Masjid Agung Banten merupakan salah satu peninggalan sejarah Islam yang paling ikonik di Indonesia. Berlokasi di Desa Banten Lama, Kecamatan Kasemen, Serang, Banten, masjid ini menjadi saksi bisu kejayaan Kerajaan Banten sekaligus simbol harmoni berbagai budaya.
Masjid ini didirikan pada abad 1522—1570 Masehi oleh Sultan Maulana Hasanuddin, putra Sunan Gunung Jati, salah satu Wali Songo. Sebagai pusat pemerintahan dan keagamaan Kerajaan Banten, Masjid Agung Banten memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di Nusantara. Keberadaannya menunjukkan betapa kuatnya pengaruh Islam di wilayah pesisir utara Pulau Jawa saat itu.
Baca Juga: Sejarah Kerajaan Banten, Pusat Perdagangan dan Kejayaan Islam Nusantara
Keunikan Arsitektur dan Kompleks Masjid
Bangunan utama Masjid Agung Banten berbentuk segi empat dengan atap bersusun lima, yang menjadi ciri khasnya. Selain itu, terdapat dua serambi di sisi kiri dan kanan masjid, yang kemudian ditambahkan di masa selanjutnya.
Serambi ini juga memiliki fungsi penting, karena menjadi tempat pemakaman para sultan dan keluarga Kesultanan Banten.
Di serambi utara, terdapat makam Sultan Maulana Hasanuddin dan istrinya, Sultan Ageng Tirtayasa, serta Sultan Abu Nashr Abdul Qahhar. Sedangkan di serambi selatan, terdapat makam Sultan Maulana Muhammad dan Sultan Zainul Abidin. Adanya makam-makam ini menjadikan Masjid Agung Banten tak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga tujuan utama ziarah.
Salah satu daya tarik utama masjid ini adalah menara setinggi 30 meter di sisi timur. Menara ini dibangun pada masa Sultan Haji pada tahun 1620 dengan bantuan seorang arsitek Belanda, Hendrik Lucazoon Cardeel.
Menara ini dulunya berfungsi untuk mengumandangkan azan sekaligus memantau aktivitas di perairan Banten. Tangga spiral di dalam menara cukup sempit dan hanya bisa dilalui satu orang, menjadikannya pengalaman menarik bagi pengunjung yang ingin mencapai puncak.
Perpaduan Budaya dalam Arsitektur
Keberadaan Masjid Agung Banten mencerminkan harmoni budaya. Atap masjid menunjukkan pengaruh arsitektur Jawa dan Tiongkok, sedangkan menaranya membawa nuansa arsitektur Belanda.
Bahkan, tangga menuju bagian masjid dirancang menyerupai goa dengan bantuan seorang arsitek asal Mongolia bernama Cek Ban Cut.
Selain itu, di bagian selatan masjid terdapat bangunan bernama Tiyamah, yang berfungsi sebagai tempat musyawarah dan diskusi keagamaan. Desainnya yang bergaya arsitektur Belanda kuno menambah keunikan kompleks masjid ini.
Simbol Toleransi dan Keberagaman
Kesultanan Banten menempatkan Islam sebagai dasar kehidupan politik dan budaya, tetapi tetap memberi ruang bagi keberagaman. Di sekitar masjid, terdapat kelenteng yang digunakan sebagai tempat ibadah oleh masyarakat Tionghoa, menunjukkan tingginya tingkat toleransi pada masa itu.
Baca Juga: Tradisi Gotong Toapekong, Simbol Toleransi dan Kekayaan Budaya di Banten
Wisata Religi dan Edukasi
Saat ini, Masjid Agung Banten menjadi tujuan utama wisata religi, terutama pada hari-hari besar Islam. Selain untuk beribadah, pengunjung juga datang untuk belajar sejarah dan menikmati keindahan arsitektur yang memadukan berbagai budaya.
Masjid Agung Banten adalah cerminan kejayaan Islam di Nusantara, sekaligus bukti harmonisasi budaya yang telah menjadi identitas bangsa kita. Mengunjungi masjid ini tidak hanya membawa pengalaman spiritual, tetapi juga pelajaran berharga tentang keberagaman dan toleransi.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News