Setiap kota pasti memiliki keunikan budanyanya masing-masing, tidak terkecuali Kota Semarang. Adanya pengaruh Tionghoa, Melayu dan Arab membuat budaya Semarang semakin beragam. Dilansir dari solopos, pada November tahun lalu ada empat budaya Semarang yang ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda.
1. Arak-arakan Cheng Ho
Arak-arakan ini dilaksanakan untuk memperingati kedatangan Sam Poo Tay Djien atau Laksamana Cheng Ho ke Semarang. Kegiatan ini dilaksanakan dengan melakukan arak-arakan dari Klenteng Tay Kak Sie menuju Klenteng Sam Poo Kong.
Arak-arakan yang menjadi simbol akulturasi budaya di Semarang ini masuk ke dalam 110 Karisma Event Nusantara Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Selain itu, arak-arakan Cheng Ho juga masuk dalam salah satu warisan budaya tak benda Semarang.
Replika kapal Cheng Ho dan KimSin, patung dewa berbadan emas yang diarak sepanjang jalan menjadi atraksi yang menarik. Penampilan barongsai, tari naga dan jathilan juga menambah kemeriahan arak-arakan ini.
2. Macapat Semarangan
Macapat adalah puisi tradisional asal Jawa yang memiliki aturan-aturan tertentu. Isi macapat umumnya berisi nasihat dan biasanya dibawakan bersama penampilan wayang kulit dengan iringan gamelan.
Perbedaan macapat Semarangan dengan macapat lain terletak pada nada yang digunakan. Jika macapat umumnya hanya menggunakan pelog dan slendro yang berpedoman pada tangga nada pentatotnis. Macapat Semarangan selain menggunakan dua tangga nada tersebut, juga menggunakan tangga nada diatonis.
Macapat ini merupakan akulturasi budaya Tionghoa, Jawa dan Arab. Tidak hanya itu, macapat Semarangan juga sudah terdaftar sebagai warisan budaya tak benda Semarang.
3. Ketoprak Thruthuk
Umumnya, ketoprak dikenal sebagai makanan khas Jakarta. Namun, di Jawa ketoprak merupakan sebuah pentas kesenian dari Surakarta.
Ketoprak Thruthuk khas Semarang mempunyai ciri khas tersendiri. Ketoprak ini menggunakan kentongan sebagai iringan musik. Selain itu, pemain menggunakan dialek khas Semarangan dalam berdialog.
Warisan budaya yang hampir punah ini juga masuk dalam warisan budaya tak benda Semarang. Dilansir dari liputan6, Kelompok Tirang Semarang menjadi pelestari budaya yang hampir punah ini.
4. Batik Asem Semarang
Sesuai namanya, batik ini menggunakan motif buah asam yang menjadi cikal bakal nama Semarang. Warna-warna cerah seperti merah, kuning, hijau dan biru juga menjadi ciri khas batik khas Semarang ini.
Para perajin batik ini juga melakukan inovasi dengan menggunakan motif yang menampilkan ikon Semarang. Ikon-ikon seperti Lawang Sewu, warak ngendog, Tugu Muda dan burung blekok saat ini umum ditemui di batik Asem Semarang. Sama seperti tiga budaya sebelumnya, batik Asem Semarang ini juga masuk ke dalam warisan budaya tak benda Semarang.
Dugderan : Cara Masyarakat Semarang Untuk Menyambut Bulan Ramadhan
5. Dugderan
Warisan budaya yang setiap tahun dilaksanakan ini digunakan sebagai penanda dimulainya bulan Ramadan. Istilah dugderan sendiri merujuk pada "dug" bunyi beduk dan "deran" bunyi mercon yang dinyalakan ketika kegiatan ini berlangsung.
Ikon kota Semarang warak ngendog juga turut meramaikan dugderan ini. Replika warak ngendog biasanya diarak sepanjang jalan dugderan berlangsung.
Sesaji Rewanda: Bagaimana Monyet Membantu Sunan Kalijaga Membangun Masjid Agung Demak
6. Sesaji Rwanda
Sesaji Rwanda merupakan kegiatan napak tilas perjalanan Sunan Kalijaga ketika mencari kayu untuk membangun Masjid Demak. Saat itu, perjalanan Sunan Kalijaga mendapat bantuan dari monyet saat terhambat di Gua Kreo.
Sesaji Rwanda sendiri artinya memberikan sajian kepada rwanda atau monyet. Biasanya, kegiatan ini dilaksanakan setelah lebaran atau sebagai penanda datangnya bulan Syawal.
Sego kethek atau nasi monyet berupa gunungan berisi nasi, lauk pauk dan sayuran diarak bersama iringan empat orang berkostum monyet. Gunungan tersebut kemudian dibagikan kepada warga dan monyet yang ada di Gua Kreo.
7. Manten Kaji
Manten merupakan bahasa Jawa untuk istilah pengantin sementara Kaji adalah istilah Haji dalam bahasa Jawa. Istilah manten kaji merujuk pada pakaian pengantin pria yang mirip dengan gamis yang digunakan usai menunaikan haji atau kaji dalam bahasa Jawa. Warisan budaya ini merupakan akulturasi budaya yang disematkan dalam tata cara pernikahan khas Semarang.
Budaya Arab terlihat dari pakaian gamis dan sorban yang dikenakan mempelai pria. Tata rias pengantin wanita yang menggunakan bedak tebal dan pakaian model encim merupakan pengaruh budaya Tionghoa. Terakhir, budaya Eropa terlihat pada mahkota yang dikenakan pengantin wanita dan pedang yang disematkan di pakaian pengantin pria.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News