Sebagai orang Indonesia yang hadir di Keretapi Sarong 2024 di Kuala Lumpur, saya terkesima oleh rasa kebanggaan dan persatuan yang begitu kuat terpancar dari masyarakat Malaysia. Bagi saya, acara ini bukan sekadar perayaan Hari Malaysia, tetapi sebuah ekspresi mendalam tentang identitas nasional, yang dijalin oleh sejarah bersama, budaya, dan generasi muda yang penuh visi ke depan. Saat berdiri di tengah kerumunan, saya tak bisa menahan diri untuk merenungkan perbedaan dan kesamaan antara Indonesia dan Malaysia, serta bagaimana acara ini memancarkan kebanggaan kolektif yang meninggalkan kesan mendalam bagi saya.
Generasi Muda: Saksi Kemajuan Malaysia
Yang serta merta menarik perhatian saya di Keretapi Sarong 2024 adalah adalah betapa banyaknya anak muda yang berpartisipasi dalam acara ini. Saya rasa, kebanyakan dari mereka sepertinya berusia sekitar dua puluhan, jadi kira-kira lahir sekitar pergantian milenium. Generasi ini tumbuh di era modernisasi Malaysia yang pesat. Mereka tidak hanya menjadi penonton perkembangan negara mereka di panggung global, tapi juga hidup di masa di mana Malaysia berhasil melewati tantangan-tantangan ekonomi dan muncul sebagai negara yang maju di Asia Tenggara, bahkan Asia.
Melihat mereka naik kereta penuh sesak di pagi hari itu—dengan mengenakan sarong, baju kurung, kebaya, dan pakaian tradisional lainnya—saya sadar bahwa generasi muda Malaysia ini telah menyaksikan perubahan besar di Malaysia. Mereka telah melihat negara ini berkembang menjadi negara yang lebih makmur, dengan infrastruktur kelas dunia seperti Menara Petronas dan Merdeka 118 yang kini menjadi simbol kemajuan negara dan mengamankan tempat mereka di ranah global. Mereka seperti faham betul bahwa Malaysia akan menjadi negara berpenghasilan tinggi tahun depan (2025), dengan pendapatan per kapita antara US$12,000 hingga US$15,000.
Bagi anak-anak muda ini, kebanggaan mereka lebih dari sekadar ekspresi budaya. Itu adalah refleksi dari bagaimana Malaysia telah menjadi negara yang stabil, modern, cantik, dan semakin sejahtera. Kebanggaan ini bukan hanya tentang masa lalu, tapi juga masa depan Malaysia yang lebih baik.
Satu hal lain yang menarik perhatian saya adalah betapa banyaknya anak muda Malaysia yang sudah bepergian ke luar negeri. Bersama dengan Singapura, Malaysia memiliki salah satu populasi negara yang paling sering bepergian ke luar negeri di Asia Tenggara. Saya yakin, banyak dari mereka yang saya lihat di Keretapi Sarong mungkin telah mengunjungi berbagai negara, melihat budaya yang berbeda, dan memperoleh perspektif yang lebih luas. Namun, setelah perjalanan mereka, mereka pulang dengan rasa penghargaan yang baru terhadap tanah air mereka.
Ada pepatah yang mengatakan bahwa perjalanan ke luar negara akan membuka banyak wawasan baru, dan saya percaya anak-anak muda Malaysia ini pun merasakannya. Mereka yanf telah mengunjungi berbagai negara, melihat kota-kota besar di dunia, dan menyadari bahwa Malaysia, dengan infrastrukturnya, modernitasnya, masyarakatnya yang damai, dan keramahannya, sering kali lebih unggul dibandingkan dengan tempat-tempat yang mereka kunjungi. Kebanggaan mereka terhadap tanah air tidak hanya berakar pada sejarah, tetapi juga pada kemajuan yang mereka saksikan sendiri.
Lebih dari itu, reputasi global Malaysia turut memperkuat rasa identitas mereka. Dengan salah satu paspor terkuat di dunia, warga Malaysia bisa bepergian ke 183 negara tanpa perlu visa. Kebebasan untuk bepergian dan reputasi baik Malaysia di dunia internasional jelas membentuk rasa percaya diri dan kebanggaan yang mereka bawa kembali ke negara mereka.
Keberagaman Budaya sebagai Kekuatan Malaysia
Ketika kereta-kereta yang membawa ribuan peserta tiba di Lanai MaTiC, tak jauh dari Menara Petronas yang megah, pemandangan yang saya lihat sungguh luar biasa. Meski matahari siang terik menyengat, suasana penuh dengan semangat perayaan. Kerumunan yang berkumpul di ruang terbuka itu menjadi cerminan hidup dari keberagaman etnis di Malaysia. Orang-orang dari berbagai latar belakang—Melayu, Cina, India, dan mereka yang dari Sabah dan Sarawak—berdiri bersama, melambaikan bendera, menyanyikan lagu-lagu tradisional, dan merayakan hari itu dengan penuh kebahagiaan.
