legenda cerita rakyat candi nusantara akal jahat belibis dan nasihat kepiting - News | Good News From Indonesia 2024

Legenda Cerita Rakyat Candi Nusantara, Akal Jahat Belibis dan Nasihat Kepiting

Legenda Cerita Rakyat Candi Nusantara, Akal Jahat Belibis dan Nasihat Kepiting
images info

Cerita ini terinspirasi dari panel relief candi Nusantara. Cerita termasuk kedalam Jataka yaitu kumpulan fabel tertua di India dan termasuk sub kelas cerita Pancatantra atau dongeng binatang berbingkai yang berisi ajaran moralitas.

Interpretasi cerita ini berdasarkan sumber-sumber ilmiah yang dapat dibaca pada referensi (referensi terlampir pada akhir cerita). Cerita ini sedikit dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan pembaca ramah anak, tetapi tidak menghilangkan esensi moral didalamnya.

Baruna si Belibis dan Krabu si Kepiting

Alkisah pada suatu masa terdapat peradaban yang dipenuhi oleh sihir. Uniknya sihir hanya berlaku pada para hewan. Hewan seringkali menggunakan sihir untuk kebutuhan mereka, seperti mencari makanan. Tetapi terdapat hewan dengan kekuatan sihir yang besar menggunakan kekuatan mereka untuk menjadi licik.

Baruna adalah seekor burung belibis dengan kekuatan sihir yang besar, ia dapat merubah dirinya menjadi apapun dan terkadang ia menjahili para hewan dan manusia.

Di sisi lain terdapat hewan yang menggunakan kekuatannya dengan bersahaja. Krabu adalah seekor kepiting dan sekaligus salah satu pemimpin di aliran sungai Gangga. Bersahajanya ia menggunakan kekuatannya membuat aliran sungai menjadi subur. Para hewan sangat menghormatinya dan dikenal berwibawa, bahkan Krabu juga sangat mengenal penduduk dan mengetahui jika ada pendatang.

Muka Dua Belibis

Ilustrasi Relief Candi Burung Belibis dan Kepiting | Ilustrasi Pribadi
info gambar

Suatu ketika di aliran sungai yang Krabu pimpin terdengarlah sebuah kabar dari aliran sungai lain bahwa terdapat burung yang sering menjelma menjadi wujud manusia. Terdengar bahwa burung tersebut ternyata memiliki perilaku keji, sering kali burung itu diam -diam memangsa ikan dengan ganasnya.

Mendengarnya membuat Krabu sedikit gusar hingga membuat peringatan kepada para penduduknya. Gusar para ewan-hewan tapi tidak dengan Baruna, karena ia sendiri biang keroknya. Baruna seringkali licik menggunakan kekuatan penyamarannya untuk menarik perhatian mangsanya.

Nahas kabarnya Baruna mengetahui kabarnya. Baruna merencanakan cara baru untuk memangsa di aliran sungai yang dipimpin Krabu. Awalnya Baruna kebingungan untuk menggunakan cara apa untuk mendapatkan mangsa, karena dia mengetahui bahwa Krabu adalah pemimpin yang kenal dengan semua penduduknya.

Setelah berpikir panjang, Baruna terpikirkan cara licik untuk mendapatkan mangsa yang banyak. Keesokannya Baruna merubah penampilannya menjadi seorang yang dihormati yaitu pendeta yang menggunakan mahkota, agar lebih meyakinkan untuk menipu.

Tidak hanya itu saja, untuk lebih meyakinkan ia sambil bersedih dan menangis di pinggiran sungai. Sontak perhatian ia dapatkan dari penduduk dari aktingnya yang cakap.

Akhirnya beberapa ikan menghampiri dan bertanya “Wahai pendeta mengapa engkau bersedih?”. Senyum licik Baruna mengembang, sambil berpura-pura menghapus air mata ia berkata “Aku sangat sedih, tuan dan nyonya ikan, pasalnya aku mempunyai firasat air di sungai ini juga akan mengering dan seluruh penghuninya akan mati” memasang muka sedih.

Baca juga:Legenda Cerita Rakyat Candi Nusantara, Siasat Buaya dan Siasat Monyet yang Baik Hati

“Aku melihat kekeringan sebelumnya yang membuat banyak makhluk hidup mati, aku tidak ingin aliran sungai ini juga mengalami itu” bual Baruna ke para Ikan. Mendengar hal tersebut membuat para penduduk resah, bukan karena omongan dari orang biasa, tetapi omongan ini datang dari seorang pendeta yang sudah melihat yang terjadi di tempat lain.

