teras malioboro perubahan ikon wisata jogja dari masa kolonial hingga masa kini - News | Good News From Indonesia 2025

Teras Malioboro, Perubahan Ikon Wisata Jogja dari Masa Kolonial hingga Masa Kini

Teras Malioboro, Perubahan Ikon Wisata Jogja dari Masa Kolonial hingga Masa Kini
images info

Penutupan Teras Malioboro 2 yang ramai diperbincangkan belakangan ini mencerminkan langkah terbaru dalam upaya penataan kawasan Malioboro. Lokasi yang selama ini menjadi tempat relokasi pedagang kaki lima (PKL) tersebut kini ditutup sebagai bagian dari proyek Jogja Planning Gallery yang digadang-gadang menjadi pusat informasi, pembelajaran, dan refleksi filosofi kehidupan Jogja.

Sejak beberapa waktu lalu spanduk pengumuman penutupan Teras Malioboro telah terpajang. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Cagar Budaya Kota Yogyakarta menetapkan mulai tanggal 14 Januari 2025 Teras Malioboro 2 ditutup. Seluruh pedagang kaki lima di wilayah tersebut telah di relokasi ke dua tempat yakni Teras Malioboro Ketandan yang berjarak 2 kilometer dari lokasi sebelumnya dan Teras Malioboro Beskalan terletak tidak jauh dari kawasan Teras Malioboro 1.

Upaya penataan kawasan Malioboro ini bukanlah usaha pertama kalinya di lakukan oleh pemerintah Yogyakarta. Sejak awal berdiri kawasan Malioboro telah banyak bertransformasi hingga menjadi wajah yang saat kini kita kenali. Lalu bagaimana perubahan ikon wisata Jogja satu ini dari waktu ke waktu. Yuk, simak cerita sejarah Malioboro dari masa ke masa!

Malioboro di Masa Kolonial Belanda

Malioboro bermula dari Perjanjian Giyanti yang memecah Kerajaan Mataram Islam menjadi dua kesultanan, Kesultanan Yogyakarta dan Kesultanan Surakarta. Tempat satu ini, dibangun bebarengan dengan pembangunan Keraton Yogyakarta di tahun 1756.

Mulanya Malioboro tidak digunakan oleh masyarakat umum dan eksklusif hanya untuk jalan kerajaan atau Rajamarga. Dipandang kawasan ekslusif, Malioboro dijadikan ikon Jogja yang hanya difungsikan sebagai tempat seremoni-seremoni kerjaaan, seperti upacara penyambutan tamu kerajaan.

Setelah lama menjadi jalan kerajaan, Malioboro mulai ramai di tahun 1790 setelah pemerintah Belanda menyelesaikan pembangunan Benteng Vredeburg. Setelah rampung, bangunan-bangunan lain pun ikut dibangun untuk menunjang aktivitas para pejabat Belanda yang tinggal di kawasan tersebut, dimulai dari Protestanche Kerk (GPIB Margo Mulyo), Loji Setan (Gedung DPRD DIY), gedung Societeit (Taman Budaya Yogyakarta), dan sejumlah gudang dan kantor administratif lainnya.

Selama 1870-1920-an, fasilitas-fasilitas penunjang dibangun mulai dari Stasiun Tugu (1887), De Javasche Bank Kantor Cabang Yogyakarta (Bank Indonesia), Post Telegraaf en Telefoon Kantoor atau PTT (Kantor Pos Besar Yogyakarta), Kantor Asisten Residen (markas Korem 072 Pamungkas), Pegadaian Ngupasan, gedung perkantoran NILLMij (gedung Bank BNI ’46), dan lain sebagainya. Semenjak saat itu Malioboro berkembang pesat menjadi pusat perekonomian kota Yogyakarta.

Baca juga:Cerita Malioboro yang Awalnya Dikuasai Pedagang Tionghoa

Malioboro sebagai Saksi Sejarah Di Masa Sejarah

Malioboro merupakan saksi bisu perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Salah satu peristiwa paling bersejarah adalah Serangan Umum 1 Maret 1949, di mana pasukan TNI berhasil merebut Yogyakarta dari tangan Belanda selama enam jam.

Operasi ini menjadi bukti bahwa Republik Indonesia masih ada dan berdaulat, sekaligus menguatkan posisi diplomatik Indonesia di mata dunia. Malioboro, sebagai jalan utama yang menghubungkan keraton, tugu, dan pusat kota, menjadi pusat kegiatan strategis selama masa perjuangan. Kawasan ini juga menjadi tempat berbagai aktivitas nasionalis, termasuk rapat rahasia dan penyusunan strategi gerilya.

Malioboro Masa Kini: Perpaduan Tradisi dan Modernitas

Di era modern, kini Malioboro bertransformasi menjadi tempat wisata yang memadukan tradisi dan modernitas. Sejak tahun 2016, Malioboro memiliki wajah baru yang lebih bersih dan rapi dengan direlokasi pedagang kaki lima (PKL) dari kawasan pedestrian Jalan Malioboro ke tempat yang lebih teratur. Saat ini, berbagai event kebudayaan rutin diselanggaraan, seperti Festival Malioboro yang semakin memperkuat identitas ikon kota Jogja yang satu ini.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AN
AS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.