legenda cerita rakyat candi nusantara keangkuhan gajah membawa petaka - News | Good News From Indonesia 2024

Legenda Cerita Rakyat Candi Nusantara, Keangkuhan Gajah Membawa Petaka

Legenda Cerita Rakyat Candi Nusantara, Keangkuhan Gajah Membawa Petaka
images info

Cerita terkandung dalam sajak-sajak Jataka yaitu kumpulan fabel (dongeng) dari tanah India dan termasuk sub cerita Pancatantra atau dongeng binatang yang mengandung pengajaran moralitas. Cerita ini terukir dalam Relief Candi di Indonesia dan cerita ini mengangkat dari relief candi Sojiwan.

Cerita ini memiliki referensi ilmiah (terlampir di akhir) dengan modifikasi untuk penceritaan ramah anak dan tidak menghilangkan pelajaran moral yang terkandung di dalamnya.

Gajah dan Burung Beo

Dikisahkan pada dahulu kala terdapat gajah yang bernama Dori. Dori adalah gajah yang paling besar diantara gajah-gajah lain. Awalnya Dori memiliki sifat yang baik dan memiliki banyak teman-teman dari berbagai hewan mulai yang kecil hingga besar.

Tapi seiring waktu Dori merasa sombong dan mulai bersikap sedikit angkuh karena tubuhnya yang besar. Dia berpikir bahwa hanya dia yang paling kuat di sini dan tidak siapapun yang bisa menandinginya. Perlahan lahan Dori mulai semena-mena.

Sifatnya yang seperti ini membuat teman-teman baiknya semakin menjauh dan mulai mendatangkan teman-teman yang hanya memanfaatkannya saja.

Salah satu teman baiknya yang masih mencoba menasehati Dori adalah seekor burung Beo yang bernama Biyo. Tentu Biyo tidak bisa terus bertemu dengan Dori, karena Biyo sedang menjaga telur-telur bersama istrinya. Maka dari itu Biyo dan Dori juga jarang bertemu, akan tetapi pertemuan terakhir mereka nanti ternyata menutup pertemanan mereka.

Baca juga:Panduan Belajar Moralitas dari Cerita Relief Candi Nusantara

Keangkuhan Dori

Suatu ketika Dori bersama temannya para monyet berlarian dan melompat-lompat di sepanjang hutan hingga membuat banyak hewan lain risau karena membuat rusuh hutan. Suara derapan kaki Dori yang besar membuat hutan bergetar. Hal ini mengganggu para penghuni hutan yang lainnya termasuk temannya Biyo.

Biyo merasakan getaran tersebut, ia seketika langsung mengerti siapa yang melakukan itu. Akhirnya Biyo menghampiri Dori, “Dori, maafkan aku, tapi apakah kamu bisa berhenti untuk bermain-main bersama para monyet. Tidakkah kau kasihan, para penghuni hutan lain merasa terganggu dengan langkah kaki mu yang menggema,” kata Biyo.

“Sudahlah Biyo, kau hanya iri saja kan karena tidak bisa melakukan hal seperti aku, lagi pula siapa yang berani melawan aku karena akulah yang paling besar di hutan ini haha..“ tawa Dori sambil mengejek ke Biyo.

Biyo menghela napas kecewa ke Dori dan berkata “Aku tidak akan iri denganmu kawan, tapi aku hanya menyampaikan keresahan penghuni hutan yang lain, mereka khawatir kau akan merusak bagian-bagian hutan tempat mereka tingggal, termasuk aku yang sedang mengerami telur-telurku,” tegas Biyo.

Sengaja membuat riuh, para monyet mencoba menyulut kebencian Dori ke Biyo, “Halah, palingan ia hanya berusaha memanfaatkanmu Dori, ia iri saja dengan kau karena kau paling kuat di sini dan tak usah kau perdulikan ia,” sahut para monyet pada Dori.

“Sudah, aku tidak mau mendengar mu lagi Biyo,” ucap Dori sambil pergi meninggalkan Biyo.

Memang peringatan Biyo membuat para monyet dan Dori tidak melakukan lagi saat itu. Akan tetapi besoknya petaka pun terjadi. Lagi lagi Dori dan para monyet berlarian dan bergelantungan di hutan sehingga membuat seluruh penjuru hutan bergema lagi. Biyo merasa resah dan memegang calon anak-anaknya dengan erat.