Setelah mengatakan hal itu Baruna kembali ke tempatnya, tujuan ia pertama membuat gusar penduduk berhasil, hingga besok ia melancarkan aksinya. Besoknya Baruna datang lagi ke aliran sungai dengan wajah sedih tapi kali ini Krabu datang untuk melihat si “pendeta” itu karena kabar kemarin sudah mencapai telinganya.

Kali ini para penduduk juga semakin banyak karena mendengar ucapan Baruna “Wahai penduduk dan tuan Krabu, aku menemukan telaga air yang luas diatas bukit sana, aku harap kalian berkenan agar aku membantu kalian untuk pindah kesana, karena aku bisa terbang kesana dan memindahkan kalian secepatnya, besok aku akan kesini untuk segera membantu”.

Tawaran yang menarik bagi penduduk dan minat yang tinggi untuk pindah ke telaga luas tersebut. Sebelum keputusan lebih lanjut, akhirnya Krabu memberikan nasihat kepada penduduk “Wahai penduduk sekalian, aku tidak melarang kalian untuk pergi, tapi janganlah mudah percaya terlebih dahulu sebelum bisa dipstikan dengan benar, jika memang kekeringan akan datang maka alam akan memberi tanda. Terlebih lagi berita sebelumnya tentang burung yang bisa berubah wujud adalah berita yang benar adanya, waspadalah”.

Perkataan Krabu memang didengarkan oleh penduduk, tetapi tetap ada yang memilih untuk pindah. Keesokannya Krabu menyaksikan bahwa Baruna terbang dan membawa hewan-hewan yang tetap ingin pindah.

Satu per satu dipindahkan, tetapi bagai udang dibalik batu, penyamaran tentu tidak sempurna. Krabu melihat ada yang janggal di tangan pendeta tersebut yaitu bulu burung.

Hingga akhirnya membuat Krabu semakin curiga. Krabu memutuskan untuk mencoba ikut pindah dan berusaha meyakinkan Baruna. Sedikit curiga Baruna tapi juga menyetujui bahwa Krabu akan pindah.

“Wahai pendeta, apakah aku boleh naik di tengkuk mu, karena aku ingin sekali melihat pemandangan yang luas dari atas udara, seumur hidup aku belum pernah melihat dari atas” tutur Krab ke Baruna.

Tanpa rasa curiga, Baruna menyetujuinya saja karena ia tahu akan menjadi apa Krabu setelah datang di tempat itu. Setelah akan sampai ternyata dugaan Krabu benar, ia melihat penduduknya mati kekringan diatas batu tajam.

Sontak akhirnya Krabu mencekik leher Baruna dan berkata “Wahai ternyata engkau adalah belibis yang dikabarkan, berani sekali engkau menghabisi penduduk dengan keji, sekarang kau kembalikan aku atau akan ku cekik kau hingga menemui ajal mu”. Tersengal dan merasa sakit, akhirnya Baruna membawa pulang Krabu. Krabu tidak meringankan capitannya dalam perjalanan hingga sampai.

Sesampainya di pinggir aliran sungai, Krabu masih mencekik Baruna dan dikeramaian para penduduk, Krabu menyuruh Baruna untuk menunjukkan wajah aslinya yang ternyata adalah burung belibis yang dibicarakan sebelumnya.

“Aku melihat sendiri dengan mata kepala ku, penduduk yang pergi dibawanya kesebuah batu yang tajam hingga mati kekeringan disana” ucap Krabu ke penduduk. Sontak penduduk marah dan geram hingga akhirnya para penduduk dan Krabu menyatukan kekuatan sihir mereka yang membuat tenggrokan Baruna tidak bisa memakan hewan lagi dan hanya bisa makan buah dan tumbuhan.

Baiknya Krabu dan para penduduk, mereka melepaskan Baruna tetapi akibatnya Baruna tidak bisa makan ikan atau hewan-hewan lagi. Akhirnya Baruna segera lari dan terbang dengan wajah ketakutan dan tidak pernah kebali ke aliran sungai Gangga lagi.

 

Referensi

T.M Hari Lelono. (2016). Relief Candi Sebagai Media Efektif Untuk Menyampaikan Informasi Moral-Didaktif Pada Masa Jawa Kuna. Berkala Arkeologi | Balai Arkeologi D. I. Yogyakarta. Vol 36 No.31. Hal 99 – 116.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FM
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.