Suku Baduy atau orang Baduy merupakan suku yang tinggal di Kabupaten Lebak, Banten, Jawa Barat.
Suku ini dikenal sebagai suku yang masih berpegang teguh terhadap tradisi leluhur, dimana mereka juga menganut agama leluhur yaitu Sunda Wiwitan.
Tradisi dan budaya yang dimiliki oleh Suku Baduy sangatlah beragam, salah satunya adalah melakukan ritual atau upacara kematian ketika seseorang meninggal.
Kali ini Kawan GNFI akan diajak untuk menyimak bagaimana masyarakat Suku Baduy menjalankan upacara kematian!
Kaparupuhan
Masyarakat Suku Baduy menyebut peristiwa kematian sebagai Kaparupuhan yang memiliki arti kehilangan.
Masyarakat Baduy dalam dan luar memiliki perbedaan dalam melaksanakan upacara kematian. Masyarakat Baduy dalam akan melaksanakan ritual kematian selama 40 hari, sedangkan Baduy luar selama 7 hari.
Ketika mendengar kabar duka dari kerabat maupun warga terdekat, masyarakat Baduy akan berdatangan menuju rumah duka dengan membawa sembako atau makanan.
Mereka juga akan membantu proses pemakaman di rumah duka, mulai dari mengurus jenazah hingga proses penguburan.
Baca juga: Etnobotani, Rahasia Kecantikan Wanita Suku Baduy
Proses Mengurus Jenazah
Proses mengurus jenazah dilakukan oleh masyarakat sekitar di dalam rumah duka. Dimana pihak laki-laki akan berperan dalam proses penggalian kubur serta membuat keranda dengan menggunakan bambu.
Sementara itu, pihak perempuan akan bertugas memasak hidangan serta menyiapkan keperluan lain untuk penguburan.
Pengurus jenazah juga akan dibedakan tergantung dengan jenis kelamin jenazah, jika jenazah tersebut wanita maka ia akan diurus oleh penghulu bikang. Sedangkan, jika jenazahnya laki-laki akan diurus oleh penghulu jalu.
Pada hari pertama, masyarakat Suku Baduy akan menyiapkan perlengkapan prosesi penguburan, seperti dua buah pasarad (keranda), tempat dan peralatan mandi, boeh (kain kafan) atau tenun serta sesaji berisi menyan dan makanan.
Orang yang sudah meninggal akan dibawa dengan keranda yang sudah dibuat dan dimandikan oleh ketua adat (penghulu).
Dalam memandikan jenazah, masyarakat Suku Baduy memanfaatkan daun sebagai pengganti sabun dan ditempatkan di atas pelepah pisang atau bambu.
Jenazah yang sudah dimandikan juga akan dibungkus dengan selambar boeh (kain kafan) atau kain tenun yang sudah disiapkan, lalu dipindahkan ke sebuah peti baru dengan kain tenun yang dilapisi oleh kain berwarna merah atau biru.
Baca juga: Alunan Angklung Buhun, Pengiring Setia Ritual Penanaman Padi Suku Baduy
Makam Suku Baduy dan Upacara Pemakaman
Jenazah akan diberangkatkan dari rumah duka menggunakan pasarad menuju pemakaman yang ada di masing-masing kampung.
Semua proses pemakaman akan dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dilarang ikut meskipun orang meninggal tersebut adalah keluarganya.
Makam Suku Baduy terpisah dari pemukiman yang terletak di sebelah barat laut dan dipisahkan oleh aliran sungai sebagai simbol pemisah dunia yang berbeda.
Proses pemakaman akan dipimpin oleh Jaro Tangtu dan salah satu perwakilan keluarga sebagai Ceurik Panglayuan.
Jenazah kemudian akan diletakkan di liang lahat dengan menghadap ke selatan yang merupakan arah Sasaka Domas dan kepala menghadap barat yang merupakan arah Sasaka Pada Agung atau tempat suci masyarakat Baduy.
Setelah dimakamkan, akan dilanjutkan dengan berdoa agar jiwa dari orang yang sudah meninggal cepat sampai di Mandala Hiyang atau tempat suci.
Keranda atau pasarad yang digunakan untuk membawa jenazah juga akan dipotong dan makam juga akan ditanam pohon Hanjuang.
Setelah upacara pemakaman selesai, masyarakat Suku Baduy akan melanjutkan rangkaian acara ritual upacara kematian ini hingga 7 hari bagi Baduy luar dan 40 hari untuk Baduy dalam.
Warga sekitar akan berkumpul selama tiga malam di rumah duka, keluarga duka juga dilarang untuk bepergian ke luar rumah selama tujuh hari.
Pada hari ketiga, keluarga yang ditinggal akan menumbuk padi untuk digunakan sebagai jamuan dalam rangkaian upacara kematian.
Mereka juga memberikan sesaji berisi makanan-makanan khas Suku Baduy, sedangkan pada hari ketujuh masyarakat Suku Baduy membuat tumpeng sebagai tanda berakhirnya kehidupan orang yang meninggal dunia.
Masyarakat Baduy tidak memiliki kebiasaan untuk menjaga makam, mereka juga memiliki keyakinan bahwa pada hari ketujuh makam orang yang meninggal dapat digunakan sebagai ladang atau kebun.
Sumber:
- Peristiwa Kematian Di Baduy. (2020, 23). https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjabar/peristiwa-kematian-di-baduy/
- Romi dan Sumiarto Aji Purwanto. (2022). The Symbolic Meaning of Death Ritual in Baduy Society. Jurnal Agama dan Budaya, 20(1)
- Oerip Brahmantyo Boedi. (2019). Makam Orang Baduy. Pananglungtik: Jurnal Balai Arkeologi Jawa Barat, 1(2).
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News