inovasi asean dalam aksi saatnya membukinovasi asean dalam aksi saatnya membuka aset tidak berwujud untuk pertumbuhan nyataa aset tidak berwujud untuk pertumbuhan nyata - News | Good News From Indonesia 2024

Inovasi ASEAN dalam Aksi: Saatnya Membuka Aset Tidak Berwujud untuk Pertumbuhan Nyata

Inovasi ASEAN dalam Aksi: Saatnya Membuka Aset Tidak Berwujud untuk Pertumbuhan Nyata
images info

oleh Satvinder Singh, Wakil Sekretaris Jenderal ASEAN untuk Komunitas Ekonomi ASEAN

Kemajuan ASEAN dalam Indeks Inovasi Global (GII) merupakan tonggak penting menuju pusat inovasi global, mencerminkan kreativitas yang meningkat, kemajuan teknologi, digitalisasi, dan semangat kewirausahaan di kawasan ini. Dengan kekuatan ekonomi yang solid, ASEAN memiliki visi untuk menjadi ekonomi terbesar keempat di dunia pada tahun 2030, menciptakan komunitas yang dinamis dan inovatif.

Langkah berikutnya adalah memanfaatkan inovasi sebagai kekuatan dasar untuk membuka potensi yang belum tergali, guna mencapai pertumbuhan jangka panjang dan kemakmuran yang berkelanjutan bagi ASEAN. Pertanyaannya: Apa yang akan menjadi pengubah permainan? Jawabannya terletak pada kekuatan aset tidak berwujud. Sesuai dengan Visi Ekonomi Komunitas ASEAN (AEC) 2045, fokus pada pengembangan ekonomi tidak berwujud menjadi kunci untuk mendorong produktivitas, inovasi, dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, yang akan menempatkan ASEAN sebagai pusat global masa depan.

Satvinder Singh, Wakil Sekretaris Jenderal ASEAN untuk Komunitas Ekonomi ASEAN
info gambar

Kekuatan Tak Terlihat: Bagaimana Aset Tidak Berwujud Mendorong Pertumbuhan?

Dalam ekonomi global modern, aset tidak berwujud adalah pendorong utama inovasi dan daya saing, meliputi riset dan pengembangan (R&D), pengetahuan, perangkat lunak dan data, desain, merek, reputasi, dan keahlian organisasi. Meski tak terlihat, aset-aset ini memiliki dampak besar dalam ekonomi berbasis pengetahuan, mengubah cara nilai diciptakan dan bagaimana kekayaan dan kemakmuran didistribusikan secara global.

Dengan ketergantungan ekonomi global pada pengetahuan dan inovasi yang terus meningkat, nilai dan dampak dari aset tidak berwujud sangat signifikan. Pada tahun 2023, nilai global aset tidak berwujud mencapai hampir USD 62 triliun, naik 8% dari lebih dari USD 57 triliun pada tahun 2022. Investasi dalam aset ini mencapai USD 6,9 triliun pada tahun 2023, tumbuh tiga kali lipat dibandingkan investasi aset berwujud sejak 2008. Sektor yang didominasi aset tidak berwujud mencatat pertumbuhan Nilai Tambah Bruto (GVA) 28% lebih tinggi dibanding sektor lainnya, dan perusahaan dengan investasi tinggi dalam aset tidak berwujud menghasilkan 2,6 kali lebih banyak GVA daripada rekan-rekan mereka. 90% nilai dari 500 perusahaan teratas dunia berasal dari aset tidak berwujud, membuktikan bahwa perusahaan-perusahaan paling bernilai di dunia meningkatkan daya saing dan nilai pasar mereka lebih banyak melalui modal "tidak berwujud" dibanding "berwujud."

Pentingnya aset tidak berwujud melampaui bisnis individu hingga mencakup kemakmuran suatu negara atau kawasan. Negara-negara dengan investasi tinggi pada aset tidak berwujud secara konsisten lebih unggul, dengan investasi tersebut menyumbang lebih dari 16% PDB di negara-negara yang intensif dalam aset tidak berwujud. Negara-negara maju menunjukkan ketahanan ekonomi yang kuat, khususnya selama krisis seperti pandemi COVID-19, di mana investasi dalam aset tidak berwujud memungkinkan bisnis untuk beradaptasi dengan cepat dan mempertahankan produktivitas.

Bagi ASEAN, memanfaatkan aset tidak berwujud bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Dengan membuka aset tidak berwujud di kawasan ini, ASEAN dapat mengubah momen penuh potensi ini menjadi warisan pertumbuhan nyata, menempatkan dirinya sebagai pemimpin global dalam inovasi, produktivitas, dan kemakmuran.

