Watu Pinawetengan, atau yang dikenal sebagai Batu Tempat Pembagian, terletak di Kecamatan Tompaso, Kabupaten Minahasa. Situs ini menyimpan sejarah penting yang menjadi fondasi identitas masyarakat Minahasa.
Pada sekitar 1000 SM, para leluhur dari sembilan sub etnis Minahasa-Tontembuan, Tombulu, Tonsea, Tolowur, Tonsawang, Pasan, Ponosakan, Bantik, dan Siao berkumpul di tempat ini untuk membagi wilayah, sekaligus mencari solusi bersama atas persoalan yang dihadapi.
Batu besar ini dihiasi berbagai motif yang dipercaya berasal dari hasil musyawarah leluhur. Ukirannya beragam, mulai dari bentuk manusia, simbol alat kelamin pria dan wanita, hingga motif dedaunan dan garis-garis abstrak.
Baca Juga: Eksplorasi Keberagaman Suku di Sulawesi Utara
Meski beberapa bentuk terlihat tanpa makna jelas, masyarakat sekitar memiliki pandangan bahwa batu ini menggambarkan peta wilayah Minahasa. Ada pula yang mengaitkan bentuknya dengan seseorang yang bersujud kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sejarah di Balik Watu Pinawetengan
Batu ini menjadi saksi ikrar persatuan suku-suku di tanah Malesung, nama Minahasa sebelum mendapat julukan tersebut. Sebelum adanya Watu Pinawetengan, kehidupan masyarakat Minahasa yang tersebar di berbagai kelompok kecil sering kali diwarnai konflik, baik karena perbatasan wilayah maupun persaingan sumber daya.
Untuk mengatasi hal ini, para pemimpin suku berkumpul di sebuah bukit bernama Bukit Tonderukan. Dalam pertemuan tersebut, para tonaas (tetua adat) memutuskan untuk membangun persatuan di bawah nama "Tou Minahasa" yang berarti "menjadi satu." Nama ini berasal dari kata "Mina" (menjadi) dan "Esa" (satu).
Ikrar ini juga bertujuan untuk memperkuat solidaritas dalam menghadapi ancaman dari luar, seperti serangan Spanyol yang dikenal sebagai Tasikela.
Tradisi dan Nilai Sakral
Hingga saat ini, Watu Pinawetengan tetap menjadi simbol penting bagi masyarakat Minahasa. Setiap tanggal 3 Januari, masyarakat mengadakan ritual ziarah di situs ini, sementara pada 7 Juli, pertunjukan seni dan budaya digelar untuk melestarikan tradisi yang hampir terkikis.
Berdasarkan berbagai penelitian, Watu Pinawetengan diyakini memiliki peran sebagai:
- Tempat pembagian wilayah dan bahasa oleh para pemimpin subetnis Minahasa.
- Lokasi musyawarah untuk merancang sistem pemerintahan di Minahasa.
- Area berikrar untuk bersatu dalam melawan ancaman eksternal.
Baca Juga: Si Tou Timou Tumou Tou, Filosofi Hidup dari Sulawesi Utara yang Tetap Relevan Sepanjang Masa
Ukiran-ukiran di batu ini menjadi bukti nyata persatuan dan semangat gotong royong masyarakat Minahasa di masa lalu. Nilai-nilai tersebut tetap hidup di hati Tou Minahasa, baik mereka yang tinggal di tanah kelahirannya maupun di perantauan.
Watu Pinawetengan bukan hanya sekadar batu, tetapi sebuah saksi bisu sejarah dan simbol kebersamaan yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Kehadirannya menjadi pengingat bahwa persatuan selalu menjadi kekuatan utama bagi masyarakat Minahasa. "Pakatuan Wo Pakalawiren" atau kebersamaan dan keharmonisan, tetap menjadi pegangan bagi Tou Minahasa hingga kini.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News