Mangrove dan kawasan gambut berperan penting dalam perubahan iklim serta menjadi solusi alami pada mitigasi perubahan iklim di Indonesia. Mangrove di Indonesia merupakan terluas di dunia dengan 23% dari total luas mangrove global yang terbesar di sepanjang garis pantai di angka 95.000 kilometer.
Berikutnya kawasan gambut perlu di ketahui oleh Kawan GNFI, menurut Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Indonesia memiliki sekitar 14,9 Juta hektar kawasan gambut yang tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Papua.
Melihat luas keduanya, Kawan GNFI pasti berpikir bahwa banyak nya dari kedua ekosistem pasti bisa melakukan penurunan Gas Rumah Kaca (GRK).
Kunci Mangrove dan Gambut untuk perubahan iklim
Kedua ekosistem sebagai kunci karena mangrove memiliki kemampuan menyerap karbon yang tinggi, sekaligus pelindung alami dari abrasi pantai, gelombang besar, dan tsunami.
Mangrove sebagai kunci perubahan iklim di sebabkan dapat menyimpan karbon antara 54,1 hingga 182,5 ton karbon per hektar. Mangrove di klaim mampu 3-5 kali lebih tinggi dibandingkan hutan tropis.
Ekosistem gambut juga sebagai kunci perubahan iklim, karena memiliki cadangan karbon yang besar berkisar 1.172 hingga 9.055,922 ton karbon per hektar. Gambut Indonesia juga dikenal sebagai salah satu penyerap dan Penyimpan karbon terbesar di Indonesia.
Selain penyimpanan yang besar pada kedua ekosistem ini. Ada hal yang menarik buat Kawan GNFI kenapa bisa menjadi kunci pada perubahan iklim.
Kunci tersebut adalah seberapa luas kedua ekosistem. Di lansir dari situs KLHK mangrove yang memiliki total luas 3.364.076 hektar. Dari angka tersebut terbagi 3 klasifikasi berdasarkan persentase tajuk nya yaitu mangrove rapat, mangrove sedang dan mangrove jarang.
Kemudian menurut SNI 7717-2020, hutan mangrove yang lebat sebagai mangrove dengan tajuk lebih dari 70%, tajuk 30-70% dan sedikit mangrove dengan tajuk lebih kecil dari 30%.
Kawan GNFI perlu tahu tentang mangrove seluas 3.364.070 hektar di Indonesia yaitu mangrove lebat seluas 3.121.239 hektar (93%). Mangrove sedang seluas 183.363 hektar (5%) dan mangrove jarang seluas 54.474 hektar (2%).
Selanjutnya luas rawa di Indonesia pada tahun 2019 tersebar di empat pulau Indonesia. Pertama di tempati Pulau Sumatera yang terluas memiliki 5,85 juta hektar, berikutnya kalimantan dengan kawasan gambut seluas 4,54 juta hektar, untuk yang ketiga di Papua luas lahan basah tercatat 3,01 juta hektar. Keempat di pulau Sulawesi yang memiliki luas 24.783 hektar.
Luas kedua eksositem ini jika di manfaatkan dengan baik maka tidak akan lama Gas Rumah Kaca (GRK) semakin turun.
Pemanfaatan Mangrove dan Gambut di Indonesia.
Sesuai pada komitmen mitigasi perubahan iklim di Buku yang berjudul "Enchanced Nationally Determined Contribution Republic of Indonesia." Disana tertulis target 31,89% angka penurunan emosi GRK dengan kemampuan sendiri. Lalu 43,20% angka penurunan emisi GRK apabila terdapat bantuan internasional.
Kemudian pemanfaatan mangrove dan gambut sebagai kunci perubahan iklim terdapat target pengurangan emosi GRK 2030 yaitu penurunan degradasi hutan melalui pengelolaan hutan berkelanjutan baik di hutan alam maupun hutan tanaman.
Selanjutnya pengelolaan air gambut dengan perencanaan untuk peningkatan TMAT sampai 50 cm. Lalu ada restorasi lahan gambut 2 juta hektar tahun 2020. Kunci untuk perubahan iklim dengan pemanfaatan program pada mangrove dan gambut.
Program yang dilakukan rehabilitasi mangrove nasional dengan target rehabilitasi 600.000 hektar mangrove hingga tahun 2024. Program ini melibatkan penanaman kembali mangrove di area yang rusak dan peningkatan edukasi ekosistem mangrove.
Berikutnya ada pemanfaatan pada pengelolaan mangrove dan gambut untuk pencegahan perubahan iklim seperti program restorasi ekosistem mangrove dan kawasan gambut yang di inisiasi pemerintah Indonesia melalui BRGM (Badan Restorasi Gambut dan Mangrove).
Kemudian pengelolaan berbasis masyarakat seperti program hutan desa dan hutan kemasyarakatan. Hal ini memberi kesempatan pada Kawan GNFI dalam memanfaatkan secara berkelanjutan seperti ekowisata dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu.
Manfaat Berkelanjutan Mangrove dan Gambut
Bagi stakeholder dalam berdampak bisa dengan sertifikasi berkelanjutan, karena penerapan standar berkelanjutan dengan sertifikasi RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) dan FSC (Forest Stewardship Council) dapat menjadi praktik berkelanjutan.
Pengelolaan mangrove dan kawasan gambut memberi manfaat bagi lingkungan dan masyarakat. Kedua ekosistem ini mampu mengurangu risiko perubahan iklim. Pemanfaatan dari segi ekonomi, ekosistem mangrove dan kawasan gambut dikelola dengan baik dapat menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat pesisir.
Perlindungan dan pengelolaan mangrove dan kawasan gambut sangat penting di ketahui Kawan GNFI untuk menjaga keberlangsungan fungsi eksositem mangrove dan kawasan gambut sebagai penyerap karbon, pelindung alam. Jadi ayo berdampak dan melindungi.
Referensi:
https://ugm.ac.id/id/berita/22921-penelitian-pengembangan-ekonomi-lokal-di-ekosistem-lahan-basah-gambut-dan-mangrove/,
STUDI REVIEW: PERBANDINGAN CADANGAN KARBON PADA TANAH GAMBUT DAN TANAH .... https://journal.ipb.ac.id/index.php/jsilvik/article/download/53385/28101/.,
Mangrove adalah salah satu hutan terkaya karbon di kawasan tropis. https://www.cifor-icraf.org/publications/pdf_files/infobrief/3773-infobrief.pdf.
https://kanalkomunikasi.pskl.menlhk.go.id/mangrove-indonesia-untuk-dunia/
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News