Kawan harus tahu, banyak sekali tradisi di pesisir Jawa Timur yang wajib dikunjungi, lho! Kebiasaan ini sudah ada sejak zaman nenek moyang. Apa saja?
1. Petik Laut
Petik Laut adalah tradisi adat yang dilakukan masyarakat pesisir Jawa Timur, terutama di wilayah seperti Pasuruan dan Banyuwangi. Tradisi ini bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur atas rezeki yang diperoleh dari laut, khususnya hasil tangkapan ikan, sekaligus untuk memohon perlindungan dan berkah dari Tuhan.
Proses pelaksanaan Petik Laut dimulai dengan persiapan sesaji oleh sesepuh nelayan, yang terdiri dari hasil bumi, perhiasan, nasi tumpeng, buah-buahan, dan seekor ayam. Sesaji ini ditempatkan di atas kapal kecil yang dihias dengan indah.
Setelah itu, kapal tersebut bersama beberapa perahu lainnya berlayar ke tengah laut. Di sana, sesaji akan dilarung oleh sesepuh desa dan para nelayan di sekitar berusaha mengambilnya.
Tradisi Unik Nikah 'Malem Songo' Masyarakat Tuban, Jawa Timur
Tradisi ini biasanya diadakan ketika musim barat berakhir, sebagai tanda dimulainya kembali aktivitas melaut. Di Banyuwangi, Petik Laut digelar pada Rabu terakhir bulan Sapar, yang diyakini sebagai hari datangnya wabah dan bencana.
Acara ini juga disertai dengan kegiatan tambahan seperti pengajian, orkes dangdut, dan wayang kulit. Dengan demikian, mencerminkan tradisi yang kaya akan nilai kebersamaan dan rasa syukur masyarakat nelayan terhadap laut.
Petik Laut dilaksanakan di berbagai daerah, seperti di Desa Jatirejo, Pasuruan, di mana ratusan nelayan mengikuti arak-arakan perahu kecil berisi buah-buahan dan ketupat menuju laut lepas. Sementara di Banyuwangi, tradisi ini berlangsung selama tiga hari, dimulai dengan pengajian hingga pelarungan sesaji.
Secara budaya, Petik Laut menggambarkan kebersamaan dan solidaritas masyarakat pesisir Jawa Timur. Tradisi ini juga menunjukkan pentingnya menjaga kelestarian laut agar generasi mendatang tetap dapat memanfaatkannya secara berkelanjutan, tanpa merusak ekosistem. Tradisi ini tidak hanya sebagai bentuk syukur, tetapi juga simbol kebersamaan dan komitmen menjaga alam.
2. Nyabis
Tradisi Nyabis di Pulau Gili, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo, adalah praktik religius yang penting bagi masyarakat setempat. Istilah "nyabis" mengacu pada kegiatan mengunjungi seorang ulama atau kyai yang dihormati sebagai pemimpin spiritual.
Tujuan utama dari tradisi ini adalah memohon berkah dan perlindungan dari Allah SWT agar aktivitas seperti menangkap ikan dan berdagang menjadi lebih lancar dan aman.
Dalam tradisi ini, masyarakat mendatangi kyai yang dianggap sebagai guru spiritual untuk mendapatkan doa. Kunjungan biasanya dilakukan pada hari Jumat, hari di mana para kyai tidak memiliki kegiatan mengajar santri, sehingga lebih mudah dijumpai.
Selain itu, masyarakat juga memanfaatkan momen ini untuk mempersiapkan peralatan melaut seperti membersihkan dan memperbaiki kapal nelayan, sebagai bentuk persiapan agar kegiatan mereka dapat berjalan dengan lancar.
Tradisi Megengan dan Nyekar, Salah Satu Tradisi di Jawa Timur untuk Sambut Ramadan
Tradisi Nyabis tidak hanya menekankan aspek spiritual, tetapi juga memperkuat rasa kebersamaan di antara masyarakat Pulau Gili. Semua anggota komunitas, baik nelayan maupun bukan, terlibat dalam tradisi ini, baik sebagai peserta aktif ataupun sebagai penonton yang menyaksikan berbagai acara tambahan seperti krengen dan tabbuan.
