Legenda Manik Angkeran adalah salah satu cerita rakyat yang berasal dari daerah Bali. Cerita rakyat ini diyakini sebagai asal usul Selat Bali yang memisahkan Pulau Dewata dengan Jawa.
Bagaimana kisah lengkap dari legenda Manik Angkeran tersebut? Simak ulasan lengkapnya dalam artikel ini.
Legenda Manik Angkeran
Dilansir dari buku Marina Asril Reza yang berjudul 108 Cerita Rakyat Terbaik Asli Nusantara: Cerita Kepahlawanan, Mitos, Legenda, Dongeng, & Fabel dari 33 Provinsi, dikisahkan pada zaman dahulu terdapat sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Daha. Di kerajaan ini hiduplah seorang Brahmana yang bermana Sidi Mantra.
Brahmana ini memiliki seorang istri yang cantik jelita. Tidak hanya itu, dirinya juga memiliki harta benda yang berlimpah.
Setelah menikah dengan istrinya, Sidi Mantra dikaruniai seorang putra yang bernama Manik Angkeran. Sama seperti dirinya, Manik Angkeran tumbuh menjadi seorang pemuda yang gagah dan perkasa.
Meskipun demikian, Manik Angkeran memiliki sifat buruk di dalam dirinya. Anak dari Sidi Mantra ini sangat suka berjudi.
Manik Angkeran selalu mempertaruhkan berbagai hal di dalam hidupnya. Bahkan dirinya tidak segan mempertaruhkan harta benda yang dimiliki keluarganya.
Akibat sifat buruknya ini, Manik Angkeran memiliki banyak hutang untuk memenuhi hasrat berjudinya. Ketika hutangnya sudah makin banyak, Manik Angkeran tidak mampu lagi menanggulanginya.
Akhirnya Manik Angkeran meminta bantuan kepada sang ayah. Sidi Mantra kemudian berpuasa dan berdoa untuk meminta petunjuk atas permasalahan ini.
Di tengah doanya, Sidi Mantra mendengarkan sebuah suara dari langit. Suara ini menyuruhnya untuk pergi ke kawah Gunung Agung.
Suara tersebut berkata bahwa di kawah Gunung Agung terdapat harta karun yang dijaga oleh Naga Besukih. Sidi Mantra disuruh meminta sedikit harta yang dijaga oleh Naga Besukih tersebut.
Sidi Mantra kemudian berangkat ke Gunung Agung untuk mengikuti suara yang dia dengar sebelumnya. Sesampainya di kawah Gunung Agung, dirinya bertemu dengan Naga Besukih.
Naga Besukih menanyakan maksud kedatangan Sidi Mantra ke Gunung Agung. Brahmana ini kemudian berkata bahwa dia hendak meminta harta karun yang dijaga oleh sang naga.
Mendengar permintaan Sidi Mantra, Naga Besukih langsung menggeliat. Dari sisiknya muncul intan dan permata yang kemudian diberikan kepada Sidi Mantra.
Brahmana tersebut kemudian berterima kasih kepada Naga Besukih. Dirinya kemudian pulang ke rumah dan memberikan harta tersebut ke Manik Angkeran.
Sidi Mantra berkata bahwa harta yang dia berikan mesti digunakan untuk melunasi hutang Manik Angkeran. Dirinya juga melarang anaknya tersebut untuk berjudi lagi.
Namun yang terjadi justru sebaliknya. Alih-alih melunasi hutang, Maning Angkeran justru menggunakan harta tersebut untuk kembali berjudi.
Tidak butuh waktu lama, harta yang diberikan Sidi Mantra langsung habis tak bersisa. Manik Angkeran kemudian kembali meminta bantuan kepada sang ayah untuk melunasi hutangnya.
Kali ini Sidi Mantra tidak memenuhi permintaan anaknya. Sebab dirinya sudah melarang Manik Angkeran untuk kembali berjudi sebelumnya.
Meskipun demikian, teman Manik Angkeran ternyata memberi tahu keberadaan Naga Besukih di Gunung Agung. Temannya tersebut berkata bahwa di sanalah Sidi Mantra mendapatkan harta.
Manik Angkeran kemudian berangkat ke Gunung Agung setelah mendengar perkataan tersebut. Sesampainya di sana, dia bertemu dengan Naga Besukih dan menyampaikan keinginannya untuk meminta harta karun.
Namun Manik Angkeran sudah memiliki niat buruk di dalam dirinya. Sejak awal dirinya berniat untuk mengambil semua harta karun yang dijaga Naga Besukih.
Ketika sang naga menggeliat, Manik Angkeran langsung mengeluarkan pedang dan hendak memotong ekornya. Akan tetapi, Naga Besukih menyadari hal tersebut dan langsung menebas kepala Manik Angkeran hingga putus.
Peristiwa ini kemudian sampai di telinga Sidi Mantra. Dirinya sangat kecewa dengan perilaku putranya.
Sidi Mantra kemudian meminta maaf kepada Naga Besukih. Dirinya juga meminta agar sang naga kembali menghidupkan putranya.
Naga Besukih menerima maaf Sidi Mantra dan kembali menghidupkan Manik Angkeran. Ayah dan anak ini kemudian berterima kasih kepada Naga Besukih dan kembali pulang.
Di tengah perjalanan, Sidi Mantra tiba-tiba menancapkan tongkatnya ke tanah. Dari tancapan tongkat tersebut kemudian keluar mata air yang terus mengalir.
Lama kelamaan air tersebut meluas hingga membentuk sebuah selat. Selat ini memisahkan Sidi Mantra dengan Manik Angkeran.
Sidi Mantra berkata bahwa sejak saat itu mereka tidak akan bersama lagi. Kesalahan Manik Angkeran yang terlalu banyak membuat Sidi Mantra kecewa dan tidak bisa memaafkannya.
Tidak lama kemudian, Sidi Mantra hilang begitu saja. Manik Angkeran menyesali perbuatannya dan berusaha mencari orang tuanya.
Akan tetapi, Manik Angkeran tidak pernah bertemu dengan orang tuanya lagi. Selat yang muncul akibat tongkat Sidi Mantra ini kemudian diyakini menjadi asal usul Selat Bali.
Sumber:
- Reza, Marina Asril. 108 Cerita Rakyat Terbaik Asli Nusantara: Cerita Kepahlawanan, Mitos, Legenda, Dongeng, & Fabel dari 33 Provinsi. Visimedia, 2010.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News