Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Inisiatif Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga (KPRK) tengah menggodok program pesantren khusus lansia “Birrul Walidain”. Pembangunan pesantren ini dinilai menjadi jawaban atas permasalahan lansia yang kerap mengalami berbagai permasalahan, baik dari segi fisik maupun mental.
Ketua Komisi PRK MUI, Siti Marifah mengatakan, pesantren lansia ini dirancang untuk menghadapi tantangan demografis global yang menunjukkan peningkatan jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas.
"Di Indonesia, angka harapan hidup 71,85 pada tahun 2021. Data Susenas Maret 2022 menunjukkan bahwa penduduk lansia (lanjut usia) di Indonesia sebanyak 10,48 persen," jelas Siti Marifah dalam keterangan pers, Kamis (8/8/2024), dikutip dari Kompas.com.
Melihat problematika tersebut, Pesantren Lansia Birrul Walidain dinilai menjadi inisiatif yang sangat positif dalam upaya meningkatkan kualitas hidup lansia di Indonesia. Didesain dengan konsep dan kurikulum yang komprehensif, pesantren ini diharapkan dapat menjadi model bagi pesantren lainnya dalam memberikan perhatian khusus kepada lansia.
Kisah Ponpes Sukamiskin, Pondok Pesantren Tertua di Kota Kembang
Desain dan Kurikulum Pesantren Lansia MUI
Desain mengenai konsep pesantren lansia dan kurikulum telah digelar pada rapat konsinyering, Rabu (7/8/2024) lalu. Banyak hal yang dibahas dalam agenda tersebut, mulai dari kurikulum, fasilitas, hingga skema kegiatan dalam pesantrean.
Dalam acara tersebut, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama RI, Basnang Said turut menekankan berbagai aspek yang harus diperhatikan dalam pembangunan pesantren khusus lansia.
Pertama, Basnang Said mengungkapkan bahwa aspek legalitas menjadi kunci dalam pelaksanaan pesantren khusus lansia. Sebab, menurutnya, keabsahan merupakan kunci dari pelaksanaan suatu kegiatan atau progam.
Kedua, pesantren khusus lansia harus memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut termasuk asrama, tempat tinggal, serta tempat ibadah yang representatif.
Ketiga, kurikulum yang komprehensif. Basnang Said manyatakan bahwa kurikulum yang diterapkan di pesantren lansia harus mencakup pendidikan formal dan nonformal.
Cerita Pesantren Kasepuhan Raden Rahmat: Tempat Belajar Agama Para Lansia
Di pendidikan formal, pesantren dapat memilih antara pendidikan diniyah formal, mu'adalah, atau mahad ali. Sementara itu, pendidikan nonformal nantinya dapat dibagi menjadi dua, yaitu berjenjang dan tidak berjenjang.
Pendidikan berjenjang akan difokuskan pada penguatan ilmu kitab, sementara pendidikan tidak berjenjang akan menekankan pada ilmu yang mendekatkan kepada Tuhan.
Menanggapi hal tersebut, Ketua MUI Bidang Perempuan, Remaja, dan Keluarga (PRK), Prof. Amany Lubis menerangkan bahwa pesantren lansia ini akan memperhatikan semua aspek, mulai dari segi fisik, rohani, psikis, sosial, hingga keagamaan.
“Kami juga dalam hal ini sedang memberikan konsep ponpes lansia, dan kami ingin masukan. Di masyarakat sudah dimasukkan konsep seperti ini, ada yang tiga hari, sepekan, ada juga yang tiga bulan, ada juga yang dipondokkan,” tuturnya.
Bangun Panti Jompo: Cara Kompeni Supaya Lansia tak Hidup Sebatang Kara di Hindia Belanda
Apakah Pesantren Lansia Jadi Jawaban?
Permasalahan yang dialami oleh lansia bisa dibilang cukup kompleks. Sebab, permasalahan yang dirasakan tidak hanya di aspek fisik, melainkan mencakup pula mental dan spiritual.
Dalam kajian yang ditulis oleh Indrawati (2019) menunjukkan, gangguan mental pada lansia muncul disebabkan adanya perasaan khawatir mengenai kematian. Hal ini turut menjadi faktor penyumbang para lansia merasakan depresi, selain rasa kesepian yang mendalam.
Maka, aspek spiritual dan agama dalam hal ini dinilai memegang peranan penting dalam kehidupan lansia.
Jika menunjukkan data dari hasil penelitian yang dilakukan Faradila, Iskim, dan Aspihan (2023), sebagian besar lansia di Panti Werdha Semarang atau sekitar 86,2%, memiliki kesejahteran tinggi. Tingkat kesejahteraan ini berbanding lurus dengan kegiatan keagamaan atau kegiatan spiritual yang dilakukan.
Persatuan di dalam Perbedaan, Dinamika Sosial di Lingkungan Pesantren
Data ini juga didukung Musmiler (2020) yang mengungkapkan bahwa lansia yang tidak menghadiri pelayanan/melakukan kegiatan keagamaan memiliki kecenderungan sebesar 80% untuk mengalami depresi.
Oleh karena itu, keberadaan Pesantren Lansia Birrul Walidain dinilai menjadi jawaban atas kondisi lansia di Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan pada tahun 2023, jumlah lansia di Indonesia mencapai 11,75% dari total penduduk. Angka tersebut diperkirakan akan terus mengalami kenaikan hingga mencapai 19,9% pada 2045 nanti, beriringan dengan target Indonesia Emas.
Mengenal Giri Kedaton, Pesantren Sekaligus Kerajaan Islam dari Gresik
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News