Tradisi ini juga mencerminkan cara masyarakat beradaptasi dengan tantangan lingkungan laut yang keras. Melalui pendekatan spiritual, mereka berupaya meningkatkan hasil tangkapan ikan dan menghindari risiko yang mungkin dihadapi saat melaut.
Tradisi ini merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat nelayan di Pulau Gili, yang memadukan keyakinan Islam dengan praktik budaya lokal untuk menciptakan keseimbangan antara kehidupan di daratan dan di lautan.
3. Larung Sembonyo
Larung Sembonyo adalah upacara adat yang dilaksanakan oleh masyarakat pesisir di Teluk Prigi, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, sebagai bentuk rasa syukur atas hasil tangkapan ikan yang melimpah. Selain itu, upacara ini juga merupakan penghormatan kepada para leluhur yang telah berjasa membuka kawasan Prigi.
Pelaksanaan upacara ini diawali dengan kirab tumpeng agung dan berbagai hasil bumi dari Kantor Kecamatan menuju Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi. Setelah tiba di pelabuhan, prosesi dilanjutkan dengan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh adat.
Kemudian, diadakan acara seremonial yang mencakup pelarungan tumpeng agung dan sesaji lainnya ke laut.
Tradisi Larung Sembonyo menjadi ungkapan syukur masyarakat nelayan atas berkah hasil tangkapan ikan selama satu tahun terakhir. Selain itu, upacara ini juga berfungsi sebagai penghormatan kepada tokoh pendahulu, seperti Raden Tumenggung Yudho Negoro, yang berjasa membuka kawasan Prigi.
Sejak 2023, Larung Sembonyo telah berkembang menjadi bagian dari Prigi Beach Carnival, sebuah festival pantai yang meriah dengan berbagai acara seperti pertunjukan tari, lomba maskot carnival, fashion show, pasar malam, dan pagelaran wayang.
Festival ini diharapkan dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat melalui peningkatan kunjungan wisatawan dan lamanya waktu yang mereka habiskan di Trenggalek.
Namun, Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin juga menekankan pentingnya keselamatan nelayan dalam acara ini. Beliau mengingatkan masyarakat untuk menjaga kebersihan laut dan meningkatkan kesadaran akan keselamatan saat melaut.
Larung Sembonyo bukan hanya tradisi syukur. Namun, juga simbol kebersamaan dan penghormatan kepada masa lalu, serta upaya memajukan perekonomian lokal dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga laut.
Kirab Budaya Sedekah Bumi di Surabaya-Jawa Timur
4. Festival Bandeng
Festival Bandeng di Sidoarjo adalah acara tahunan yang merayakan keberhasilan budidaya ikan bandeng, yang menjadi simbol utama daerah tersebut. Festival ini bertujuan untuk mendorong petani dan pembudidaya lokal agar terus mengembangkan bandeng raksasa, sekaligus melestarikan tradisi dan budaya masyarakat Sidoarjo.
Meskipun diadakan setiap tahun, perayaan kali ini mengalami beberapa perubahan penting. Salah satu perubahan terbesar adalah ditiadakannya lelang bandeng kawak, yang biasanya menjadi bagian utama dari acara. Keputusan ini diambil karena kendala biaya serta dampak dari bencana lumpur Sidoarjo.
Namun, festival tetap difokuskan pada upaya melestarikan budaya dan mempromosikan bandeng sebagai bagian penting dari identitas lokal. Pemerintah daerah juga berkomitmen untuk menjaga keberlanjutan budidaya bandeng.
Berbagai kegiatan seperti lomba tambak terbaik, pertunjukan seni, dan acara budaya lainnya biasanya diselenggarakan dalam festival ini. Festival juga berfungsi sebagai ajang promosi wisata, di mana pengunjung dapat lebih mengenal produk lokal dan warisan budaya Sidoarjo.
Secara ekonomi, Festival Bandeng diharapkan memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal dengan menarik wisatawan dan meningkatkan penjualan produk perikanan.
Dengan dukungan pemerintah dan masyarakat, acara ini diharapkan menjadi atraksi wisata yang berkelanjutan, sekaligus upaya bersama untuk mempertahankan tradisi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui budidaya ikan yang berkelanjutan.
Ayo, kenali dan lestarikan budaya di Jawa Timur!
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News