Ternyata ketika Dori berlari tiba-tiba dia tidak sengaja tersandung dengan akar pohon yang membuat dia jatuh. Terguling Dori membuat beberapa pohon patah yang nahasnya pohon itu adalah sarangnya Biyo.

“(Krekk...krekkk..) suara apa itu?” tanya Biyo ke istrinya. Tanpa sempat menjawab seketika pohon yang mereka tempati roboh. Biyo panik mencoba menyelamatkan istrinya akan tetapi dua dari tiga telur mereka tak bisa diselamatkan dan pecah.

Debu mengepul karena Dori yang jatuh sehingga debu beterbangan dan menyulitkan pandangan. Hati Biyo dan istrinya hancur melihat telur-telur mereka hancur dan hanya bisa menyelamatkan satu telur. Tidak hanya itu saja ternyata sarang semut dibawah pohon pun hancur membuat banyak semut yang mati.

Debu mulai menipis terlihat bayang-bayang sosok besar yang ternyata setelah diperhatikan adalah Dori yang mengaduh. Sambil tertatih bangun menghadap atas dia bertatapan dengan Biyo. Biyo memasang wajah murka karena melihat Dori, begitupun para semut mereka murka melihat Dori menghancurkan sarang mereka.

“Dori, aku sudah peringatkan engkau berapa kali untuk tidak melakukan ini, lihatlah akibatnya telur-telur ku hancur semua. Aku tidak akan memaafkan kamu Dori. Kamu harus menerima akibat perbuatanmu,” tutur Biyo dengan perasaan campur aduk.

Ternyata hewan-hewan lain pun geram melihat kelakuan Dori. Lanjut Biyo mengatakan, “Kami para penghuni hutan sudah murka padamu, walaupun kau yang paling besar di hutan ini, tapi kami akan menyatukan kekuatan kami semua untuk melawanmu.”

Merasa terpojok, Dori tetap membanggakan dirinya yang besar dengan wajah panik “Heh..memangnya apa yang bisa kalian lakukan, a..aku.. disini paling kuat dan besar, ma...mana.. mungkin kalian bisa mengalahkanku,” ucap Dori sambil panik berjalan mundur. Tak menghiraukan kata Dori, akhirnya Biyo berteriak memberi perintah “Semuanya, serang Dori ...!!”.

Akhirnya beberapa hewan yang memperhatikan ikut melancarkan serangan ke Dori, para kawanan semut mulai merangsek masuk kedalam tubuh Dori dan menggigitnya dari dalam. Dori langsung merasa kesakitan dan menangis sekencang kencangnya.

Lantas bagaimana temannya para monyet, para monyet mementingkan dirinya sendiri dan berlari menjauh meninggalkan Dori.

Akhirnya Dori meminta ampun kepada semuanya terutama meminta maaf kepada sahabatnya Biyo.

Dori meminta maaf kepada Biyo dan semuanya “Maafkan aku teman-teman, aku mengakui kesalahan ku, aku telah sombong dan hanya mementingkan diri ku sendiri dan tidak memikirkan kalian. Terutama untuk teman baik ku Biyo aku minta maaf sekali kepadamu. Aku berjanji untuk menjadi lebih baik, aku menyesali atas perbuatan ku huhu...” tangis Dori

Biyo dan para hewan lainnya tidak perduli dan langsung pergi meninggalkan Dori. Setelah berangsur-angsur, hari demi hari Dori menjadi lebih baik, ia seringkali terlihat membantu penghuni hutan lainnya.

Biyo memang memaafkan Dori, tetapi luka kehilangan telur-telurnya tidak mudah sembuh dan Biyo memilih untuk terus hidup ditemani dengan keluarga kecilnya.

 

Referensi

Cahyono, N.H., Sugiyamin., Barriyah, I. Q., Susanto, M. R. (2023). Kajian Ikonology Relief Pancatantra Candi Sojiwan; Sebuah Dimensi Multikultur. Jurnal Seni Rupa Warna. Vol. 11 No 2. Hal 142 – 160.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FM
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.