Yang paling mengejutkan saya adalah betapa spontan dan alami semua itu terjadi. Orang-orang tersenyum satu sama lain, menari, bernyanyi tanpa perlu ada arahan formal atau koordinasi. Penampilan di panggung sangat sederhana—hanya musik yang diputar, beberapa tarian tradisional, dan sedikit penyanyi live. Tidak ada selebriti terkenal, tidak ada konser besar, tapi itu tidak mengurangi semangat peserta. Bahkan, saya melihat betapa kesederhanaan acara ini tampaknya justru menambah rasa kebahagiaan dan persatuan kolektif yang hadir.
Sebagai orang Indonesia, saya mulai merenung. Di Indonesia, acara-acara besar seperti ini biasanya membutuhkan artis terkenal atau pertunjukan mewah untuk menarik perhatian anak muda. Namun di sini, di Kuala Lumpur, terlihat jelas bahwa anak-anak muda ini tidak datang untuk menyaksikan kemegahan. Mereka datang untuk merayakan sesuatu yang lebih dalam: identitas mereka, budaya mereka, dan negara mereka.
Memeluk Tradisi Sambil Memandang Masa Depan
Salah satu hal yang paling berkesan dari Keretapi Sarong adalah bahwa acara ini bukan hanya tentang merayakan Malaysia modern. Ini juga menjadi bukti bahwa anak-anak muda Malaysia sangat terhubung dengan akar budaya mereka. Meski hidup di dunia yang semakin global, mereka dengan bangga mengenakan pakaian tradisional, menunjukkan bahwa mereka tidak melupakan asal-usul mereka. Mereka merangkul keberagaman budaya yang menjadi ciri khas Malaysia—mulai dari sarong dan kebaya dari komunitas Melayu hingga cheongsam dan sari dari komunitas Cina dan India—semuanya menjadi pengingat bahwa kemajuan modern tidak harus menghapus tradisi.
Generasi ini menunjukkan kepada dunia bahwa Malaysia tidak hanya dikenal dengan gedung pencakar langit dan pencapaian ekonominya. Negara ini juga kaya akan sejarah, dengan warisan budaya yang mendalam, dan anak-anak mudanya dengan bangga menampilkan itu. Saat saya berdiri di sana, melihat kerumunan yang menari dengan pakaian tradisional mereka, saya menyadari bahwa kebanggaan yang mereka rasakan bukan hanya individu—itu adalah kebanggaan kolektif. Kebanggaan yang lahir dari keberagaman Malaysia, tetapi bersatu oleh rasa memiliki yang sama.
Kebanggaan Kolektif sebagai Kekuatan Malaysia
Apa yang paling membuat saya takjubdari Keretapi Sarong 2024 ini adalah bagaimana kebanggaan kolektif ini muncul. Anak-anak muda Malaysia, yang sebagian besar tumbuh di era modern dan globalisasi, bangga menjadi warga dunia, namun mereka melakukannya tanpa kehilangan warisan mereka. Sebaliknya, mereka justru merayakannya. Acara ini adalah pengingat yang kuat bahwa kebanggaan nasional, yang berakar pada sejarah dan tradisi, dapat berkembang menjadi sesuatu yang menyatukan dan memperkuat sebuah bangsa.
Kebanggaan kolektif ini bukanlah sesuatu yang hanya sementara. Ini adalah kekuatan yang akan membentuk masa depan Malaysia. Anak-anak muda ini adalah saksi dari beberapa momen paling penting dalam sejarah modern negara mereka. Mereka telah melihat Malaysia tumbuh menjadi negara yang mampu bersaing di panggung global, dan mereka bangga untuk membawa identitas negara mereka ke masa depan. Seiring dengan semakin melekatnya kebanggaan ini dalam kesadaran kolektif mereka, identitas budaya Malaysia semakin mengemuka, mengingatkan dunia—dan diri mereka sendiri—bahwa Malaysia adalah negara yang kuat, bersatu, dan kaya secara budaya.
Sebagai orang Indonesia, menyaksikan Keretapi Sarong 2024 adalah pengalaman yang begitu menggugah. Ini bukan hanya perayaan Hari Malaysia, tapi perayaan tentang segala sesuatu yang membuat Malaysia unik. Anak-anak muda yang berpartisipasi bukan hanya merayakan masa lalu mereka—mereka juga merangkul masa depan mereka, sebagai warga dunia dengan ikatan yang kuat dan bangga pada warisan budaya mereka. Saya meninggalkan acara ini dengan perasaan yang terinspirasi, dan tak bisa tidak bertanya-tanya apakah di Indonesia, kita juga bisa menumbuhkan rasa persatuan, kebanggaan, dan keterhubungan yang serupa dengan akar budaya kita sendiri.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News