Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berupaya mengendalikan peredaran merkuri di Tanah Air, sejalan dengan Bali Declaration on Combating Illegal Trade of Mercury yang diadopsi pada COP-4 Konvensi Minamata tahun 2022.
Hal itu dilakukan dengan memperkuat koordinasi antar organisasi serta membangun sinergi dengan pemerintah daerah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat sipil dalam mengendalikan peredaran merkuri, khususnya yang berasal dari pertambangan emas skala kecil (PESK).
Dalam acara Penguatan Komitmen Bersama dan Koordinasi Pengendalian Peredaran Merkuri di Indonesia, Jumat (4/10/2024), pemerintah menegaskan pentingnya memperkuat komitmen bersama untuk memerangi peredaran merkuri ilegal di Indonesia.
Dampak merkuri bagi lingkungan
Pencemaran lingkungan akibat penggunaan merkuri terbukti memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan. Pada tahun 2015, Asia Tenggara dan Asia Timur mencatat penggunaan merkuri tertinggi di dunia, terutama di sektor Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) yang tersebar luas di Indonesia.
Menurut laporan UNEP, lebih dari separuh merkuri yang digunakan di PESK diperdagangkan secara ilegal, dan beberapa di antaranya dapat dengan mudah diperoleh secara daring.
Sebagai bentuk pengendalian peredaran merkuri di Indonesia, pemerintah telah mengambil berbagai tindakan konkret, di antaranya mengatur sistem perdagangan impor merkuri serta menyita 36,29 ton batu sinabar dan lebih dari 20 ton merkuri elemental.
Selain itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada tahun 2023 telah melakukan peringatan publik atas penemuan 135 kosmetik yang mengandung merkuri serta mengawasi dan menghapus lebih dari 700 tautan perdagangan ilegal merkuri di platform marketplace.
Termasuk juga menarik alat kesehatan yang mengandung merkuri di 15 provinsi, serta membangun fasilitas pengolahan emas bebas merkuri di 10 lokasi di Indonesia.
Baca juga Memahami Apa Itu Merkuri Serta Dampaknya bagi Kesehatan dan Lingkungan
Sinergi mengendalikan merkuri
Acara Penguatan Komitmen Bersama ini juga merupakan bentuk konkret dari upaya Indonesia untuk mensinergikan dan memperkuat aksi pengendalian merkuri di tingkat nasional, membangun kerja sama yang lebih baik antara pemerintah pusat dan daerah, serta berkontribusi dalam pencapaian target global penghapusan merkuri sesuai dengan mandat Konvensi Minamata.
Keterlibatan berbagai pemangku kepentingan mulai dari kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, industri, universitas, organisasi masyarakat, hingga Basel and Stockholm Convention Regional Centre (BSCRC) Asia Tenggara, diharapkan dapat memperkuat koordinasi dalam pengendalian peredaran merkuri serta meningkatkan komitmen untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dari dampak negatif penggunaan merkuri.
Di akhir acara, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong, memberikan arahan mengenai pembentukan satuan tugas lintas kementerian dan lembaga untuk mengendalikan peredaran merkuri.
“Satuan tugas ini akan bertanggung jawab untuk, antara lain, melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian peredaran merkuri di tingkat nasional maupun internasional. Kemudian, mewujudkan tata kelola pertambangan yang baik dan berizin,” ujarnya.
Wakil Menteri Alue Dohong menambahkan, satgas lintas K/L itu juga bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pemangku kepentingan terkait dalam pengendalian peredaran merkuri serta mengembangkan riset dan menyediakan teknologi pengolahan emas non-merkuri dan pengolahan merkuri yang efektif.
Pembentukan satuan tugas ini dilakukan untuk memperkuat sinergi berbagai pemangku kepentingan dalam mewujudkan tindakan nyata pengendalian peredaran merkuri.
“Dengan sinergi dan kolaborasi yang kuat, saya yakin kita dapat mencapai tujuan kita dalam mendukung upaya pengurangan dan penghapusan merkuri. Mari kita jadikan merkuri sebagai sejarah masa lalu. Let’s Make Mercury History!” tandasnya.
Baca juga Perdagangan Industri Kimia dan Farmasi RI-Jerman Tembus USD 860 Juta
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News