Kawan GNFI, apakah Kawan pernah merasa bingung saat bertemu dengan orang baru? Apakah Kawan pernah merasa berbeda ketika berada di beberapa situasi?
Yuk, simak artikel berikut agar Kawan lebih memahami bagaimana menciptakan citra yang sesuai dengan situasi dan konteks!
Apa itu Pengelolaan Kesan?
Kebanyakan manusia tidak sadar bahwa perilaku yang ditunjukkan cukup berbeda saat berada di situasi penting dan pada saat sendiri. Sesuai dengan pengamatan yang telah dilakukan oleh seorang sosiolog asal Kanada, Erving Goffman, meyakini bahwa seorang individu belajar membentuk diri untuk menciptakan citra agar dapat memuaskan audiens tertentu yang disebut dengan management impression atau pengelolaan kesan.
Dalam beberapa momentum, seorang individu akan mengelola kesan untuk mendapatkan perhatian sekitar dengan mempresentasikan diri melalui citra yang ideal agar terpandang rapi dan baik untuk dapat berinteraksi. Hal ini bertujuan supaya tidak hanya menciptakan personal brandingyang terbaik, tetapi juga agar mendapatkan kesan yang seimbang dari orang lain.
Bermain Sandiwara di Atas Panggung Sosial
Pada dasarnya, setiap entitas merupakan tokoh utama di setiap kisahnya. Kita semua dituntut untuk menampilkan diri kita dalam versi terbaik, yang dimana tidak hanya berbaur, tetapi juga dapat diterima dengan baik oleh lingkupnya. Dengan begitu, citra yang ingin dikenali merupakan sesuatu yang harus dibentuk.
Masing-masing entitas dapat memilih pribadi seperti apa yang ingin dikenal oleh dunia. Faktor pembentuknya dapat didukung oleh pengalaman dan pengetahuan akan kehidupan. Menurut Erving Goffman pada karyanya yang berjudul The Presentation of Self in Everyday Life (1959), hal ini dinamakan front stage atau atas panggung.
Dapat diinterpretasikan bahwa individu merupakan aktor yang mementaskan perannya di atas panggung dengan mencerminkan beberapa norma dan perspektif yang diintegrasikan untuk memanipulasi latar, penampilan, dan peran khusus. Sementara kehidupan sosial merupakan panggung sandiwaranya.
Pada kehidupan sehari-hari, istilah atas panggunglebih familiar dengan sekolah, kampus, atau tempat kerja yang mengharuskan kita untuk bermain peran. Bersosialisasi, berdebat, serta bermusyawarah untuk mendapatkan satu titik merupakan beberapa atraksi yang sering ditampilkan di atas panggung.
Penting untuk mengetahui latar serta konteks dengan siapa akan berinteraksi untuk setiap perannya agar mendapatkan respon yang memuaskan dan bermanfaat. Seperti bagaimana cara bersikap dan berpenampilan untuk dapat menyuguhkan kesan pertama yang berkesan. Kesan pertama sangatlah penting, akan tetapi hal tersebut dapat menyesatkan.
Pada studi Goffman, perhatian pada aspek lain dari diri sendiri disebut face-work. Face-work dibutuhkan untuk menjaga citra diri yang benar untuk melakukan interaksi sosial. Misalnya, pada saat menghadiri makan malam di restoran yang mewah yang dihadiri oleh beberapa kolega dan klien, face-work yang ditampilkan adalah dengan berpakaian formal, bersih, dan berperilaku sesuai dengan tata krama.
Berbeda pada saat bermain dengan teman-teman kuliah yang gayanya lebih kasual dan santai. Tentu citra yang ditampilkan tidak sama pada saat menghadiri makan malam di restoran. Korelasi antara face-work dengan first impression merupakan satu hal yang sama untuk menciptakan kesan baru yang profesional agar dapat diterima di situasi tertentu.
Panggung Sandiwara di Era Digital
Hal yang lebih relevan di era saat ini, akun pertama media sosial, yang biasanya dikaitkan sebagai panggung pertunjukkan setiap individu. Pada halaman pribadinya, para pengguna dapat mengunggah konten yang sudah dipilih dan disunting untuk mempresentasikan personal branding mereka agar mendapatkan kesan dan tanggapan yang baik, sehingga para pengikut tidak perlu melihat mentahnya atau ketidaksempurnaannya.
Namun, Kawan GNFI harus tetap waspada untuk mengendalikan ekspresi saat berada di panggung sosial, ya. Karena, ada banyak hal yang dapat membuat penampilan menjadi salah dan audiens menganggap dikhianati.
Seperti yang pada awalnya, para audiens mengenal kita sebagai pribadi yang menawan dan jauh dari kesalahan. Namun, ketika kita tidak sengaja menampilkan perbuatan diluar citra kita, hal itu dapat membawa perspektif baru yang buruk untuk jejak kita.
Dalam sebuah “pertunjukkan” yang cukup menuntut, para entitas memiliki area belakang panggung atau backstage yang dimana dapat dijadikan sebagai ruang tanpa sandiwara dan tentunya lebih rileks untuk menjadi diri sendiri yang sebenarnya. Sebagaimana yang dibahas oleh Goffman, situasi pada backstage merupakan momentum yang dimanfaatkan untuk menyiapkan diri sebelum ditampilkan di jangkauan umum yang lebih luas.
Sebutan backstage berarti apa yang aktor lakukan saat tidak ada yang melihat, sehingga terbebas dari ekspektasi dan aturan di atas panggung. Hal ini dapat melibatkan banyak pihak, seperti keluarga, pasangan, teman dekat, dan diri sendiri.
Pada situasi ini, masing-masing aktor dapat saling bercerita, bertukar kasih, dan berbagi emosi dengan lawan mainnya serta melakukan introspeksi diri. Sehingga, kewarasan pikiran dan emosi akan jauh lebih diprioritaskan disini.
Kawan GNFI, sekarang Kawan telah memahami perbedaan bagaimana cara entitas berperilaku di depan dan di belakang panggung secara signifikan. Batasan yang muncul menjadi perhatian penting untuk Kawan agar dapat menggunakan citra sesuai dengan konteksnya.
Apabila Kawan mengabaikan harapan penonton untuk berperilaku di depan maupun di belakang panggung, hal tersebut dapat menimbulkan rasa malu, kebingungan, dan bahkan kontroversi. Sehingga, ekspektasi yang terkait sangat berpengaruh agar kedua ranah ini terjaga dan tetap terpisah.
Mulai saat ini, Kawan GNFI harus lebih memperhatikan panggung sandiwara, ya. Selain untuk menciptakan brandingyang profesional, kedua ranah ini sangat membantu Kawan GNFI untuk lebih dekat dengan diri Kawan sendiri, loh!
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News