Filipina, salah satu penyumbang utama polusi plastik laut di dunia, telah mengesahkan undang-undang baru yang mewajibkan perusahaan besar berkontribusi dalam pendanaan solusi pengelolaan limbah. Inisiatif ini diharapkan menjadi langkah penting dalam upaya negara tersebut membersihkan lingkungan lautnya.
Dengan populasi sekitar 120 juta jiwa, Filipina menghasilkan sekitar 1,7 juta ton limbah plastik pascakonsumen setiap tahun, menurut laporan Bank Dunia. Studi yang diterbitkan pada 2021 di jurnal Science Advances juga mengungkapkan bahwa lebih dari sepertiga plastik laut dunia berasal dari Filipina.
Memperkuat Regulasi Limbah Plastik
Pada 2022, Filipina mengesahkan Undang-Undang Extended Producer Responsibility (EPR), regulasi terkuat di negara tersebut yang mewajibkan perusahaan bertanggung jawab atas polusi plastik. Sebagai yang pertama di Asia Tenggara, EPR memberikan sanksi kepada perusahaan yang gagal memenuhi kewajiban pengelolaan limbah plastik.
Kebijakan ini bertujuan mencapai "netralitas plastik" dengan mekanisme yang mengharuskan produsen bertanggung jawab atas seluruh siklus hidup produk mereka, mulai dari desain hingga pengelolaan limbah pascakonsumen. Pendekatan ini mendorong perusahaan untuk mendesain produk yang lebih ramah lingkungan serta aktif dalam proses daur ulang dan pembersihan limbah dari lingkungan.
Sebagai langkah awal, produsen diwajibkan mengelola 20% dari total berat kemasan plastik yang mereka pasarkan, yang secara bertahap akan meningkat menjadi 80% pada 2028.
Undang-undang ini mencakup berbagai jenis plastik, termasuk plastik fleksibel yang sulit didaur ulang dan sering terabaikan dalam proses pengumpulan limbah. Namun, aturan ini tidak melarang jenis plastik tertentu, seperti kantong sekali pakai yang banyak digunakan dan sulit didaur ulang di Filipina.
Implementasi: Kunci Keberhasilan
Saat ini, sekitar setengah dari perusahaan yang memenuhi kriteria telah mengimplementasikan program EPR, sementara lebih dari 1.000 perusahaan lainnya diharapkan mematuhi aturan ini hingga akhir Desember. Kegagalan untuk mematuhi aturan dapat mengakibatkan denda hingga PHP 20 juta (USD 343.000) atau bahkan pencabutan izin usaha.
Program ini juga menciptakan sumber pendanaan bagi pemerintah untuk mendukung pengumpulan dan pengolahan limbah plastik, yang memerlukan investasi infrastruktur signifikan. Negara berkembang, termasuk Filipina, sering menghadapi tantangan biaya yang relatif tinggi dibandingkan dengan PDB mereka untuk memenuhi kebutuhan ini.
Adopsi Global atas EPR
Konsep Extended Producer Responsibility (EPR) telah diadopsi secara luas di dunia, termasuk di sebagian besar negara Uni Eropa, Amerika Serikat, serta beberapa negara Asia seperti India, Jepang, Korea Selatan, Chili, dan Kolombia.
Di Asia Tenggara, Indonesia dan Vietnam juga telah menerapkan regulasi EPR yang mewajibkan produsen plastik bekerja sama dengan organisasi pengelolaan limbah yang ditunjuk.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News