refleksi wayang dan emansipasi perempuan - News | Good News From Indonesia 2023

Refleksi Wayang dan Emansipasi Perempuan

Refleksi Wayang dan Emansipasi Perempuan
images info

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbungUntukMelambung

7 November 2003 UNESCO menetapkan wayang sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity. Momentum tersebut menjadi dasar Presiden Joko Widodo menetapkan Hari Wayang Nasional pada tanggal yang sama.

Wayang adalah bagian kebudayaan kita, jagat kompleks untuk mengidentifikasi identitas, idealitas, dan refleksi atas realitas hidup manusia. Pesan moral dalam wayang hadir lewat kisah dan pencitraan para tokohnya.

Bagi orang Jawa khususnya, wayang adalah katalog hidup. Dalam kehidupan keseharian, masyarakat seringkali secara implisit mengidentifikasi diri dengan tokoh wayang. Semar identik dengan kebijaksanaan, Yudhistira adalah simbol kejujuran, Ekalaya menjadi contoh kesungguhan, Dewi Sinta adalah penanda kesetiaan. Tokoh-tokohnya adalah representasi kehidupan di dunia, termasuk tentang hubungan lelaki-perempuan.

Cerita wayang yang selama ini kita kenal berdasar pada Mahabharata dan Ramayana. Secara garis besar, keduanya menceritakan peperangan antar lelaki, atas nama keluarga, cinta, dan kebenaran. Maka ceritanya menggambarkan kekuatan, kekuasaan dan heroisme para satria lelaki. Sebut saja lakon Mintaraga, Dewaruci, Pandhawa Dhadhu, hingga Bharatayuda.

Dalam cerita tersebut tokoh perempuan tidak memegang peranan penting. Keberadaan tokoh perempuan juga jarang terangkat dalam lakon khusus tentang jalan hidupnya. Kisah tokoh perempuan kerap diangkat dalam lakon yang menceritakan proses pencarian jodoh dengan judul Alap-alap atau Sayembara. Meski demikian jalan ceritanya justru lebih banyak didominasi interaksi antar tokoh wayang lelaki.

Secara tidak langsung lakon tersebut merepresentasikan kondisi perempuan masih terhegemoni supremasi lelaki, tidak berkuasa mengambil peran dan keputusan suatu hal, termasuk hidupnya sendiri. Hal ini menegaskan “kodrat” perempuan hanya berperan di wilayah domestik “sumur, kasur, dapur”. Perempuan sejati dan patut jadi teladan adalah mereka yang mumpuni dalam hal-hal tersebut. Dalam hal ini masyarakat kerap menjadikan sosok Dewi Kunti, Sembadra atau Sinta sebagai gambaran wanita sejati: setia pada suami, mampu mengurus keluarga dan tetap mampu tampil dengan kualitas kewanitaannya.

Dalam logika feminisme hal ini tentu saja menjadi catatan. Pandangan emansipasi mengritisi dogma tersebut. Ia berkeinginan menyetarakan hak antara kaum laki-laki dan perempuan dalam segala sektor kehidupan. Terlebih fakta membuktikan kaum perempuan masih subordinan, baik sebagai pelaku ataupun pihak yang menjadi sasaran kebijakan.

Maka kini kaum perempuan berusaha mencapai jenjang pendidikan tertinggi, mengembangkan karir, meningkatkan status sosial, dan menempati posisi pemegang kebijakan, sebagai bukti eksistensi perempuan di ranah publik. Pada saat yang sama, hal ini bisa dibaca sebagai minimalisasi peran perempuan di ranah domestik.

Di balik itu, sebenarnya emansipasi juga bisa dimaknai perluasan peran perempuan membantu kaum laki-laki dan juga masyarakat luas. Karena tanpa disadari keberadaan perempuan di belakang lelaki menjadi suatu suntikan energi yang justru menguatkan peran ketokohan lelaki, suatu hal yang diakui oleh lelaki sendiri.

Peran perempuan semacam ini juga menjadi wujud emansipasi. Karena makna kesetaran gender ialah setara dalam artian yang seimbang dalam hal kesempatan, sehingga posisi kaum laki-laki bukan dianggap sebagai pesaing tetapi sebagai partner, baik di ranah domestik maupun publik (Sari Dewi dkk, 2017).

Dalam wayang yang menjadi mekanisme referensial bagi hidup manusia, peran dan ketokohan perempuan membuktikan emansipasi dalam konteks tradisi yang kontekstual dengan kekinian. Contoh Dewi Kunti yang setia dan sabar mendampingi Pandu Dewanata yang juga memperistri Dewi Madrim. Diluar isu poligami, Kunti berperan mengasuh seluruh putra Pandu dan Madrim setelah keduanya mangkat, menjadikannya generasi emas Pandawa sebagai para satria dalam kebaikan dan kebenaran. Begitu juga dengan peran Dewi Sembadra sebagai istri Arjuna yang dikenal sebagai lelananging jagad.

Dewi Drupadi, istri Yudhistira, juga tetap setia mendampingi suami dalam berbagai kondisi yang dialami kelima Pandawa. Di sisi lain, ia juga mampu menjaga hak dan harga dirinya dihadapan laki-laki ketika dirinya dilecehkan Dursasana dan tak ada seorang pun lelaki membelanya (lakon Pandhawa Dadu). Hal ini bisa dibaca sebagai pembalikan logika dominasi perempuan kepada kaum lelaki. Sikap resistensi emansipatif dalam logika feminisme terbukti dalam hal ini.

Begitu juga Srikandi, istri Arjuna berkemampuan satria. Kemampuan dan perannya dalam olah senjata (yang identik dengan maskulinitas lelaki) membuat Kresna (baca: lelaki) menjadikannya ujung tombak strategi yang mengubah konstelasi peperangan Bharatayudha menjadi kemenangan Pandawa (baca: kebaikan) atas Kurawa, simbol kejahatan.

Tokoh perempuan dalam pewayangan memberikan simbolisme mengenai emansipasi bagi kaum perempuan dengan cara yang ideal. Perempuan tetap mampu berkiprah di ranah publik, memberikan kontribusi bagi banyak orang, mendukung dan mendapat pengakuan dari tokoh laki-laki, tanpa mengabaikan kewajibannya dalam ranah domestik, baik sebagai seorang istri ataupun ibu (Sari Dewi dkk, 2017).

Dengannya kita bisa memaknai wayang tidak hanya sebagai tontonan tapi juga tuntunan. Ia tidak saja sebuah bentuk ekspresi seni, tapi juga menyediakan ruang refleksi untuk memaknainya. Bukan sebagai sesuatu yang lampau semata, tapi juga kontekstual dengan dinamika dan problematika zaman saat ini, terutama terkait berbagai problem perempuan yang belakangan ini mengemuka dan menjadi keprihatinan kita bersama. Mari memaknai peran perempuan dengan lebih baik melalui wayang sehingga menjadi manusia yang lebih baik dan beradab.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

OM
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.