Saung Ranggon merupakan salah satu cagar budaya yang ada di Bekasi. Bangunan yang sudah berdiri sejak abad ke 16 ini memiliki kisah dan sejarahnya tersendiri. Seperti apa? Yuk, simak artikel berikut!
Saung Ranggon berada di Desa Cikedokan, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi. Cikedokan sendiri berarti penyamaran, karena desa ini sempat menjadi tempat persembunyian dari kejaran Belanda pada masa penjajahan.
Saung Ranggon juga merupakan salah satu tempat yang digunakan sebagai persembunyian. Saung ini dibangun atas utusan Pangeran Rangga putra Pangeran Jayakarta dari Kesultanan Banten. Pada masa penjajahan, Pangeran Jayakarta merupakan orang yang sangat diburu oleh VOC.
Setelah Pangeran Rangga wafat, bangunan ini sempat terbengkalai dan akhirnya pada tahun 1821 ditemukan oleh Raden Abas dari Kerajaan Mataram.
Raden Abas kemudian merenovasi saung ini dan memberikan nama Saung Ranggon. Bangunan ini kemudian beralih menjadi tempat berkumpulnya pada wali di masa Kerajaan Mataram.
Bertahan Sejak Abad ke 16, Rumah Adat Sunda di Tengah Kota Bekasi Terbuat dari Kayu Nangka
Saung Ranggon berbentuk rumah panggung dengan ketinggian 2,5 meter di atas permukaan tanah. Bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 500 meter persegii ini hanya berukuran 7,6 x 7,2 meter. Pada bagian depan terdapat 7 buah anak tangga sebagai jalur masuk. Jumlah ini merujuk pada jumlah hari dalam seminggu.
Bangunan ini menggunakan kayu ulin sebagai bahan utama. Sementara bahan lain seperti bambu, kayu dan sabut kelapa digunakan sebagai pasak. Penggunaan material ini membuat Saung Ranggon bertahan dari masa ke masa dan tahan dari berbagai cuaca.
Atap Saung Ranggon berbentuk Julang Ngapak yaitu atap yang terdiri atas dua bidang miring dengan penutup dari sirap kayu. Uniknya, bangunan ini tidak memiliki jendela dan hanya ada satu ruangan.
Bagian lain di Saung Ranggon dibiarkan terbuka begitu saja tanpa sekat pemisah. Bangunan ini dikelilingi pagar setinggi 1,2 meter sebagai pelindung.
Di samping bangunan terdapat sumur tua yang usianya sama seperti Saung Ranggon dan pada waktu tertentu digunakan sebagai ritual. Ada juga makam Raden Abas yang merupakan pemrakarsa nama Saung Ranggon.
Saat ini, Saung Ranggon berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda-benda pusaka peninggalan leluhur. Benda-benda pusaka seperti keris dan belati disimpan di dalam Saung Ranggon. Pada bagian kolong bangunan juga terdapat tempat penyimpanan yang menyerupai sumur.
Misteri Omah Dhemamit, Bekasi Gudang Senjata Peninggalan Kompeni
Seperti tempat bersejarah lainnya, ada larangan yang harus ditaati ketika memasuki Saung Ranggon. Kawan GNFI tidak boleh mengucapkan kata-kata kasar. Sebelum memasuki bangunan ini, Kawan GNFI juga perlu meminta izin dulu pada kuncen.
Selain itu, tidak diperkenankan untuk sembarangan menyentuh benda pusaka yang ada di dalam bangunan. Hal ini perlu diperhatikan jika Kawan GNFI ingin terhindar dari hal yang tidak diinginkan.
Ada satu tradisi yang masih dilakukan oleh keturunan Raden Abas yang menjadi kuncen Saung Ranggon. Tradisi ini adalah mencuci benda pusaka setiap Maulid Nabi. Tradisi yang dilanjutkan dengan hiburan Tari jaipong serta wayang kulit khas Bekasi ini dilakukan di halaman Saung Ranggon.
Saung Ranggon juga dianggap sebagai salah satu bangunan sakral yang menjadi tempat tujuan bagi orang-orang meminta berkah atau petunjuk ketika akan melakukan hal penting.
Saung Ranggon merupakan bukti bahwa bangunan bisa bercerita. Dari satu bangunan yang beriiri, bisa diketahui apa sejarah yang mendasari berdirinya bangunan tersebut. Saung Ranggon bisa menjadi salah satu tempat untuk mempelajari sejarah masa penjajahan di Bekasi.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News