Jakarta kota yang kaya akan destinasi wisata, salah satunya destinasi museum. Kebanyakan orang mungkin akan langsung menyebutkan museum Fatahillah, museum Macan, museum Bank Indonesia dan museum Nasional. Tapi tau kah Kawan, kalau ada museum seni di Ciputra Artnerpneur, Kuningan?
Bertempat di lantai 11 Lotte Mall Avanue, museum yang bernuansa pameran ini diberi nama ‘Prison of Hope,’ dikutip dari kata pengantar yang ditulis oleh Amirudin TH Siregar melalui dinding dekat pintu masuk, pameran ini menghadirkan berbagai renungan Hendra Gunawan terhadap realitas tanah airnya.
Baginya, sejak meneliti karier keseniman di paruh 1930-an, lukisan-lukisannya cenderung menempatkan rakyat jelata sebagai pusat persoalan. Menurutnya, rakyat tampaknya lebih layak dijadikan subyek ketimbang obyek sosial. Hal ini dibuktikan dengan ketajamannya merekam ragam aktivitas meeka di lokasi-lokasi publik seperti suasana pasar dan perkampungan.
Hendra Gunawan adalah seniman Indonesia yang lahir di Bandung pada 11 Juni 1918 dan sudah mulai menunjukkan ketertarikannya dalam melukis sejak 1928. Lalu pada tahun 1994 Hendra Gunawan mengadakan pameran tunggal pertamanya di Gedung Komite Nasional Indonesia, Yogyakarta. Kemudian pada 1965 Hendra dijebloskan ke penjara Kebon Waru, Bandung atas tuduhan menyebarkan citra buruk lewat lukisannya.
Walau demikian, hingga masa tahanannya selesai pada tahun 1978, selama di penjara beliau tetap melukis dan tepat setahun setelah kebebasannya, Hendra Gunawan mengadakan pameran tunggal di Taman Ismail Marzuki dan acaranya dibuka oleh Wakil Presiden kala itu Adam Malik. Lalu pada akhirnya beliau tutup usia di Bali pada 17 Juli 1983.
Seperti yang disampaikan Dr. (H.C) Ir. Ciputra selaku owner Ciputra Artnerpneur melalui video profile museum Prison Of Hope, semuanya berawal karena kekaguman dirinya atas sebuah lukisan Hendra Gunawan, lalu karena Ir. Ciputra sering membeli lukisannya, terjadilah sebuah pertemanan diantara mereka. Hingga suatu saat Ir. Ciputra berkata “Mudah-mudahan suatu waktu saya bisa membuat museum buatnya” dengan harapan menjadi tujuan untuk mereka yang ingin mengetahui lebih jauh tentang seni rupa di Indonesia.
Baca juga: Mengenal Seni Mosaik Melalui Pameran Mosaico
Museum ini mencoba mendialogkan dari Hendra Gunawan dengan dunia seni terutama bagaimana beliau mempresentasi yang fokus representasi ekonomi, kekeluargaan khususnya sosok ibu atau wanita.
Walau demikian, karyanya masih tetap melanjutkan legasi Hendra Gunawan pada tahun 1990-1992 melalui pagelaran KIAS (Kebudayaan Indonesia di Amerika Serikat) dan menjadi ikon “Lukisan kerakyatan” bersama karya Djoko Pekik dan Sudjana Kerton. Pada tahun 2002, lukisannya yang berjudul “Suasana Pasar” terbayar seharga Rp. 4.3 Milyar (kurs 2018) dalam lelang Christie’s di Hongkong.
Namun pada 2012-2015 banyak bermunculan lukisan palsu beliau yang secara berani dalam paket pameran besar dan penerbitan buku. Hingga akhirnya tahun 2018, Museum Prison Of Hope dibuka dalam rangka merayakan 100 tahunnya seniman Hendra Gunawan.
Pada museum ini pengunjung bisa melihat 30 karya lukisan dari Hendra Gunawan dan beberapa catatan sejarah atas pencapaian yang beliau dapatkan kala itu. Dari salah satu lukisan paling tuanya di museum ini yang berjudul Cecak (dibuat pada 1950), yang dimana pesannya menyampaikan tentang penderitaan rakyat Indonesia di zaman Jepang, tahun 1942-1945.
Di mana dalam sejarah seni lukis, Hendra Gunawan merupakan seniman pertama yang mengangkat tema yang cukup sedih seperti ini setelah beliau mendapat dorongan dari Presiden Soekarno.
Lalu juga salah satu lukisan terakhirnya yang berjudul “Menangkap Kupu-Kupu” (dibuat pada 1983) yang terinspirasi dari pesan Bung Karno yang diucapkan kepada dirinya, “Ignoti nula cupido, sesuatu yang tidak dikenal, akan luput untuk dicintai”. Lalu juga lukisan ini juga terinspirasi dari lagu yang suatu hari beliau dengar yang judulnya ‘Kupu-Kupu Yang Lucu’.
Lalu juga pengunjung bisa melihat lukisan yang menjadi sorotan utama museum ini “Diponegoro Terluka” (dibuat pada 1982) yang didasari karena keinginan dirinya memberikan sesuatu yang berharga untuk Indonesia lewat kebiasaannya. Namun sayangnya sebelum lukisan ini selesai, beliau menghembuskan nafas terakhirnya.
Selain lukisan, pengunjung juga akan melihat Reproduksi lukisan Hendra Gunawan, Snake Dancer (1977), tampil dalam publikasi Medernity and Beyond: Themed in Southeast Asian art suntingan T.K. Sabapathy, diterbitkan singapore Art Museum serta berkas lainnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News