Aksi razia yang dilakukan oleh Ormas Perhimpunan Rumah Makan Padang Cirebon (PRMPC) kepada salah satu rumah makan Padang di Cirebon, Jawa Barat ramai di media sosial. Pada video tersebut terlihat sejumlah pria yang memakai kemeja bertuliskan PRMPC berada di depan rumah makan Padang yang menjadi sasaran razia.
Orang-orang tersebut melepaskan logo dan tulisan 'Makanan Padang' yang dipasang oleh pemilik di kaca etalase warung tersebut. Pada narasi yang beredar dijelaskan aksi ini dilakukan lantaran pemilik rumah makan tersebut tidak berasal dari Padang.
Rumah makan Padang telah menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini tak lepas dari budaya merantau yang diwarisi oleh masyarakat Minangkabau.
Keberadaan orang Minangkabau inilah yang melahirkan bisnis rumah makan Padang, salah satunya di Kota Bandung. Keberadaan rumah makan Padang bahkan sudah ada sejak zaman Kolonial.
Dimuat dari Pikiran Rakyat, salah satu koran berbahasa Sunda Sipatahoenan yang terbit pada tahun 1935 sudah terpampang iklan rumah makan Padang. Pada iklan itu tertera jelas nama restorannya, Waroeng Nasi Padang yang beralamat di Gang Alketiri 299 13D-Bandoeng.
“Kehadiran iklan Waroeng Nasi Padang pada koran itu menjadi bukti kedai makanan Minang sudah ada di Bandung bertahun-tahun sebelum negeri ini merdeka,” jelas Bambang Arifianto.
Cantumkan promosi
Bambang menjelaskan hal yang menarik adalah dalam iklan itu ada sebuah promosi dengan tulisan, Tarief Malaise. Promosi ini mengacu pada kondisi zaman malaise atau depresi besar ekonomi dunia yang dimulai pada 1929.
“Pencantuman tarif Malaise, tentunya bisa dibaca sebagai bentuk promosi "harga damai" atau harga murah makanan-makanan yang disajikan restoran Padang itu kala malaise bikin sulit perekonomian masyarakat,” jelas Bambang.
Waroeng Nasi Padang juga mencantumkan beberapa tawaran berupa langganan per bulan serta jasa antar makanan ke pembeli dengan rincian masing-masing harganya f 7.50 dan f.10.
"Dan sedia roepa-roepa makanan dan minoeman dengen harga moerah. Silahken bikin pertjobaan tentoe memoeasken dan kemoedian djadi Toean poenja langganan," demikian tulisan lain dalam iklan tersebut.
Tetapi dalam iklan itu tidak dicantumkan daftar menu yang disajikan oleh Waroeng Nasi Padang. Sehingga tidak bisa dilacak apa saja yang disajikan.
Namun sebuah iklan restoran Padang di Koran Sumatera Bode edisi 19 Januari 1929 mencantumkan beberapa menu andalan mereka. Restoran bernama Padangsch Restaurant Sawah Loento menyajikan makanan Jawa hingga bahan gulai.
"Selalu tersedia semua jenis masakan Indischedan Jawa serta bahan-bahan gulai kambing, higienis!" demikian potongan tulisan iklan itu yang memuat jenis dan bahan makanannya dalam bahasa Belanda.
Peran pers
Sejarawan kuliner, Fadly Rahman dalam bukunya berjudul Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia mengungkapkan adanya peran pers perempuan dalam viralnya restoran Padang. Ternyata tulisan jurnalis di surat kabar Soenting Melajoe ini banyak dibaca oleh orang rantau.
"Para perantau yang tersebar di berbagai wilayah seperti Bandung, Medan, Bengkulu, Gorontalo, Pulau Pisang (Lampung Barat), Tanjung Karang (Lampung), dan wilayah lainnya tersebut minta dikirimkan Soenting Melajoe dengan cara memesan dan berlangganan," tulis Fadly.
Fadly menjelaskan dari surat kabar yang memuat kegiatan perempuan, termasuk menu resepsi dan resep-resep memasak yang jarang dimuat dalam buku-buku masak di Jawa, makanan-makanan Minang mulai populer ke berbagai penjuru negeri ini.
"Ternyata di awal dasawarsa kedua abad ke-20, makanan daging awetan seperti dendeng dan rendang berhasil dipopulerkan dalam resep-resep yang dimuat Soenting Melajoe, dan telah dikembangkan melalui keberadaan rumah-rumah makan bergaya lepau Minangkabau di wilayah para perantau Minang bermukim," kata Fadly.
Kepopuleran makanan-makanan Minang pun terlihat kala rendang menjadi lauk favorit guna bekal melakukan perjalanan jauh ibadah haji bagi orang-orang di Sumatera Barat. Fadly juga membandingkan perkembangan makanan Minangkabau dan Jawa.
"Apabila di Jawa buku-buku masak menjadi sarana bagi pencitraan dan popularisasi makanan di Jawa, di Minangkabau tradisi rantau yang ditunjang juga dengan keberadaan media pers perempuan ternyata memiliki andil penting dalam mencitrakan dan memperkenalkan makanan mereka secara luas hingga ke luar wilayah Minangkabau," tulisnya.
Tak pelak, diaspora perantau Minang, serta resep-resep dalam surat kabarlah yang membuat restoran-restoran Padang kini bertebaran di mana-mana.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


