Keragaman budaya Pontianak senantiasa menarik perhatian khalayak. Salah satunya pada kain tenun dengan corak insang khas Pontianak. Kain ini tidak sekedar kain tenun biasa, di dalamnya memiliki filosofi dan makna yang dalam. Tak heran, kebudayaan ini ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun 2017.
Tenun corak insang merupakan kain tenun khas dari Pontianak yang memiliki motif dan bentuk seperti anyaman. Memiliki keindahan dan keunikan tersendiri, kain tenun ini masih terus dilestarikan hingga berhasil eksis hingga sekarang.
Sejarah dan Filosofi
Kain tenun corak insang mulai dikenal pada masa kesultanan Kadriyah yang dipimpin oleh Sultan Syarif Abdurrahman Al-Qadrie tahun 1771. Pada masa itu, kain ini hanya digunakan sebagai simbol status sosial oleh para bangsawan di istana Kadriah yang bergelar syarif dan syarifah.
Pada tahun 1930-an, seorang pedagang Arab mengenalkan kain tenun corak insang pada Sultan Pontianak yang pada saat itu dipegang oleh Sultan Al-Qadrie. Corak kain yang menarik serta terbuat dari bahan istimewa, mampu mendapat perhatian khusus pada Sultan Al-Qadrie.
Bahkan, istri dari Sultan Al-Qadrie pun terpikat pada keindahan kain tersebut, sampai-sampai dikenakannya saat menghadiri undangan dari Ratu Belanda. Momen tersebut menjadi titik mula kepopuleran dari kain tenun corak insang tersebut.
Kain tenun corak insang memiliki corak seperti insang ikan yang disimbolkan sebagai pernapasan dalam kehidupan. Hal ini disebabkan oleh kehidupan masyarakat Pontianak yang bergantung dengan Sungai Kapuas sebagai sumber penghidupan. Sebagian besar hidup mereka sebagai nelayan yang mencari ikan adalah ungkapan dari motif kain tenun corak insang.
Baca Juga: Keragaman Budaya Tionghoa yang Masih Kental di Pontianak
Pembuatan Kain Tenun Corak Insang
Dalam proses pembuatannya, harus dibutuhkan kesabaran ketelitian, dan ketekunan. Sebab motif yang dihasilkan dari kain tenun corak insang cukup rumit. Pada zaman dulu, pembuatan kain tenun ini menggunakan alat tenun sederhana serta memanfaatkan tumbuhan sekitar yang dijadikan sebagai pewarna alami.
Namun, kini perkembangan teknologi menjadikan motif kain tenun ini sebagai cap, tidak lagi dibuat melalui proses menenun yang rumit. Teknologi yang dimanfaatkan dalam proses pembuatan, mampu menghasilkan kain puluhan kali lipat lebih banyak dari cara tradisional.
Namun, di balik efektivitasnya, efesiensi teknologi tersebut melunturkan nilai tersendiri dari kain ini. Hal ini pula yang membedakan harga dari kain tenun corak insang. Helai tenun yang dikerjakan melalui cara dan alat tradisional menciptakan nilai yang tinggi.
Baca Juga: Kenyang Senang di Pekan Kuliner Cap Go Meh Pontianak
Pemakaian Kain Tenun Corak Insang dan Motifnya yang Masih Eksis Hingga Sekarang
Kepopuleran dari kain tenun corak insang di Pontianak masih bertahan hingga sekarang. Kain tenun ini digunakan oleh masyarakat pada berbagai kegiatan. Tak hanya pada acara-acara tradisional atau resmi saja, pada kegiatan sehari-hari pun masyarakat turut mengenakan kain tenun ini. Bahkan kain tenun corak insang diwajibkan oleh Pemerintah Daerah Pontianak sebagai pakaian seragam pada sekolah-sekolah dan perkantoran di hari-hari tertentu.
Pada acara resmi atau tradisional, seperti pernikahan, gunting rambut, khitanan, dan peringatan hari-hari besar, kain tenun ini kerap dipadukan baju telok belangga untuk pria atau baju karung untuk wanita yang menambah kesan keindahan.
Kini, perkembangan budaya menjadikan kain tenun corak insang tidak hanya dikenakan sebagai pakaian saja. Corak insang pada kain tenun tersebut diadopsi dalam berbagai jenis fashion yang kekinian.
Hal ini menjadikan kain tenun corak insang dikenal manca dunia. Tidak hanya diwariskan sebagai bentuk kebudayaan saja, kain tenun corak insang kini menjadi identitas Kota Pontianak.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News