Indonesia, sebagai negara tropis dengan curah hujan yang tinggi, kerap kali dihadapkan dengan berbagai mitos dan kepercayaan yang berkaitan dengan fenomena alam ini. Meskipun ilmu pengetahuan telah menjelaskan sebagian besar fenomena cuaca secara logis dan ilmiah, beberapa mitos tentang hujan tetap bertahan dan masih dipercayai oleh sebagian masyarakat.
Menariknya, mitos-mitos ini sering kali turun-temurun dan menjadi bagian dari budaya lokal. Yuk, kita simak beberapa mitos yang masih berkembang di Indonesia!
1. Menggantung Cabai untuk Menangkal Hujan
Mitos ini sering muncul saat ada acara besar. Menurut kepercayaan lama, hujan bisa dicegah dengan menancapkan cabai yang dibungkus bersama bawang merah atau bawang putih ke tanah, atau menggantung cabai dan garam di atap. Pawang hujan kerap menggunakan metode ini agar cuaca tetap cerah.
Namun, secara ilmiah, hujan dipengaruhi oleh faktor alam seperti kelembaban, suhu, dan angin, yang tentu tidak bisa diatur dengan metode ini. Meski begitu, hingga saat ini, sebagian orang masih mempercayai praktik ini.
2. Hujan dengan Panas Terik adalah Pertanda Buruk
Bagi sebagian masyarakat, melihat hujan turun sementara matahari masih bersinar terang dianggap sebagai pertanda buruk. Fenomena alam yang disebut sebagai 'sun shower' ini dipercaya membawa pesan duka, seperti kematian seseorang, atau pertanda akan datangnya bencana.
Dalam beberapa budaya lokal, hujan di bawah terik matahari bahkan dianggap sebagai tanda bahwa makhluk halus sedang menikah.
Secara ilmiah, sun shower terjadi ketika awan hujan terpisah dari awan yang menutup cahaya matahari. Hal ini biasanya disebabkan oleh pergerakan awan yang berbeda-beda di langit, sehingga area hujan dan area matahari terang bisa terjadi secara bersamaan.
Jadi, meski terlihat tidak biasa, fenomena ini sebenarnya hanya hasil dari dinamika cuaca yang biasa terjadi.
3. Melempar Kolor ke Genteng untuk Menghentikan Hujan
Mitos yang satu ini mungkin terdengar lucu, tetapi percaya atau tidak, banyak orang yang masih mempercayainya. Melempar celana dalam atau kolor ke atap rumah dipercaya dapat menghentikan hujan. Ritual ini biasanya dilakukan ketika sedang ada hajatan penting, dan seringkali disertai dengan doa-doa untuk memperkuat efeknya.
Walau terlihat aneh, mitos ini masih sering dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Namun, seperti halnya mitos cabai, metode ini tentu tidak memiliki dasar ilmiah. Hujan terjadi karena proses kondensasi di atmosfer yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan tentu saja tidak dapat dihalangi hanya dengan melempar celana ke atas genteng.
4. Baskom Air dan Garam Bisa Membuat Hujan
Sebaliknya dari mitos untuk menghalangi hujan, ada juga mitos yang menyebutkan bahwa menaruh baskom berisi air dan garam di luar rumah dapat mendatangkan hujan. Menurut kepercayaan, air garam dalam baskom akan mempercepat proses kondensasi sehingga hujan pun akan segera turun.
Namun, berdasarkan kajian ilmiah, metode ini jelas tidak berdampak pada proses pembentukan hujan. Hujan terbentuk di lapisan atmosfer yang jauh lebih tinggi daripada sekadar interaksi antara garam dan air di permukaan bumi.
5. Hujan saat Imlek Membawa Keberuntungan
Di kalangan masyarakat Tionghoa, hujan yang turun saat perayaan Imlek diyakini sebagai pertanda keberuntungan dan kemakmuran di tahun yang akan datang. Kepercayaan ini berasal dari masa lampau, ketika masyarakat agraris mengandalkan hujan untuk pertumbuhan tanaman dan panen yang sukses. Hujan yang turun pada saat Imlek dianggap sebagai berkah yang akan membawa rezeki melimpah.
