Indonesia terkenal sebagai negara yang memiliki ratusan suku di dalamnya. Suku Mentawai adalah salah satunya. Suku ini tercatat sebagai bagian dari suku Proto-Melayu yang berlayar ke Kepulauan Mentawai. Mereka bermigrasi ke pulau di sebelah Barat Pulau Sumatera dan mendiami empat pulau utama, yaitu Pagai Utara, Pagai Selatan, Sipora, dan Siberut.
Suku Mentawai adalah salah satu suku tertua yang masih eksis di Indonesia hingga saat ini. Dikutip dari Kompas.com, suku ini sudah bermigrasi ke Mentawai sejak 2000-500 SM. Mereka terisolasi selama berabad-abad hingga ditemukan oleh Belanda tahun 1621.
Suku ini mulai dikenal masyarakat luas karena tempat tinggalnya yang masih di pedalaman dengan hidupnya yang sangat tradisional. Tato dan Sikerei adalah dua budaya yang sangat identik dengan suku Mentawai.
Baca juga: Taman Nasional Siberut, Wisata Alam dan Budaya Suku Mentawai
Melalui artikel ini, mari kita bahas kehidupan dan budaya suku Mentawai.
Masih Tinggal Berdampingan dengan Alam
Suku Mentawai masih tinggal di pedalaman Pulau Mentawai yang jauh dengan peradaban modern dengan masih bergantung pada alam. Masyarakat suku ini dalam bertahan hidup dengan memanfaatkan apa yang tersaji di alam, seperti berburu, memancing, dan bercocok tanam. Makanan pokok orang Mentawai adalah sagu.
Sistem Kekerabatan Suku Mentawai
Suku Mentawai tinggal di rumah tradisional bernama uma. Rumah ini mempunyai konstruksi yang memanjang yang terbuat dari kayu dan atapnya terbuat dari daun sagu. Suku Mentawai juga bertempat tinggal secara komunal di dalam satu uma.
Sistem kekerabatan suku Mentawai berupa adanya klan. Di dalam buku Family Stories oleh Juniator Tulius (2012), klan di suku Mentawai berdasarkan dari keturunan ayah karena menganut sistem patrilineal, sistem di mana keturunan dari garis ayah.
Selain itu, suku Mentawai menganut eksogami, larangan untuk menikah dengan kelompok sosial yang sama. Maka dari itu, perkawinan harus dilakukan oleh dua klan yang berbeda. Pihak wanita akan ikut ke dalam klan dari pihak laki-laki.
Sistem Sosial Suku Mentawai
Apakah Kawan pernah mendengar tato dan meruncingkan gigi orang Mentawai? Tato dan gigi runcing ini merupakan bentuk dari sistem sosial suku Mentawai.
Tato adalah salah satu bentuk simbol kesukuan dari orang Mentawai. Tato ini dibuat dengan bertahap sebanyak tiga kali. Pertama dibuat saat usia 11-12 tahun di pangkal lengan. Tahap kedua dilakukan pada umur 18-19 tahun di bagian paha, dan terakhir dilakukan saat sudah dianggap dewasa.
Baca juga: Mengenal 4 Tato Simbol Pembagian Kerja ala Suku Mentawai
Tato berguna untuk memberikan simbol kesukuan, tanda kenal, hiasan, dan pakaian abadi. Tato ini juga dibentuk berdasarkan pekerjaan dari pemiliki tato. Motif tato dari suku Mentawai ini ada durukat, lokpok, dagdag,atau pulaigiania yang mempunyai arti simbol, jati diri individu, dan jati diri suku.
Selanjutnya, peruncingan gigi yang dilakukan oleh para perempuan. Peruncingan gigi ini merupakan salah satu bentuk kecantikan dan keanggunan para wanita Mentawai. Tak hanya satu, para wanita ini meruncingkan 23 gigi dalam sekali prosesi. Hal ini dilakukan oleh para wanita yang hendak menikah.
Hubungan Dunia dan Spiritual Orang Mentawai
Masyarakat suku Mentawai percaya bahwa setiap benda mati, tumbuhan, dan binatang di dunia memiliki roh atau jiwa yang harus dirawat dengan baik. Kepercayaan ini biasa disebut dengan Arat Sabulungan. Melalui Arat Sabulungan ini, orang Mentawai percaya hidup dengan harmoni bersama dengan roh.
Pada pembelajaran kepercayaan Arat Sabulungan ini, ada tiga roh di alam, yaitu roh laut Tai Kabagat-Kota, roh hutan dan gunung Tai Kaileleu, dan roh langit Tai Ka-Manua. Melalui kepercayaan ini, orang Mentawai tidak hanya hidup harmoni dengan dunia roh, melainkan juga membatasi diri untuk bertindak di dunia.
Baca juga: Mitos Tato bagi Masyarakat Suku Mentawai, Dipercaya Sebagai Pelindung dari Roh Jahat
Keharmonian dengan alam dan jauh dari kehidupan modern, suku Mentawai percaya dengan adanya penjaga antara dunia nyata dan roh bernama sikerei. Sikerei adalah seorang tabib yang bertugas untuk menyiapkan obat dengan campuran antara dedaunan dan mantra.
Melalui Arat Sabulungan ini, suku Mentawai percaya bahwa alam adalah sumber kehidupan mereka dan apapun yang mereka lakukan pada alam aka nada timbal baliknya. Apabila mereka baik pada alam, segala kebutuhan hidup tersedia, sedangkan mereka berbuat masalah, alam akan marah dan terjadi bencana.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News