Solo dikenal sebagai kota dengan sejarah kerajaan yang melekat, termasuk Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran. Dua ikon kebudayaan tersebut menjadi destinasi wisatawan ketika mengunjungi kota Solo. Namun, tidak jarang mereka masih kerap terbalik bahkan tidak paham betul perbedaan antara Keraton Solo dan Pura Mangunegaran.
Keraton Solo dan Pura Mangkunegaran merupakan hasil perpecahan dari Kerajaan Mataram Islam. Saat ini, Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat atau Keraton Solo dipimpin oleh Sampeyan Ndalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (SISKS) Pakubuwono XIII. Sedangkan, Pura Mangkunegaran kini dipimpin oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara X.
Sejarah
Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat atau dikenal sebagai Keraton Solo berdiri pada 1745 Masehi oleh Sri Susuhunan Pakubuwono II. Keputusan pendirian keraton ini dilakukan sebab kerusakan parah Keraton Kartasura akibat pemberontakan pada peristiwa geger pecinan tahun 1743. Untuk mengatasi peristiwa tersebut, kemudian idibangunlah ibukota kerajaan baru yang letaknya 20 km ke arah tenggara dari Kartasura, tepatnya di Desa Sala (sekarang Solo). Dan di sinilah Keraton Solo didirikan.
Pada mulanya, Keraton Solo menjadi bagian dari Kerajaan Mataram. Namun, setelah dibacakannya Perjanjian Giyanti pada tahun 1755, Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua, Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Pendirian kedua kerajaan besar ini menandakan berakhirnya kesatuan kerajaan Mataram.
Sementara, Pura Mangkunegaran didirikan oleh Raden Mas Said, yang kemudian dikenal Mangkunegara I, pada tahun 1757. Bangunan ini mulanya merupakan kediaman dari Patih Sindureja, seorang patih Kasunanan Surakarta, yang diserahkan kepada Mangkunegaran I setelah Perjanjian Salatiga.
Pendirian Kadipaten Mangkunegaran di istana tersebut merupakan realisasi dari Perjanjian Salatiga. Perjanjian ini merupakan lanjutan dari konflik internal di Mataram, pasca Perjanjian Giyanti. Raden Mas Said yang sebelumnya melakukan perlawanan terhadap VOC dan Kasunanan Surakarta, akhirnya menerima kesepakatan dan mendirikan kadipaten sendiri di pusat pemerintahan Surakarta, Hingga kini yang kita kenal sekarang, Pura Mangkunegaran menjadi tempat kediaman Adipati Mangkunegara.
Baca Juga: Ponten Mangkunegaran, Simbol Modernisasi Sanitasi di Era Mangkunegara VII
Arsitektur, Tata Letak, dan Alun-Alun
Meskipun kedua kerajaan ini merupakan hasil dari kerajaan yang sama, Kerajaan Mataram, namun keduanya memiliki bangunan arsitektur yang berbeda. Arsitektur Keraton Solo dirancang oleh Pangeran Mangkubumi, yang kemudian bertahta di Kesultanan Yogyakarta. Arsitektur bangunan Keraton Solo memiliki banyak kemiripan dengan bangunan Keraton Yogyakarta. Sebagian besar dari bangunan keraton ini memiliki nuansa biru-putih dengan arsitektur gaya campuran Jawa-Eropa.
Kompleks bangunan yang terletak di Keraton Solo mencakup beberapa bangunan yang terkesan megah dan besar, antara lain Pendopo Agung, Sasana Sewaka, Sasana Handrawina, dan museum keraton.
Arsitektur bangunan Pura Mangkunegaran sendiri menggunakan gaya arsitektur gabungan antara gaya arsitektur Jawa dan Empire, sebuah gaya arsitektur asal Perancis yang berkembang antara abad ke-18 hingga 19. Beberapa ornamen bangunan di Pura Mangkunegaran terlihat memiliki gaya arsitektur Eropa dan Jawa sekaligus.
Sementara untuk tata letak bangunan Pura Mangkunegaran cenderung lebih kecil dibandingkan dengan Keraton Solo. Bangunan yang terdapat pada kompleks Pura Mangkunegaran, yakni pendopo besar, pringgitan, dan dalem ageng.
Keraton Solo memiliki dua alun-alun yang biasa digunakan berbagai pagelaran upacara adat, yaitu Alun-Alun Lor (utara) dan Alun-Alun Kidul (selatan).
Sedangkan Pura Mangkunegaran tidak memiliki alun-alun seperti Keraton Solo. Sebagai gantinya, Pura Mangkunegaran memiliki taman yang dikenal dengan Taman Pracima Tuin yang saat ini dimanfaatkan sebagai tempat acara seni dan budaya.
Baca Juga: Menelusuri Perbedaan Keraton Solo dan Yogyakarta
Status Pemerintahan dan Gelar Penguasa
Kepemimpinan Keraton Solo dipegang langsung oleh raja yang bergelar sunan. Saat ini Keraton Solo memiliki raja yang disebut Sunan Pakubuwono XIII.
Jikalau pemerintahan Keraton Solo dikendalikan oleh kepemimpinan kasunanan, sistem dari Pura Mangkunegaran hanya berbentuk kadipaten, yang mana sistem kepemimpinannya di bawah pemerintahan Keraton Solo.
Pengangkatan dari pemimpin Pura Mangkunegaran, yang bergelar Pangeran Adipati Arya, harus dengan persetujuan dari Keraton Solo. Kini Pura Mangkunegaran dipimpin oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara X, Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwa.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News