Rumah arwah merupakan tradisi yang diwariskan oleh masyarakat Tionghoa. Tradisi ini merupakan cara orang Tionghoa menghormati arwah leluhur mereka yang telah meninggal dunia.
Dimuat dari Detik, bagi orang Tionghoa arwah orang meninggal perlu diberi bekal di akhirat. Bekal yang dimaksud seperti barang-barang di dunia yaitu rumah dan seisinya.
Rumah arwah itu, beserta perabotan dari kertas dan bambu itu dikirim ke orang yang sudah meninggal dengan cara dibakar. Menurut kepercayaan Tionghoa, bekal tersebut menemani arwah yang berada di akhirat.
Deretan Bangunan Cagar Budaya Kota Semarang, Ada yang Sudah Beralihfungsi
Perajin rumah arwah di Pecinan Semarang yang bernama Ong Bing Hok mengungkapkan telah mewarisi bisnis tersebut dari ayahnya. Tetapi dia ia mengeklaim di Pecinan saja tinggal dirinya seorang yang memproduksi rumah arwah.
“Saya generasi keempat, sudah puluhan bahkan ratusan tahun. Di Pecinan saya sendiri, tapi di tempat lain masih ada,” imbuhnya.
Bernilai ekonomis
Ong menyebut tradisi ini dibawa oleh kakek buyutnya, Hong Bei pada tahun 1800-an dari Tiongkok. Hingga kini, Ong masih merawat tradisi tersebut walau zaman telah berubah.
"Kalau di Semarang, tempat saya ini yang paling kuno," ucap Ong penuh kebanggaan yang dimuat Kompas.
"Budaya ini tidak bisa hilang, meskipun tantangannya adalah bagaimana kita bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman."
Cerita Gedung Setan di Semarang yang Jadi Tempat Berkumpul Freemansory
Ong menyatakan Rumah Arwah memiliki nilai ekonomis. Dengan harga mulai dari Rp 2 juta hingga puluhan juta, Ong menerima pesanan dari berbagai daerah di Indonesia.
Baru-baru ini, ia menyelesaikan pesanan dari Banjarmasin dan sedang bersiap mengirim ke Solo dan Pekalongan. Dia membutuhkan waktu dua minggu untuk menyelesaikan pesanan.
"Membuat satu Rumah Arwah butuh waktu satu hingga dua minggu, tergantung ukuran dan tingkat kesulitannya," ungkapnya.
Pelestarian tak mudah
Di tengah derasnya arus modernisasi, Ong tetap setia pada bambu dan kertas, menjaga agar tradisi Rumah Arwah tetap hidup. Bagi Ong dan banyak keluarga Tionghoa lainnya, tradisi ini bukan sekadar ritual, tetapi wujud kasih dan penghormatan yang tak lekang oleh waktu.
Ong mengaku bahwa untuk melestarikan tradisi rumah arwah ini tak mudah. Ia berharap generasi muda mau belajar dan meneruskan kerajinan ini.
Pasar Johar, Titik Sejarah Semarang yang Jadi Asal Sound Viral Tren Baju Lebaran Shimmer
“Kalau bisa dikenalkan lewat sekolah atau pelajaran agama, mungkin anak-anak sekarang akan lebih tertarik. Budaya ini punya nilai, bukan hanya untuk sembahyang, tetapi juga untuk melestarikan warisan leluhur," pungkasnya.
Sumber:
- Pembuat Rumah Arwah di Gang Cilik Pecinan Semarang Kini Tinggal Satu-satunya
- Rumah Arwah: Warisan Leluhur Tionghoa yang Tetap Hidup di Semarang
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News