Kawan GNFI pasti tidak asing dengan tokoh-tokoh wayang perempuan seperti Srikandi, Drupadi, dan Dewi Kunti. Mereka adalah tokoh wayang yang terdapat dalam kisah Mahabharata. Kisah peperangan antara Pandawa dan Kurawa ini pasti menjadi kisah pewayangan yang paling sering Kawan GNFI dengar, bukan?
Pandawa dan Kurawa merupakan Bangsa Bharata yang merupakan keturunan dari Raja Bharata. Di balik kisah kelahirannya, terdapat kisah menarik dari Sakuntala, yang merupakan ibu dari Raja Bharata. Kisah perjuangan dan pengorbanannya dalam membesarkan Raja Bharata kelak akan melahirkan peradaban besar bangsa Bharata yakni Pandawa dan Kurawa.
Kelahiran Sakuntala
Dikisahkan ada seorang resi bernama Wismamitra yang hendak pergi bertapa. Ia bertapa agar dapat menjadi seorang brahma resi dan mendapatkan pusaka yang dapat menandingi Begawan Wasista. Pertapaannya ini menimbulkan kegaduhan di kahyangan, jagad para dewa.
Akhirnya, Bathara Indra mengutus Bathari Menaka beserta bidadari-bidadari agar turun ke bumi untuk menggagalkan pertapaan Resi Wismamitra. Bathari Menaka beserta rombongan bidadari pun segera berangkat. Mereka mulai menari-nari di depan Wismamitra yang masih khusyuk bertapa.
Upaya Bathari Menaka dan para bidadari dalam menggagalkan pertapaannya ternyata tidak mudah. Wismamitra sangat khusyuk dan tidak mudah terganggu oleh kecantikan Bathari Menaka dan para bidadari yang berusaha menggodanya.
Setelah berupaya keras dengan menari hingga membelai wajah Wismamitra, Bathari Menaka berhasil menggagalkan pertapaannya. Setelah gagal, mereka berdua menari bersama dan menjadi saling jatuh cinta. Keduanya larut dalam api asmara yang amat membara.
Api asmara yang membuat Bathari Menaka menerima benih cinta Wismamitra dan kemudian hidup menjadi janin yang ada dalam kandungannya.
Sayangnya, Wismamitra harus meninggalkan Bathari Menaka yang sedang hamil hingga janin tersebut siap dilahirkan. Bathari Menaka melahirkan seorang putri di pinggir sungai.
Namun, ia juga harus segera kembali ke kahyangan sebab tugas yang diberikan oleh Bathara Indra telah selesai. Akhirnya, dengan sangat berat hati ia meninggalkan bayinya di pinggir sungai tersebut.
Selama ditinggalkan ibunya, bayi tersebut tidak pernah kelaparan sebab diberi makan oleh burung Sakuni atau Peksi Sakunta. Suatu hari, seorang pertapa bernama Resi Kanwa menemukan bayi tersebut yang sedang diberi makan oleh burung Sakunta.
Oleh karena itu, Resi Kanwa kemudian memberinya nama Dewi Sakuntala. Resi Kanwa kemudian membawa bayi tersebut pulang untuk dirawat dan diasuh.
Baca juga: Refleksi Wayang dan Emansipasi Perempuan
Kelahiran Prabu Bharata
Singkat cerita, Sakuntala pun beranjak dewasa. Suatu hari, ia sedang mencari kayu bakar di dalam hutan yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Tiba-tiba ia bertemu dengan Prabu Duswanta, seorang raja Kerajaan Astina beserta prajuritnya sedang berburu di hutan tersebut.
Melihat kecantikan Sakuntala, ia pun terpikat dan jatuh cinta. Prabu Duswanta pun langsung berniat untuk melamar Sakuntala dan memboyongnya ke negeri Astina.
Sakuntala kemudian mengajaknya bertemu dengan ayahnya, Resi Kanwa untuk meminta restu. Setelah bertemu dengan Resi Kanwa dan mendapatkan restunya, Sakuntala mengajukan syarat kepada Prabu Duwanto.
Syarat tersebut adalah apabila ia mempunyai anak laki-laki, maka anak tersebut harus menjadi penerus tahta Astina. Prabu Duswanta menyanggupi syarat tersebut. Mereka kemudian sementara tinggal di kediaman Sakuntala, di hutan tersebut.
Di tengah-tengah kebahagiaan kehidupan baru mereka sebagai keluarga, Prabu Duswanta harus segera pamit kembali ke kerajaannya. Ia terpaksa meninggalkan Sakuntala yang sedang mengandung bayi yang merupakan putranya.
Prabu Duswanta berjanji, kelak ketika bayi tersebut lahir, ia akan menjemputnya dan membawanya menuju kerajaan. Sebelum berpamitan, ia juga berpesan, anak tersebut akan memiliki tanda lahir berupa gambar cakra yang akan ada di telapak tangan kanannya.
Waktu demi waktu berlalu, tibalah janin tersebut lahir ke dunia. Benar saja, bayi tersebut lahir dengan jenis kelamin laki-laki yang diberi nama Sarwadamana. Sakuntala merawat dan membesarkan bayi itu bersama ayahnya, Resi Kanwa. Hingga tiba waktunya Sarwadamana beranjak dewasa. Ia mulai menanyakan kepada ibunya mengenai sosok ayahnya.
Sakuntala dan Resi Kanwa menganggap bahwa saat itu adalah waktu yang tepat untuk Sarwadamana mengetahui sosok ayahnya. Resi Kanwa pun mulai menceritakan sosok Prabu Duswanta. Akhirnya, Sakuntala mengajak Sarwadamana menuju Astina untuk menemui ayahnya dan menagih janjinya. Resi Kanwa pun juga turut mengantar mereka berdua.
Sesampainya di Istana Kerajaan Astina, para prajurit menghalangi rombongan mereka hingga terjadilah perlawanan oleh Sarwadamana yang menimbulkan keributan. Mendengar kegaduhan tersebut, Prabu Duswanta pun keluar untuk melihat keadaan tersebut. Sakuntala yang melihat Prabu Duswanta langsung bersimpuh dan memintanya untuk mengingat-ingat kembali siapa dirinya.
Namun, Prabu Duswanta malah memperlakukannya dengan kasar dan menganggapnya sebagai orang miskin yang mengaku-ngaku sebagai istrinya. Melihat hal itu, Sarwadamana tidak terima dan akhirnya ia berkelahi dengan Prabu Duswanta. Perkelahian tersebut berlangsung sengit, pasalnya keduanya sama-sama kuat.
Hingga terdengar suara dari kahyangan yang merupakan suara Bethara Indra. Suara tersebut memberi tahu Prabu Duswanta tentang 3 sosok yang tiba-tiba mengusiknya hari itu. Tidak hanya itu, Bethara Indra juga menyuruh Prabu Duswanta untuk melihat tanda cakra di telapak tangannya. Akhirnya, ia menyadari kekhilafannya tersebut dan meminta maaf kepada ketiganya.
Prabu Duswanta pun menepati janinya untuk mewariskan tahta Astina kepada putra yang lahir dari rahim Sakuntala. Ia juga mengubah nama Sarwadamana menjadi Prabu Bharata. Prabu Bharata innilah yang nantinya akan mmenurunkan bangsa Bharata, yang terdiri dari Pandawa dan Kurawa.
Baca juga: Pagelaran Wayang Kulit Sebagai Bentuk Pelestarian Budaya Tradisonal Yogyakarta
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News