Di balik sejarah panjang Indonesia, ada sederet perempuan tangguh asal Minangkabau, Sumatra Barat yang turut menjadi garda terdepan melawan penjajah. Mereka tak hanya memperjuangkan kemerdekaan, tetapi juga hak-hak perempuan.
Kawan GNFI, siap untuk tahu lebih jauh tentang perjuangan mereka? Yuk, simak kisah inspiratif mengenai lima tokoh wanita pejuang dari suku penganut adat matrilineal ini!
1. Rasuna Said: Singa Betina dari Minangkabau
Jika ada satu nama yang selalu disebut ketika membicarakan tokoh wanita dari Minangkabau, maka Rasuna Said adalah jawabannya.
Rangkayo Hj. Rasuna Said, seorang pahlawan nasional dan pejuang emansipasi wanita yang lahir di Maninjau, Sumatra Barat, pada 14 September 1910. Dengan keberanian dan kecerdasannya, Rasuna tak hanya mencuri perhatian rakyat, tetapi juga membuat penjajah Belanda geram!
Rasuna Said telah terjun ke pergerakan kemerdekaan sedari muda. Ia aktif di organisasi politik, seperti Sarekat Rakyat dan PERMI (Persatuan Muslim Indonesia), lalu lewat orasinya yang penuh semangat, ia mengecam kebijakan kolonial yang menindas rakyat kecil.
Keteguhannya membuatnya dijebloskan ke penjara pada usia 22 tahun. Namun, hal itu tak membuatnya gentar, justru selama di penjara, Rasuna semakin mengasah pemikiran dan strategi pergerakan.
Besarnya nyali Rasuna dalam menyuarakan kebenaran, meski berisiko, menunjukkan bahwa setiap suara, sekecil apa pun, bisa membawa perubahan besar. Hingga kini, nama "Rasuna Said" diabadikan menjadi salah satu jalan protokol di Jakarta sebagai penghargaan atas jasanya.
2. Rohana Kuddus: Pelopor Pers Perempuan di Indonesia
Pernah dengar nama Rohana Kuddus? Mungkin tak seterkenal RA Kartini, tetapi kiprah wanita Minangkabau yang lahir pada 20 Desember 1884 di Bukittinggi ini, tak kalah hebat.
Rohana memiliki pemikiran yang jauh melampaui zamannya. Ia berani melawan ketidakadilan melalui tulisan dan pendidikan. Bahkan, pada tahun 1912, Rohana Kuddus mendirikan surat kabar pertama khusus perempuan bertajuk “SoentingMelajoe”, sesuatu yang revolusioner pada saat itu!
Di tengah masyarakat yang masih menganggap pendidikan perempuan tidak penting, ia tetap teguh memperjuangkan mimpinya untuk meningkatkan derajat perempuan. Rohana bukan hanya seorang wartawati, melainkan juga pendidik yang mendirikan “Kerajinan Amai Setia”, sekolah keterampilan bagiwanita yang mengajarkan baca, tulis, memasak, dan menjahit.
Keberanian Rohana Kuddus untuk terus bersuara dan tindakannya mendirikan sekolah di tengah tantangan adat ini, menunjukkan bahwa pendidikan merupakan kunci penting dalam perubahan. Semua ini dilakukan agar perempuan tak hanya pandai dalam urusan rumah tangga, tetapi juga mampu mandiri secara ekonomi melalui edukasi dan pelatihan.
Fun fact:
Rohana dibesarkan dalam keluarga open-minded yang hobi membaca. Ayahnya adalah seorang pegawai pemerintah Belanda, yang kerap membawakan bahan bacaan dari kantornya untuk Rohana pelajari.
Dilansir dari AgamKab.go.id, ternyata Rohana Kuddus adalah kakak tiri dari Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia. Selain itu, ia merupakan mak tuo (bibi) dari penyair terkenal Chairil Anwar, serta sepupu dari mantan Menteri Luar Negeri Indonesia, KH Agus Salim.
Baca juga: Cut Meutia, Pahlawan Wanita Aceh yang Sosoknya Diabadikan di Uang Seribu
3. Rahmah El-Yunusiyyah: Pionir Pendidikan Islam Khusus Perempuan
Syaikhah Hj. Rangkayo Rahmah El-Yunusiyyah, seorang perempuan Minangkabau yang memelopori pendidikan Islam untuk perempuan. Dengan mendirikan Perguruan Diniyyah Puteri di Padang Panjang, Rahmah ingin memberdayakan perempuan agar memiliki kesempatan yang sama dalam pendidikan, layaknya laki-laki pada zaman itu.
