Palu Wasteless baru saja menyelesaikan rangkaian kegiatan kolaboratif yang melibatkan berbagai komunitas lingkungan di kota Palu, termasuk Trash Ranger Sulawesi Tengah. Acara yang berlangsung bertujuan untuk menemukan sebuah jalan keluar dalam menangani isu food waste (sisa makanan).
Sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) ke-12 tentang konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, perhelatan ini berada di Palu, selama 3 hari yaitu 13—15 Desember 2024.
Data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) menunjukkan bahwa tahun 2024 timbulan sampah sisa makanan atau food waste di Kota Palu mencapai 70 persen dari total jumlah timbulan sampah.
Hal ini diperparah oleh perubahan kultur masyarakat yang semakin terbiasa membeli makanan di luar dibandingkan memasak sendiri di rumah
Melalui Palu Wasteless, komunitas lingkungan di Kota Palu ingin memberikan edukasi dan solusi konkret untuk mengatasi masalah ini dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah hingga masyarakat umum.
Hari pertama kegiatan dimulai dengan Talkshow Food Waste Food Wise “Palu, Apa Kabar Sampah Makananmu?” yang menghadirkan Wakil Wali Kota Palu, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kota Palu, dan Dinas Koperasi & UMKM Kota Palu.
Pemda beserta Dinas memberikan pandangan terkait dampak dan tantangan penanganan isu food waste di Kota Palu. Selain itu, Asosiasi Pengusaha Jasaboga Indonesia (APJI) Sulawesi Tengah dan Kerukunan Warung Sari Laut Palu (KWSLP) turut memberikan tanggapan dari perspektif pelaku usaha kuliner.
Pestisida Nabati Mimba, Inovasi Ramah Lingkungan untuk Membasmi Hama
Talkshow ini diakhiri dengan sesi tanya jawab yang penuh semangat, di mana peserta antarkomunitas memberikan pertanyaan serta saran untuk sektor pemerintah dalam mendukung para komunitas lingkungan untuk mengelola limbah makanan ini.
Salah satu yang bisa dilakukan adalah mendukung adanya bank maggot di setiap kelurahan.
Suasana santai, tetapi produktif mewarnai hari kedua. Para peserta, yang terdiri dari berbagai komunitas lingkungan, berdiskusi dalam kelompok kecil untuk bertukar gagasan terkait peran pemerintah, sektor swasta, dan non-pemerintah dalam mengatasi limbah makanan.
Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi mereka, diikuti dengan tanggapan dari kelompok lain. Diskusi ini berhasil menciptakan pemahaman yang lebih mendalam dan menghasilkan berbagai rekomendasi tindakan yang dapat diimplementasikan di masa depan.
Sebagai penutup, para peserta menggelar Kampanye Publik di area Car Free Day. Mereka mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mengurangi food waste melalui poster. Respon positif terlihat dari banyaknya pengunjung yang tertarik dan berinteraksi dengan para peserta.
Salah satu pegiat agroponik Kota Palu turut hadir saat Kampanye Publik di area Car Free Day berlangsung. "Dengan gerakan-gerakan kampanye seperti ini orang akan menjadi paham, terutama untuk pemisahan sampah. Sampah mana bisa diolah, mana sampah yang harus dibuang," ujarnya.
Konversi Motor Listrik Gratis Tahun 2024, Solusi Hemat dan Ramah Lingkungan
Memahami Food Waste
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga menyelidiki masalah sampah sisa makanan di Indonesia dalam laporan Food Loss and Waste, yang diterbitkan pada tahun 2021 oleh Bappenas bersama Waste4Change dan World Research Institute.
Hasilnya menunjukkan bahwa sampah makanan di Indonesia mencapai 115—184 kilogram per kapita per tahun dari tahun 2000 hingga 2019, dengan porsi terbesar terjadi pada tahap konsumsi.
Seandainya sisa makanan ini digunakan, akan mencukupi gizi untuk 61 hingga 125 juta orang di Indonesia.
Selain itu, dampak ekonomi lebih lanjut dari sampah sisa makanan diperkirakan mencapai 213-551 Triliun USD per tahun, dan secara rata-rata berkontribusi pada 7,29% emisi gas rumah kaca per tahun.
Jika masalah ini tidak hilang selama rutinitas bisnis, maka jumlah timbulan sampah sisa makanan akan mencapai 344 Kg/kapita/tahun di tahun 2045 atau nyaris 200% dari kondisi 20 tahun belakangan.
Dampak Food waste
Berikut ini adalah beberapa efek nyata dari sampah makanan.
Dampak Terhadap Lingkungan
- Pencemaran Lingkungan
Makanan yang membusuk di tempat pembuangan sampah menghasilkan gas metana (CH₄), gas rumah kaca yang 25 kali lebih kuat dibandingkan karbon dioksida (CO₂) dalam memicu pemanasan global. - Pemborosan Sumber Daya Alam
Proses produksi makanan memerlukan banyak sumber daya seperti air, lahan, energi, dan bahan bakar. Ketika makanan terbuang, sumber daya tersebut ikut terbuang.
Contoh: Untuk memproduksi 1 kg daging sapi, diperlukan sekitar 15.000 liter air. - Deforestasi dan Kerusakan Ekosistem
Lahan yang dibuka untuk pertanian menjadi sia-sia jika hasil panen terbuang, sementara ekosistem alami seperti hutan rusak untuk membuka lahan. - Degradasi Tanah dan Polusi Air
Limbah makanan yang dibuang sembarangan mencemari tanah dan air, terutama jika tercampur dengan sampah non-organik.
Bisa Menimbulkan Krisis Pangan Untuk Produsen Kecil
Kerugian dapat berdampak langsung pada ketersediaan makanan, sehingga produsen kecil lebih rentan terhadap pangan. Food waste juga dapat menyebabkan makanan yang terbuang menjadi kurang gizi, yang berdampak negatif pada kesehatan masyarakat.
Semarak Fun Run Hari Bakti PU: Olahraga, Aksi Sosial, dan Pelestarian Lingkungan
Dampak Kesehatan
- Sampah yang Tidak Terkelola
Limbah makanan yang membusuk di lingkungan dapat menjadi sarang bakteri, virus, dan hama penyebab penyakit. - Polusi Udara
Proses pembusukan makanan di tempat pembuangan sampah menghasilkan gas beracun seperti amonia dan hidrogen sulfida, yang berdampak pada kesehatan pernapasan manusia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News