadah

Masjid Al Jihad adalah contoh bangunan yang memiliki arsitektur dengan corak Dayak, Melayu dan Tionghoa. Selain itu ada Gereja Katedral Santo Yosef yang menggabungkan gaya Dayak dan Tionghoa. Tidak ketinggalan, terdapat Vihara Bodhisatva Karaniya Metta yang bentuk bangunan dan interiornya mencerminkan keragaman etnis di Pontianak.

3. Variasi Bahasa

Masyarakat Pontianak menggunakan bahasa etnis mereka masing-masing ketika berinteraksi dengan komunitas etnisnya. Namun, ketika berkomunikasi dengan orang yang berbeda etnis mereka menggunakan bahasa Melayu. Adapun bahasa Hakka dan Teochew yang digunakan masyarakat Tionghoa turut memperkaya kosakata bahasa Melayu sehari-hari.

Dari adanya hasil akulturasi budaya Dayak, Melayu, dan Tionghoa di atas kita bisa melihat bahwa perbedaan etnis justru dapat menjadi identitas yang unik dari Pontianak. Selain itu, adanya perbedaan tidak menghalangi masyarakat Pontianak untuk tetap rukun.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AT
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.