Apakah ASEAN Siap?

ASEAN berada pada posisi yang menjanjikan, siap untuk memanfaatkan kekuatan transformasional dari aset tidak berwujud, didukung oleh ekonomi dinamis, investasi bertahun-tahun dalam pendidikan dan perbaikan sosial, populasi muda, ekosistem inovasi berbasis Hak Kekayaan Intelektual (HKI), UKM yang berkembang, dan ekonomi digital yang terus tumbuh. ASEAN, sebagai ekonomi terbesar kelima di dunia, memiliki PDB gabungan yang melampaui USD 3,8 triliun pada tahun 2022, dengan total perdagangan mencapai USD 3,5 triliun pada tahun 2023. Hampir separuh populasi di kawasan ini, mencapai 680 juta jiwa, berusia di bawah 35 tahun, yang merupakan tenaga kerja muda terampil siap mendorong inovasi dan pertumbuhan aset tidak berwujud.

Dalam satu dekade terakhir, ASEAN memperkuat upayanya untuk memacu inovasi melalui berbagai inisiatif di bidang penelitian dan pengembangan (R&D), hak kekayaan intelektual (HKI), serta dukungan bagi UKM dan startup. Antara tahun 2012 dan 2022, kawasan ini mengalami peningkatan 70% dalam pengajuan paten, peningkatan 80% dalam pengajuan desain industri, dan peningkatan 110% dalam pengajuan merek dagang. Pengeluaran bruto untuk R&D naik lima kali lipat dari USD 10,6 miliar pada 2002 menjadi USD 54,9 miliar pada 2023. Akibatnya, ASEAN telah menjadi pemimpin dalam ekspor teknologi tinggi, naik dari USD 303 miliar pada 2013 menjadi USD 598 miliar pada 2022, dengan lima Negara Anggota ASEAN masuk dalam 10 besar dunia untuk ekspor teknologi tinggi. GII 2024 terbaru menunjukkan tiga negara ASEAN di antara delapan negara yang bergerak paling cepat dalam indeks, dengan enam negara ASEAN masuk dalam peringkat 55 teratas dari 133 ekonomi.

UKM dan startup, yang merupakan lebih dari 97% perusahaan ASEAN, memiliki peran penting dalam penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan PDB. Pada 2022, ASEAN menarik USD 110 miliar dalam modal ventura, meningkat 60% dari tingkat sebelum pandemi, dan jumlah unicorn tumbuh dari dua pada 2014 menjadi lebih dari 50 saat ini. Negara Anggota ASEAN telah mencapai kemajuan signifikan dalam adopsi digital, membuka peluang inovasi dan pengembangan aset tidak berwujud. Ekonomi digital kawasan ini diproyeksikan mencapai USD 1 triliun pada tahun 2030, didorong oleh penetrasi internet yang lebih tinggi dan populasi yang semakin melek teknologi. Perjanjian Kerangka Ekonomi Digital ASEAN (DEFA) bertujuan untuk meningkatkan komitmen ASEAN dalam ekonomi digital, dengan target meningkatkan PDB kawasan sebesar USD 2 triliun pada 2030.

Namun, ada tantangan yang menghambat ASEAN untuk sepenuhnya membuka aset tidak berwujud, yang sedang aktif diatasi. Kawasan ini berupaya mengurangi ketergantungan pada teknologi impor sambil meningkatkan investasi dalam R&D. Kemajuan signifikan juga telah dicapai dalam memperbaiki regulasi HKI, dengan upaya yang berkelanjutan untuk memperkuat penegakan HKI serta mengatasi kesenjangan digital. Walaupun adopsi digital bervariasi di setiap negara, ASEAN berkomitmen untuk mengurangi kesenjangan ini, memastikan semua negara anggota dapat berpartisipasi dalam dan mendapatkan manfaat dari transformasi digital, sehingga keunggulan aset tidak berwujud dapat dioptimalkan di seluruh kawasan.

Selain itu, ada peluang besar bagi banyak UKM di kawasan ini untuk beralih dari importir menjadi eksportir solusi teknologi lokal, meningkatkan daya saing mereka. Pergeseran ini akan melibatkan inovasi dalam proses bisnis dan desain produk baru, didukung oleh akses pendanaan yang lebih baik untuk R&D dan digitalisasi. Posisi strategis ASEAN dalam rantai pasokan dan mobilitas ekonomi memberikan fondasi yang kuat untuk meningkatkan kolaborasi intra-ASEAN, memungkinkan negara anggota memanfaatkan keunggulan yang ada sepenuhnya.

