Penelitian terbaru Oceanographer (Ahli Oseanografi) dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan Institute of Marine Research Norwegia mengungkapkan tentang peristiwa pemangsaan 10 juta ikan capelin dan menjadi pemangsaan terbesar yang pernah dicatat di lautan. Kabar menarik sekaligus menakjubkan tersebut membuat para ilmuwan berteori untuk kemungkinan peristiwa seperti ini sering terjadi di lautan.
Peristiwa ini terjadi di lepas pantai Norwegia saat ekpedisi di laut Barents, sebelah utara Norwegia. Peristiwa pemangsaan itu terjadi antara ikan cod sebagai predator dengan ikan capelin sebagai mangsa.
Penelitian yang dilakukan Nicholas Makris, Shourav Pednekar, Ankita Jain dari MIT, serta Olav Rune Godø dari Norwegia ini dipublikasikan dalam jurnal Communication Biology pada 29 Oktober 2024. Penelitian itu awalnya memfokuskan untuk merekonstruksi peta individu ikan dan pergerakannya dari data hasil ekspedisi mereka di lepas pantai Norwegia pada Februari 2014.
Data ini berupa data pencitraan sonik (gelombang) yang keluarannya berupa pemetaan. Alat tersebut dinamakan Ocean Acoustic Waveguide Remote Sensing (OAWRS) yang dipasang di bawah kapal. Metode pertama yang mereka lakukan tidak dapat membedakan antarspesies.
Maka dari itu, dalam penelitian baru ini menggunakan teknik “Multi-spektral” yang membedakan spesies berdasarkan karakteristik resonansi akustik dari kantung renang setiap spesies. Secara singkat, metode tersebut membedakan spesies berdasarkan gelombang yang dipantulkan dari kantung renang yang berbeda antarspesies.
Jantungnya Sebesar Mobil, Paus Kolosal jadi Ikan Terberat di Lautan
Menurut Nicholas Markris selaku profesor Mechanical and Ocean Engineering MIT ini, ikan memiliki kantung renang yang berbeda umumnya memiliki getaran seperti bell atau lonceng. Ikan cod memiliki kantung renang yang besar sehingga resonansi yang dihasilkan juga rendah seperti lonceng Big Ben (lonceng besar di tengah menara jam di Istana Westminster, London, Inggris). Sedangkan ikan capelin memiliki kantung renang yang kecil sehingga resonansinya lebih tinggi seperti nada tertinggi di piano.
Metode ini ternyata efektif untuk melihat pergerakan setiap spesies sehingga diketahui bahwa data dari OAWRS pada 2014 lalu merupakan spesies ikan capelin dan ikan cod.
Pertemuan antara kedua spesies ikan memang umum terjadi, hanya saja tidak banyak yang tau berapa jumlah pemangsaan terjadi.
Hal ini umum bagi ikan capelin bermigrasi dari lapisan es Arktik menuju selatan pantai Norwegia untuk bertelur dalam kawanan mereka yang mencapai miliaran. Sedangkan garis pantai Norwegia juga menjadi tempat persinggahan bagi ikan cod saat bermigrasi.
Hasil Resonansi Kantung Renang
Metode ini membuat para ilmuwan mengetahui bahwa pada saat dini hari, ikan capelin lebih menyukai berenang sendirian (individual) secara acak walaupun tetap dalam kelompok-kelompok kecil. Namun, ketika matahari mulai terbit menyinari permukaan laut, mereka mulai turun ke dasar laut untuk mencari tempat bertelur.
Peristiwa unik juga didapatkan ketika capelin mulai turun ke dasar laut. Saat gerombolannya turun ke dasar laut mereka yang awalnya individual mulai beralih ke perilaku berkelompok besar yang terarah dan membentang lebih dari 10 km dengan sekitar 23 juta ikan di lepas pantai Norwegia. Situasi ini membentuk “Hotspot” kawanan capelin.
Serial Film ‘Asia’ oleh BBC, Ungkap Keindahan Satwa Liar Benua Asia, Ikan Tembakul Salah Satunya
Perilaku migrasi itu dinilai dapat membantu menghemat energi dalam migrasi yang jauh dengan memanfaatkan pergerakan gelombang kelompok.
