Masyarakat Batak pada masa lalu mempunyai komoditas yang setara dengan emas. Komoditas ini adalah sebuah kemenyan yang dinamakan oleh orang sekitar dengan nama haminjon.
Dinukil dari Merdeka, persebaran tanaman yang memiliki istilah Styrax Benzoin atau disebut Olibanum ini berada di Humbang Hasundutan (Humbahas), terutama di Kecamatan Pollung, Parlilitan, Dolok Sanggul, dan Sijamapolang.
Martumpol dalam Adat Batak, Sama dengan Tunangan?
Tapanuli Utara memang mempunyai hutan Kemenyan yang cukup luas, tepatnya berada di Kecamatan Parmonangan, Sahae, dan Sipahutar. Selain itu, Kemenyan juga tersebar di Kabupaten Toba, Kecamatan Borbor hingga ke wilayah Pakpak Barat.
Haminjon memiliki bau harum karena terdapat kandungan benzoin. Biasanya kemenyan ini digunakan untuk campuran rokok, pengawet, antiseptik, sampai parfum.
Diburu orang Arab
Dimuat dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, haminjon menjadi komoditas yang diincar sejak abad ke 5 Masehi. Bahkan harga dari haminjon ini sudah setara dan bahkan lebih dari emas.
Karena itu, kemenyan ini membawa kesejahteraan bagi para petaninya. Komoditas ini banyak diincar oleh pedagang dari Arab dan Mesir.
Penggunaan Kemenyan atau Haminjon sendiri untuk bahan pengawet mumi para raja-raja. Masih dari Pelabuhan Barus, Kemenyan diekspor ke Timur Tengah hingga dijadikan sebagai salah satu hadiah di samping emas dan mur.
Mangulosi, Tradisi Batak yang Terus Dilestarikan, Sarat Akan Pengharapan
Dimuat dari Kompas, Surat Kabar Imanuel yang diterbitkan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) edisi 24 Oktober 1920 menjelaskan produksi kemenyan sebanyak 1,8 ton lebih dengan nilai jual 1,5 juta gulden. Di koran yang sama dilaporkan bahwa pedagang besar meraup untung besar dari kemenyan.
Dijelaskan oleh surat kabar edisi 14 November 1920 itu harga belinya 70 sen per kilogram dan dijual 2,22 gulden. Namun, meski perdagangan ini sudah berjalan ratusan tahun, petani tak bisa menentukan harga dan tak mengetahui harga di perdagangan dunia.
“Sejak dulu, mereka pasrah dengan harga yang ditentukan tauke (pengepul). Mungkin mereka berpikir, dengan harga di tauke saja sudah kaya," ujar Roganda.
Harga anjlok
Tetapi pada masa sekarang harga Haminjon telah anjlok. Roganda mengungkapkan harga jual untuk kualitas nomor satu hanya Rp230.000.
“Lagi rendah harga kemenyan, di tingkat petani mereka jual ke tauke Rp 230.000 sampai 250.000 per kilogram yang kualitas nomor satu," kata Roganda.
Sigale-gale: Pelipur Lara Sang Raja dari Samosir
Roganda mengungkapkan harga hamilnjon sudah anjlok sebelum pandemi. Dirinya menduga ada permainan tengkulak yang melakukan penimbunan.
Hal ini yang menyebabkan anak-anak muda suku Batak tak tertarik menjadi petani, karena tidak menjanjikan seperti dulu. Mereka lebih memilih pekerjaan lain atau merantau.
“Ini harta yang harus dipertahankan. Biarlah anak-anak sekarang tak mau lagi berladang kemenyan. Kami yang tua-tua ini masih sanggup mengurusnya. Apalagi, panjang jalan kami mempertahankan kemenyan ini, banyak sudah perjuangan yang kami lakukan," katanya.
Sumber:
Kisah Haminjon di Tanah Batak, Dulu Melebihi Emas, Sekarang di Ambang Cemas (Bagian II)
Mengenal Haminjon, Komoditas Pembawa Berkah Kesejahteraan Bagi Masyarakat Batak
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News