Keragaman suku dan budaya di indonesia berhasil membuat takjub siapapun yang menyaksikannya. Beberapa suku memiliki tradisi kearifan lokal yang cukup mengerikan untuk orang awam.
Kemistisan dan kesakralan budaya-budaya tersebut tak terlepas dari peran para nenek moyang dan para leluhur yang kala itu belum mengenal Tuhan dan ajaran keagamaan lainnya.
Mereka masih berpegangan pada alam dan percaya bahwa semua ruh atau nyawa akan kembali ke alam semesta itu sendiri. Hampir seluruh tradisi di berbagai suku dan daerah menganggap alam semesta sebagai sumber kehidupan.
Salah satu tradisi tersebut adalah Ma’nene yang berasal dari Tanah Toraja. Tradisi Ma'nene adalah tradisi yang berkaitan dengan pengurusan jenazah di mana jasad para leluhur yang sudah dimakamkan kemudian dibangkitkan dari makam untuk dibersihkan dan diganti pakaiannya, lalu dikembalikan lagi ke makam dengan penuh penghormatan.
Tradisi Ma'nene bertujuan untuk mengenang, menghormati, dan merawat para leluhur yang telah wafat. Ini juga menjadi simbol bahwa kematian tidak akan memutus ikatan keluarga antara leluhur yang sudah wafat dengan keturunannya yang masih hidup hingga saat ini.
Tedong Silaga, Tradisi Adu Kerbau dalam Upacara Kematian Suku Toraja
Sejarah Tradisi Ma’nene
Ritual Ma’nene adalah salah satu ritual dalam upacara adat Rambu Solo atau kematian. Ritual ini unik karena jasad para leluhur yang telah lama meninggal, dikeluarkan kembali dari makamnya untuk dibersihkan dan diganti pakaiannya.
Buku Ma’nene, Upacara Adat Rambu Solo Toraja karangan Ariany Syurfah menjelaskan bahwa ritual ini berawal dari seorang pemburu bernama Pong Rumasek yang sedang mengembara di Pegunungan Balla tiba-tiba menemukan jasad dalam kondisi yang mengenaskan.
Dia pun tergerak untuk menguburkan jasad tersebut ke tempat yang lebih baik dan membusanai dengan pakaian yang layak. Setelahnya, Pong Rumasek diberikan rezeki berupa tanaman yang tubuh subur, panen yang melimpah, dan kemudahan dalam berburu.
Pong Rumasek pun merasa bahwa jasad-jasad dari orang yang telah wafat harus diperlakukan dengan baik, penuh penghormatan, dan perawatan.
Lalu, kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Toraja, Aluk Todolo percaya bahwa tradisi ini untuk memohon restu kepada nenek moyang.
Kepercayaan Aluk Todolo percaya bahwa arwah leluhur mereka tetap beraktivitas dalam dunia manusia untuk mencari bekal dalam mencapai kehidupan yang lebih baik di alam mereka.
Itu sebabnya para keluarga membusanai para jasad, mengorbankan kerbau, dan meletakkan makanan di sekitar kuburan.
Ada dua versi dari Tradisi Ma’nene, yaitu versi Aluk Todolo dan versi Kristen. Perbedaan dua versi tersebut secara umum terletak pada proses pelaksanaannya. Tujuan dari dua versi itu pun berbeda.
Ma’nene Aluk Todolo adalah meminta berkat kepada arwah leluhur, sedangkan Ma’nene Kristen sebagai bentuk kasih sayang dan penghargaan kepada keluarga yang ditinggalkan.
Mengenal Passiliran Tradisi Pemakaman Bayi di Pohon Tarra dari Suku Toraja
Pelaksanaan Tradisi Ma’nene
Tradisi Ma’nene dilaksanakan dalam tiga hingga empat tahun sekali di bulan Agustus bersamaan dengan musim panen dan keluarga yang berada di perantauan bisa pulang dan berpartisipasi dalam tradisi tersebut.
Secara umum, Tradisi Ma’nene dilakukan dengan langkah-langkah berikut,
- Mayat yang tersimpan dalam peti mayat berbentuk rumah yang disebut Patane diambil dari makam batu.
- Peti dibuka dan jasad diangkat lalu dikeluarkan.
- Tetua adat atau Ne’tomina membacakan doa sebagai permohonan izin kepada leluhur dan meminta keberkahan setiap musim panen tiba.
- Setelah didoakan, jasad dibersihkan oleh anggota keluarga menggunakan kuas dan memasangkan pakaian baru.
- Jenazah kembali dimasukkan ke dalam Patane dan dikembalikan ke makam batu.
Pelaksanaan tradisi Ma’nene versi Alok Todolo dengan Kristen tentu berbeda.
Tradisi Ma’nene versi Aluk Todolo
- Mengganti semua pakai dari jasad leluhur dan membersihkan kuburannya. Peti-peti yang sudah lapuk kemudian diganti dengan yang baru.
- Mempersembahkan babi, kerbau, nasi dan bumbu dapur lainnya untuk membuat Pa’piong Bai. Makanan itu terbuat dari daging babi dan nanti akan disantap bersama-sama.
- Setelah semua persembahan tersedia, pemimpin ritual membacakan doa-doa untuk mengundang arwah nenek moyang.
- Kedatangan arwah ditandai dengan sang pemimpin ritual memakan seluruh persembahan. Lalu, seluruh hadirin bisa menyantap hidangan bersama-sama.
Tradisi Ma’nene versi Kristen
- Keluarga bertemu untuk membahas waktu pelaksanaan.
- Saat waktu pelaksanaan tiba, keluarga akan mengundang para tetangga untuk hadir dalam acara tersebut.
- Keluarga menyiapkan kain untuk mengganti pakaian jasad bersamaan dengan disuguhinya Pa’piong Bai, kue Tori’ atau kue khas Toraja, kopi serta teh.
- Setelah semua keluarga dan tamu undangan berkumpul, pendeta melakukan doa sebelum makan bersama dimulai dan pergi ke kuburan untuk melaksanakan Ma’nene.
- Sesampainya di kuburan, Patane langsung diambil dan jasad dikeluarkan.
- Area sekitar kuburan batu serta Patane dibersihkan.
- Jasad juga dibersihkan dan digantikan dengan pakaian baru.
- Setelah bersih dan rapih, jasad kembali dimasukkan ke dalam Patane dan dikembalikan ke kuburan batu.
Tradisi Mau2019 Badong : Nyanyian dan Tarian Sakral Suku Toraja
Nilai dan Makna Tradisi Ma'nene
Tradisi Ma’nene tidak hanya filosofis tapi juga kaya akan nilai dan makna yang mengajarkan pentingnya melestarikan tradisi di tengah perkembangan zaman yang semakin cepat berubah. Nilai dan makna tersebut berupa,
- Bakti dan penghormatan kepada sesama, terutama leluhur dan orang tua yang telah pergi mendahului generasi penerusnya.
- Mempererat hubungan keluarga melalui kerja sama dan gotong royong.
- Menghormati adat dan warisan budaya yang sudah ada dan diwariskan secara turun-temurun.
- Keterkaitan spiritual. Masyarakat Toraja percaya bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan jalan menuju dunia lain yang lebih baik.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News