Kelompok besar capelin ini tentnuya menarik para predator-predator mereka salah satunya ikan Cod yang kemudian juga membentuk kelompok yang berjumlah 2,5 juta ikan.
Namun, hal yang menakjubkan terjadi dalam beberapa jam. Ikan cod memakan 10,5 juta capelin dalam jarak puluhan kilometer, sebelum akhirnya kawanan capelin berpencar. Peristiwa memangsa dan dimangsa ini menjadi jumlah terbesar yang pernah tercatat para ilmuwan.
Apakah Mengganggu Populasi Capelin?
Dinamika populasi capelin yang tidak menentu di lautan, membuat Komite Status Satwa Liar Terancam Punah Kanada (COSEWIC) belum bisa menilai status ikan ini. Nicholas berpendapat bahwa pengurangan 10 juta capelin ini tidak mungkin melemahkan populasinya secara keseluruhan. Bahkan, 10 juta yang dimangsa itu hanya termasuk 0,1% dari keseluruhan capelin yang bertelur di wilayah tersebut.
Diketahui bahwa hewan tersebut sekali bertelur bisa menghasilkan 6.000 hingga 12.000 telur dan akan menetas setelah 2 minggu. Berdasarkan Oceana.ca, hal yang perlu diperhatikan pada populasi capelin adalah perubahan kondisi lingkungan.
Variabel seperti suhu permukaan laut hingga waktu pencairan es di laut, bahkan perubahan iklim dapat berdampak besar pada kelangsungan hidup bayi capelin.
Perubahan iklim sekarang juga mengakibatkan pergerakan lapisan es Arktik sehingga menyebabkan capelin berenang lebih jauh untuk bertelur. Bahkan, dapat menyebabkan stres hingga rentan terjadi pemangsaan dalam skala besar lainnya.
“Peristiwa pemangsaan yang diakibatkan oleh bencana alam dapat mengubah keseimbangan antara predator dan mangsa dalam hitungan jam” kata Nicholas pada Phys.org.
Belum lagi bahwa ikan capelin sendiri juga merupakan ikan komersil yang terbilang ikan mahal untuk diperjualbelikan. Capelin betina diincar untuk diambil telurnya, sedangkan yang jantan banyak digunakan sebagai tepung ikan.
Kisah Ayam Jantan dan Ikan Tongkol dari Kepulauan Riau, Cikal Bakal Munculnya Rabun Senja
Indonesia juga sempat mendapatkan permintaan banyak pada ikan ini karena dikonsumsi oleh anak dari influencer Raffi Ahmad yang bernama Rayyanza. Hingga akhirnya banyak masyarakat Indonesia yang penasaran, di Indonesia ikan ini dijuliki ikan cipung atau juga ikan yang mirip, yaitu ikan Shisamo dari Hokkaido, Jepang.
Komersialisasi tersebut membuat kekhawatiran lebih pada spesies ini, terlebih lagi data yang dianalisis oleh Nicholas dan kawan-kawan ini merupakan data observasi pelayaran Februari 2014 yang lalu.
“Sebenarnya sudah banyak yang menunjukkan ketika sebuah populasi diambang kehancuran dan menyisakan satu kelompok terakhir hingga kelompok terkahir itu hilang, maka disitulah kepunahan itu terjadi, maka dari itu kita perlu tahu jumlah spesies yang ada sebelum hilang,” Kata Nicholas.
Nicholas dan para ilmuwan lainnya berharap OAWRS dapat membantu penggambaran kelompok ikan, kandungan spesies, serta memetakan pergerakan spesies dalam area luas di masa depan untuk memantau skala keberlanjutan di lautan.
Referensi
- Pednekar, S., Jain, A., Godø, O.R. et al. Rapid predator-prey balance shift follows critical-population-density transmission between cod (Gadus morhua) and capelin (Mallotus villosus). Commun Biol 7, 1386 (2024). https://doi.org/10.1038/s42003-024-06952-6
- https://phys.org/news/2024-10-oceanographers-largest-predation-event-ocean.html
- https://oceaninfo.com/#search/q=Capelin
- https://www.nature.com/articles/s42003-024-06952-6
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News