Dalam beberapa tahun terakhir, sektor manufaktur telah menjadi motor penggerak utama perekonomian Indonesia. Di antara sektor-sektor manufaktur tersebut, industri kimia, farmasi, dan tekstil (IKFT) mencuat sebagai salah satu yang paling berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan pesat sektor IKFT juga didorong oleh keberhasilan subsektor-sektornya, seperti industri tekstil, alas kaki, dan kimia, yang terus memperlihatkan pemulihan dan inovasi di tengah dinamika pasar.
Dengan berbagai program dan kebijakan strategis yang telah dirancang, IKFT akan terus menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus bersaing di panggung global.
Kontribusi Besar bagi Ekonomi Nasional
Pada triwulan III 2024, sektor ini berhasil mencatatkan pertumbuhan kumulatif sebesar 4,2%, sekaligus memberikan kontribusi signifikan terhadap kinerja industri pengolahan nonmigas dan PDB nasional.
Angka ini menunjukkan bahwa IKFT tidak hanya penting dari segi ekonomi, tetapi juga strategis dalam mendukung visi pembangunan jangka panjang Indonesia.
“Sektor IKFT masih memberikan kontribusi besar terhadap kinerja industri pengolahan nonmigas dan PDB nasional, masing-masing sebesar 22,46 persen dan 3,87 persen pada triwulan III-2024," ujar Plt. Direktur Jenderal IKFT Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Reni Yanita, dalam acara “Outlook Sektor Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Tahun 2025” di Yogyakarta.
Data ini menunjukkan bahwa IKFT bukan sekadar industri pengolahan, tetapi juga penopang utama perekonomian nasional.
Dengan pertumbuhan subsektor yang signifikan, seperti industri kulit dan alas kaki yang melesat hingga 10,15%, industri tekstil dan pakaian jadi yang tumbuh 7,43%, serta industri kimia, farmasi, dan obat tradisional dengan pertumbuhan 3,08%, sektor ini semakin kokoh menghadapi tantangan global.
Strategi untuk Pertumbuhan Berkelanjutan
Pertumbuhan subsektor IKFT tidak lepas dari upaya pemerintah dan pelaku industri dalam menghadapi tantangan ekonomi yang dinamis. Misalnya, industri tekstil yang pada triwulan II-2024 sempat terkontraksi (-0,03%), berhasil bangkit pada triwulan III dengan mencatatkan pertumbuhan hingga 7,43%.
“Angka-angka ini adalah hasil dari kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat. Namun, kita tidak boleh lengah karena tantangan global seperti ketidakstabilan politik dan ekonomi masih membayangi," terang Reni.
Untuk menjaga momentum ini, Kemenperin telah menyiapkan serangkaian strategi. Beberapa program unggulan yang menjadi prioritas antara lain:
- Pengendalian Impor Produk Jadi: Melindungi pasar domestik dari gempuran produk impor.
- Restrukturisasi Mesin dan Peralatan: Meningkatkan daya saing industri tekstil, kulit, dan alas kaki.
- Peningkatan Ekspor: Melalui fasilitasi promosi dan perluasan akses pasar global.
- Implementasi Keberlanjutan: Mendorong ekonomi sirkular dan dekarbonisasi untuk menciptakan industri ramah lingkungan.
- Peningkatan Teknologi: Mempercepat transformasi industri melalui implementasi Industri 4.0.
Menurut Reni, kebijakan seperti Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sangat penting untuk menjaga daya saing industri dalam negeri.
“Kami mengusulkan perluasan implementasi HGBT untuk memperkuat fondasi industri nasional,” tambahnya.
Target Besar Menuju 2029
Kemenperin juga telah menetapkan target ambisius untuk sektor IKFT dalam mendukung visi Indonesia Emas 2045.
Pada tahapan awal (2025–2029), fokus utama adalah hilirisasi sumber daya alam, penguatan riset inovasi, dan peningkatan produktivitas tenaga kerja.
Dengan target pertumbuhan sektor IKFT mencapai 6,59% pada 2025 hingga 7,97% pada 2027, subsektor kimia dan farmasi diproyeksikan menjadi penggerak utama dengan pertumbuhan 7,98%–9,33%.
Kontribusi sektor ini terhadap PDB juga ditargetkan meningkat dari 3,62% pada 2025 menjadi 3,86% pada 2029.
Meski demikian, tidak menutup kemungkinan bila tantangan yang ada bisa menghambat perkembangan sektor ini.
“Tekanan impor, regulasi yang belum sepenuhnya berpihak pada pelaku industri, serta kondisi global yang tidak stabil adalah tantangan yang harus kita hadapi bersama,” ujarnya.
Untuk itu, kebijakan pro-industri seperti fasilitasi investasi di sektor petrokimia, restrukturisasi mesin, dan harmonisasi tarif akan terus diperkuat. Selain itu, penguatan kolaborasi dengan mitra internasional juga menjadi prioritas untuk memperluas akses pasar ekspor.
“Industri manufaktur, khususnya IKFT, adalah prime mover perekonomian kita. Dengan kebijakan yang mendukung, saya optimistis sektor ini akan terus melaju,” pungkas Reni.
Tidak hanya menjadi pilar penting dalam pembangunan ekonomi jangka pendek, sektor IKFT juga memegang peran kunci dalam mewujudkan Indonesia sebagai salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia pada 2045.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News