Menciptakan Jalur Strategis ASEAN

Saat ASEAN berada di ambang transformasi, membuka aset tidak berwujudnya sangat penting untuk mencapai tujuan ekonomi yang ambisius dan mewujudkan Visi AEC 2045. Terdapat beberapa jalur strategis utama menuju pencapaian visi ini:

Pertama, investasi dalam ekosistem inovasi regional yang memberdayakan UMKM dan startup sangat penting. Untuk sepenuhnya memanfaatkan aset tidak berwujud, ASEAN harus membangun ekosistem inovasi yang kokoh yang mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta startup. Investasi dalam inkubator, akselerator, dan mekanisme pendanaan dapat memberikan dukungan yang diperlukan bagi bisnis-bisnis ini untuk berkembang. Fasilitasi akses ke program pendampingan, hibah, dan modal ventura akan memberdayakan UMKM dan startup untuk berinovasi, mengembangkan HKI, dan mencapai potensi penuh mereka. Pendekatan proaktif ini akan menciptakan lanskap kewirausahaan yang dinamis yang mendukung pertumbuhan ekonomi kawasan.

Kedua, memperkuat perlindungan HKI dan penilaian HKI merupakan dasar untuk mendorong inovasi dan melindungi aset tidak berwujud. Kerangka kerja HKI yang lebih kuat dan penegakan yang konsisten di seluruh negara anggota dapat meningkatkan investasi R&D dan menarik tingkat investasi langsung asing yang lebih tinggi, yang pada akhirnya meningkatkan inovasi. ASEAN harus mendorong undang-undang HKI yang lebih kuat dan penegakan yang konsisten di seluruh negara anggota. Peningkatan praktik penilaian HKI akan memberdayakan bisnis regional untuk mengenali dan memanfaatkan aset tidak berwujud mereka secara efektif, menumbuhkan budaya penghormatan terhadap HKI dan menarik investasi domestik dan asing yang lebih berkelanjutan.

Ketiga, memajukan digitalisasi dan pengembangan bakat sambil menjembatani kesenjangan digital adalah hal yang krusial. Investasi dalam infrastruktur digital dan prioritas pada pendidikan STEM (Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika) serta pelatihan keterampilan digital akan memastikan tenaga kerja dapat beradaptasi dalam ekonomi berbasis pengetahuan. Selain itu, seiring dengan kemajuan transformasi digital, upaya untuk mengatasi kesenjangan digital yang semakin lebar akan memungkinkan semua negara ASEAN berpartisipasi secara penuh dalam dan mendapatkan manfaat dari ekonomi digital. Dengan mendorong populasi yang melek teknologi dan memastikan akses yang merata ke sumber daya digital, ASEAN dapat membuka peluang baru untuk inovasi dan partisipasi ekonomi.

Keempat, memperdalam kerja sama dan integrasi regional sangatlah penting. ASEAN harus fokus pada berbagi praktik terbaik, harmonisasi kebijakan, dan menciptakan pusat-pusat inovasi regional untuk memfasilitasi pertukaran pengetahuan dan kolaborasi. Sejalan dengan visi pasca-2025, fokus akan diarahkan pada strategi komersialisasi HKI dan pembentukan register HKI terpadu untuk menyederhanakan manajemen HKI di seluruh kawasan. Upaya kerja sama ini akan meningkatkan daya saing kolektif ASEAN di pasar global dan membangun ekosistem inovasi yang terpadu, memungkinkan negara anggota untuk memanfaatkan keunggulan unik mereka dan mendorong inovasi.

Pada saat transformasi ini, peluang untuk membuka potensi besar aset tidak berwujud ASEAN bagi pertumbuhan, inovasi, dan kemakmuran adalah saat ini. Dengan berinvestasi dalam ekosistem inovasi, memperkuat kerangka kerja HKI, mendorong digitalisasi, dan memperdalam kolaborasi regional, kita dapat mengubah aset tidak berwujud menjadi pertumbuhan nyata.

“Keputusan dan dedikasi kita untuk membuka aset tidak berwujud secara strategis merupakan kunci bagi masa depan ASEAN. Melalui upaya bersama kita untuk menyalakan potensi ini, ASEAN tidak hanya akan memastikan kemakmuran ekonomi tetapi juga akan naik sebagai pemimpin global dalam inovasi. Mari kita sambut momen ini untuk menetapkan warisan yang bertahan lama bagi ASEAN yang tangguh, inovatif, dinamis, dan berpusat pada masyarakat untuk generasi mendatang,” ujar Dr. Kao Kim Hourn, Sekretaris Jenderal ASEAN.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rafa Sukoco lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rafa Sukoco.

RS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.