Meskipun ini hanya mitos, kepercayaan ini masih erat dipegang oleh banyak keluarga Tionghoa hingga saat ini. Secara ilmiah, turunnya hujan pada perayaan Imlek hanyalah kebetulan yang tidak ada hubungannya dengan rezeki atau keberuntungan di masa mendatang. Namun, keyakinan ini tetap menjadi bagian dari tradisi yang memperkaya budaya perayaan Tahun Baru Imlek.
Mitos Seputar Hujan dari Berbagai Budaya Dunia
Fenomena hujan tidak hanya menghasilkan mitos di Indonesia, tetapi juga di berbagai belahan dunia. Mitos-mitos ini sering kali mencerminkan hubungan erat manusia dengan alam serta kepercayaan pada kekuatan ilahi atau supranatural yang mengendalikan cuaca.
1. Mitologi Yunani
Di Yunani kuno, hujan dianggap sebagai pemberian yang penuh berkah dari Dewa Zeus, yang menguasai langit dan cuaca. Zeus dikatakan mengirim hujan sebagai bentuk kemurahan hati, memberikan kesuburan pada tanah dan kesejahteraan bagi umat manusia.
2. Mitologi Mesir Kuno
Dalam mitologi Mesir, hujan dikaitkan dengan Dewa Osiris, yang dikenal sebagai dewa kehidupan setelah kematian dan kelahiran kembali. Hujan dipandang sebagai pemberi kehidupan yang membuat tanah menjadi subur. Selain itu, hujan juga diyakini sebagai air mata dewa matahari, Re, yang jatuh ke bumi.
3. Budaya China
Di China, terdapat sebuah cerita legenda yang menceritakan tentang Dewi Nüwa yang memanfaatkan tanah liat untuk menyatukan langit yang pecah. Air mata Nüwa yang jatuh saat proses ini dianggap sebagai hujan, simbol kesuburan dan berkah.
4. Budaya Korea
Pindahan rumah saat hujan di Korea dipercaya membawa keberuntungan dan rezeki yang melimpah. Selain itu, hujan yang turun sebelum perayaan Imlek dipercaya sebagai tanda keberuntungan dari Dewa Hujan.
5. Budaya Jepang
Di Jepang, hujan sering kali dikaitkan dengan makhluk mitologi Shachihoko, yang dipercaya bisa mengendalikan cuaca dan mengirim hujan untuk menyuburkan tanah.
Ilmu Pengetahuan di Balik Mitos Hujan
Banyak dari mitos hujan ini tentu tidak memiliki dasar ilmiah, dan seiring berjalannya waktu, ilmu pengetahuan telah memberikan penjelasan yang lebih rasional mengenai fenomena alam ini. Misalnya, bau khas setelah hujan, yang sering dikira sebagai bau air hujan, sebenarnya adalah hasil dari senyawa bernama geosmin yang diproduksi oleh bakteri di dalam tanah.
Ketika hujan turun, geosmin terangkat ke udara dan menciptakan aroma segar yang akrab di hidung kita.
Selain itu, petir yang sering disangka tidak akan menyambar tempat yang sama dua kali, justru sebaliknya. Gedung-gedung tinggi, seperti gedung pencakar langit, dapat dihantam petir berulang kali. Sebagai contoh, Empire State Building di New York rata-rata disambar petir sebanyak 25 kali setiap tahun.
Meski ilmu pengetahuan dapat membantah sebagian besar mitos ini, penting untuk diingat bahwa mitos dan kepercayaan ini merupakan bagian dari budaya dan warisan masyarakat. Mereka mencerminkan cara pandang manusia terhadap alam dan lingkungan yang dijadikan simbol keyakinan dan harapan.
Itulah beberapa mitos seputar hujan yang masih bertahan di Indonesia dan juga mitos dari berbagai belahan dunia. Meski sudah ada penjelasan ilmiah untuk banyak fenomena alam, kepercayaan ini tetap hidup sebagai bagian dari identitas budaya masyarakat.
Bagaimana menurut Kawan GNFI, apakah ada mitos hujan yang pernah didengar atau mungkin dipercaya?
Sumber artikel:
- https://www.sonora.id/read/422978757/5-mitos-soal-hujan-yang-paling-banyak-berkembang-di-masyarakat-indonesia?page=all
- https://nationalgeographic.grid.id/read/134176401/beragam-mitos-tentang-hujan-dari-bau-hujan-hingga-penggunaan-ponsel?page=all
- https://www.rri.co.id/lain-lain/955778/mitos-hujan-di-berbagai-mitologi-dan-budaya-dunia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News