paksi raras alit sebut alasan orang jawa tempo dulu sering lahirkan falsafah kehidupan - News | Good News From Indonesia 2024

Paksi Raras Alit Sebut Alasan Orang Jawa Tempo Dulu Sering Lahirkan Falsafah Kehidupan

Paksi Raras Alit Sebut Alasan Orang Jawa Tempo Dulu Sering Lahirkan Falsafah Kehidupan
images info

Paksi Raras Alit adalah pelestari kebudayaan Jawa asal Kota Yogyakarta. Seluk beluk dunia Jawa didapatinya sedari kecil dan semakin didalaminya dengan mengambil jurusan Sastra Jawa di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Semakin dalam, semakin tahu pula Paksi mengenai banyak hal yang membentuk tradisi dan budaya Jawa. Setelah lulus dari bangku kuliah, semangat melestarikan unsur-unsur kejawaan pun tetap bertumbuh lewat komunitas Jawacana yang dibangun bersama kawan-kawannya.

Paksi mengerti betul mengenai kejawaan termasuk falsafah kehidupan ala Jawa. Menurutnya, banyaknya falsafah diturunkan ke generasi terkini adalah hasil perenungan orang Jawa yang memiliki waktu luang tinggal di tanah yang subur.

Waktu Luang yang Bermakna

Dulu. Dulu sekali. Ketika teknologi internet belum ikut campur dalam lingkaran hidup manusia, ilmu pengetahuan sering didapati dari perenungan-perenungan.

Coba lihat Isaac Newton. Konon ia menemukan teori gravitasi dari perenungan setelah melihat buah apel jatuh ke bawah dan tergeletak di atas permukaan tanah.

Tak jauh berbeda dengan Newton, orang Jawa tempo dulu pun begitu. Merenung, merenung, merenung, dan eureka! Hal-hal dari yang mulanya didasari dari pemikiran abstrak pun terbentuk dan mengekal yang kemudian menjadi harta berharga untuk diwariskan ke generasi penerus.

Falsafah Jawa contoh utamanya. Para leluhur orang Jawa meramu falsafah sedemikian rupa yang membentuk prinsip, nilai, dan pedoman dalam berkehidupan. Dari situ “Alon-alon waton kelakon (biar lambat asal selamat)” hingga “ngono ya ngono ning ojo ngono (begitu ya begitu, tapi jangan begitu juga)” pun tercipta dan masih sering didalami atau didengar dari penuturan orang Jawa sampai saat ini.

Menurut Paksi sebagai pribadi yang mendalami ilmu kejawaan, munculnya falsafah dalam kehidupan orang Jawa datang dari keuntungan tinggal di wilayah yang subur. Di Jawa, menanam apapun pasti menghasilkan. Hal itu pun menguntungkan bagi penanam karena waktu luang bisa dimanfaatkan untuk memikirkan banyak ha, termasuk dalam memikirkan nilai-nilai kehidupan yang melahirkan banyak falsafah.

“Kata beberapa pakar di kebudayaan Jawa, orang Jawa kan diuntungkan dengan iklim yang sangat subur. Ada pemeo atau peribahasa ‘melempar tongkat aja, kalau di Jawa jadi tanaman’. Saking suburnya dan saking tersedianya logistik untuk makan itu sehingga banyak waktu luang di Jawa. Nah, dalam kesenggangan waktu itu kemudian orang merenung dan berfilsafat sehingga muncul banyak sekali kalimat-kalimat bahasa atau falsafah-falsafah,” ucap Paksi kepada Good News From Indonesia dalam segmen GoodTalk.

Di dalam konsep kehidupan ala Jawa, terdapat ilmu titen alias ilmu perenungan terhadap alam. Banyak fenomena alam menjadi ide pokok dalam menciptakan falsafah.

Ngelmu pring misalnya. Orang Jawa menciptakan falsafah itu dari hasil pengamatan bambu yang tetap kokoh dan lentur meski ditiup angin kencang sekalipun. Menariknya, sadar atau tidak, falsafah tersebut tengah dipraktikkan di dunia internasional.

Ngelmu pring bambu itu tanaman yang ketika ditiup angin sedemikian rupa tetap akan lentur. Nah, itu kan filsafat bahwa orang Jawa harus luwes, harus cair, bisa menghadapi segala sesuatu. Ngelmu pring ini sedang dipraktikkan oleh lokal Asia lainnya. Salah satu politik luar negeri Vietnam hari ini ketika menghadapi dinamika ASEAN antara Cina, Australia dan juga USA, mereka politik diplomasi luar negerinya diplomasi bambu. Kadang berpihak ke sini, kadang ke sana, tapi akarnya tetap kuat. Itu kan ngelmu pring-nya ala-ala ASEAN banget. Nah, kita (orang Jawa) sudah mempunyai itu,” kata Paksi.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dimas Wahyu Indrajaya lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dimas Wahyu Indrajaya.

DW
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.