Pelukis Yos Suprapto menjadi bahan perbincangan pada akhir Desember 2024 lalu. Pasalnya, pamerannya yang bertajuk “Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan” di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, batal digelar setelah kurator tidak berkenan memajang lima karyanya yang mengandung kritik politik dan berkaitan dengan salah satu tokoh tanah air.
Kebebasan berekspresi pun menjadi bahan perbincangan setelah kasus itu naik. Karena sebagai negara hukum, Indonesia memberi ruang berekspresi dan itu tertuang dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945.
Termasuk dalam berseni. Menciptakan karya seni dengan tema apapun itu adalah bentuk dari kebebasan berekspresi. Karena perlu disadari karya seni tak hanya urusan keindahan, tapi juga menjadi simbol perlawanan, wadah kritikan, penyampaian pendapat, dan refleksi zaman. Ambil contoh lukisan mahakarya Raden Saleh, “Penangkapan Pangeran Diponegoro” yang bila ditelaah mengandung kritik tajam untuk pemerintah kolonial Belanda dan pelukis Nicolaas Pieneman.
Kebebasan Berekspresi Penting
Eko Nugroho adalah seniman kontemporer Indonesia yang telah mengharumkan negara di dunia internasional. Karya-karyanya yang kaya warna dan bentuk sering mengangkat tema sosial sehingga related dengan kehidupan banyak orang.
Adapun sedari kecil, Eko sudah menuangkan ekspresi berkeseniannya. Jiwa seninya tercerminkan dalam bentuk kenakalan anak-anak dengan mencoret-coret tembok tetangga yang membuatnya dapat teguran dari orang tuanya.
Pelajaran hidup itu tampaknya disimpan betul oleh Eko. Ia pun menilai, kebebasan berekspresi dalam berkesenian memang penting, tapi tetap harus memiliki tanggung jawab di dalam karyanya.
“Artinya tidak hanya mengeksplorasi ekspresi yang berafiliasi dengan ego. Hanya membuncah mengekspresikan aja, tanpa ada tanggung jawab pada diri sendiri atau lingkungan atau sekitar ataupun wacana seni apapun,” ucap Eko kepada Good News From Indonesia dalam segmen GoodTalk.
Eko percaya rasa tanggung jawab mesti dipegang teguh oleh tiap-tiap seniman. Menurutnya sikap baik itu perlu dilakukan agar tidak ada lepas tangan dari sang seniman terhadap karyanya.
“Jadi artinya berkesenian dan berekspresi seluas mungkin itu penting karena kesenian membutuhkan itu. Tetapi memang pada akhirnya kita membutuhkan bahwa ekspresi yang kita curahkan itu ekspresi yang kita sadar kita bertanggung jawab terhadapnya. Tidak serta merta lempar batu sembunyi tangan,” ujarnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News