Ia percaya bahwa mendidik perempuan berarti membangun generasi masa depan. Wanita diharapkan menjadi sosok ibu yang terampil sekaligus cerdas, karena merekalah “madrasah” pertama bagi anak-anaknya.
Selain berjuang di bidang pendidikan, Rahmah El-Yunusiyyah juga turun langsung dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia berperan sebagai “BundoKanduang” (pemimpin perempuan dalam masyarakat Minang) di barisan Sabilillah dan Hizbullah saat revolusi 1945.
Rahmah juga memimpin dapur umum untuk menyiapkan perbekalan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Padang Panjang, sekaligus menyediakan pakaian tentara yang dijahit di bengkel tenun perguruannya.
Semangat juang Rahmah El-Yunusiyyah tak terbatas pada fisik, tetapi juga dalam pemikirannya yang enggan tunduk pada kolonial, termasuk menolak subsidi dari Belanda.
4. Siti Manggopoh: Pemimpin Perang yang Penuh Taktik
Kisah Siti Manggopoh mungkin tak seterkenal tokoh lainnya, tetapi perjuangannya sangat menginspirasi. Ia adalah tokoh di balik Perang Manggopoh, sebuah perlawanan rakyat Minangkabau terhadap kebijakan pajak yang berlebihan dari pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1908.
Dengan kecerdikan dan keberaniannya, Mandeh Siti menyusun siasat gerilya, hingga berhasil menyusup ke markas Belanda, dan membuat mereka kewalahan. Dalam serangan mendadak yang dikenal juga sebagai “Perang Belasting” ini, ia dan pasukannya menewaskan 53 serdadu Belanda. Meski akhirnya Siti ditangkap, semangat perjuangannya tak pernah padam.
Siti Manggopoh menjadi bukti nyata bahwa tidak hanya lelaki saja yang dapat memimpin di medan perang, tetapi perempuan pun bisa memiliki kemampuan memimpin dan mengatur strategi.
5. Inyiak Upiak Palatiang: Maestro Tradisi dan Pendekar Silat Minang
Barangkali nama “Inyiak Upiak Palatiang” masih terdengar asing bagi sebagian orang. Kalau Kawan GNFI belum tahu, ini saatnya Kawan mengenal lebih dekat siapa dia!
Upiak Palatiang, maestro asal Minangkabau yang lahir di Dusun Kubu Gadang, Sumatra Barat. Ia telah mengenal seni tradisional Minangkabau sejak usia belia, terutama dalam atraksi randai, silat, dan dendang saluang, bersyair menggunakan seruling.
Inyiak Upiak Palatiang juga merupakan pendekar perempuan langka yang dikenal karena kemampuannya dalam silat Minang, khususnya aliran Silek Gunuang. Silat ini bukan sekadar aliran biasa, melainkan dianggap sebagai induk dari berbagai ilmu silat yang berkembang di Minangkabau.
Di tengah arus modernisasi, Inyiak tetap setia menjaga tradisi. Baginya, melestarikan seni bukan hanya persoalan mempertahankan warisan nenek moyang, melainkan juga cara kita menghormati dan membangun identitas bangsa.
Baca juga: Silek Minang: Jalan Menempuh Kesempurnaan Hidup
Dari Rasuna Said hingga Inyiak Upiak Palatiang, setiap tokoh memiliki kisah inspiratif yang bisa menjadi teladan bagi generasi masa kini. Perjuangan mereka mengajarkan kita tentang arti keberanian, kecerdasan, dan keteguhan hati dalam memperjuangkan sesuatu yang diyakini.
Nah, Kawan GNFI, jangan lupa bagikan artikel ini, ya, agar semakin banyak orang yang tahu kehebatan para wanita tangguh ini. Yuk, kita teruskan semangat juang tersebut!
Sumber Referensi:
- https://agamkab.go.id/Agamkab/detailberita/8489/rohana-kudus-wartawati-pertama-di-indonesiatokoh-pers.html
- https://ejournal.uigm.ac.id/index.php/Besaung/article/view/1396
- https://esi.kemdikbud.go.id/wiki/Rasuna_Said
- https://kemenag.go.id/kolom/mengenang-rahmah-el-yunusiyyah-penggerak-kesetaraaan-pendidikan-perempuan-HRWgM
- https://manggopoh.desa.id/artikel/2021/11/12/perlawanan-anti-belasting-dan-gerakan-kemajuan-di-sumatera-barat-1908
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News